Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Bagian 5] Belajar Mistik, Makrifat, hingga Tangkap Hantu

10 September 2019   18:58 Diperbarui: 10 September 2019   19:02 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto:dok : Penkostrad) | republika.co.id

Lantas, bagaimana penulis menyikapi keadaan itu agar bisa berdoa? Sudah menjadi kebiasaan memasuki wilayah baru selalu didahului doa.

Satu-satunya jalan meloncat dari truk. Lantas, pura-pura membetulkan tali sepatu. Setelah itu berdoa sambil telapak tangan diletakan ke bumi, mengambil butiran tanah dan menciumnya. Disusul minta perlindungan kepada Allah, dengan merendahan diri agar semua anggota rombongan selamat dari berbagai gangguan.

Tak lupa, doa Nabi Sulaiman dipanjatkan sambil meminta kepada Sang Maha Kuasa agar "pemilik" wilayah tidak berbuat jahil, atau tersinggung karena kedatangan rombongan yang tak memahami etika. Maklum, kita harus memahami dunia nyata dan "penguasa alam lain" yang memang berbeda.

Ketika para jurnalis digiring menaiki tangga menuju titik pusat pelatihan, suara dentuman senjata menggelegar. Bagi jurnalis muda, mudah saja mereka melaju naik jalan bertangga. Bagi penulis yang sudah berusia di atas 50-an, ya ngos-ngosan dan harus menaiki tangga perlahan agar tenaga tak terkuras habis.

Peluru memang tak punya mata. Tapi mata hati lebih tajam, pikirku. Dan, karena dianggap fisik tak bagus, di pundak penulis diberi pita putih. Mungkin sebagai tanda fisik tak bagus. Tak apa lah, pikirku.

Seingat penulis, pelatihan di kawasan kawa candradimuka bagi para prajurit kesatuan Kostrad ini berlangsung tiga hari. Lelahnya, sungguh luar biasa.

Pada acara penutupan, suasana hari menghinggapi seluruh peserta. Muncul satu perasaan, cinta kepada NKRI. Namun di luar itu, kala acara penutupan sudah berakhir, penulis tergopoh-gopoh pergi ke tepi sungai kecil.

Beruntung penulis mendapati batu besar untuk shalat Subuh. Lantaran tempatnya tidak rata dan waktu shalat subuh semakin mendekati berakhir, penulis shalat dengan cara duduk. Tak tahu arah kiblat dimana. Kira-kira saja menghadapnya ke arah Barat. Mau bertanya, tak ada rekan.

Nah, usai shalat, penulis manfaatkan untuk berzikir dengan bacaan ayat yang pendek-pendek. Tak disangka, kala mata terpejam berkosentrasi berzikir, seolah hadir di hadapan penulis "penguasa" setempat, ya mahluk "asing".

Seolah ia mengajak penulis berdialog. Mahluk ini sulit digambarkan bentuknya. Sepintas seperti Naga dalam film pada sebuah Kerajaan di Cina. Besar. Mahluk itu mengenakan mahkota. Ia bicara dengan bahasa tubuh, matanya yang besar tak memberikan isyarat sebagai mahluk kasar. Apa lagi beringas. Ia ramah.

Lalu, kata-kata dari dalam hati penulis meluncur. Ungkapan rasa terima kasih pun diterima dengan menganggukan kepala. Kemudian, ia beranjak mundur dan terbang ke angkasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun