"Jadi, pak erte punya otak encer, otaknya nggak keganggu," kata si Empo yang berdiri bergelantungan kepada lawan bicaranya.
"Gue doain, nggak kaya kebo. Punya otak kebo, otak lembek, otak ngeres, apa lagi punya otak lembek," sahut rekannya lagi.
Mendengar dialek Betawi yang demikian itu, penulis tak tahan menahan tawa. Ternyata penumpang lain pun merasakan bahwa dialek Betawi dua perempuan paruh baya itu sungguh menarik perhatian penumpang yang menyaksikan.
"Nggak ape-ape empok, yang penting otaknya nggak ditaro di pantat. Punya pimpinan berotak terang lebih bagus, bukan otak kancil. Pandai menipu," kata seorang bapak tiba-tiba ikut nimbrung pembicaraan kedua wanita yang bergelayutan di TransJakarta.
**
Pengguna dialek Betawi, dewasa ini makin terasa berkurang. Kalaupun ada satu dua orang Betawi menggunakannya di tengah keramaian seperti pasar, oleh sebagian warga dianggap kampungan.
Penulis pernah menjumpai seorang nenek ketika berbelanja di Pasar Kramat Jati. Kala berhadapan dengan pedagang, ia menggunakan dialek Betawi. Tapi ia dianggap tengah melucu. Sebab, pikiran pedagang bahwa si nenek tadi tengah ngebanyol seperti si Mandra, pemain lenong Betawi itu.
Bahkan ada yang beranggapan ekstrim, penutur dialek Betawi dianggap tak pernah bersentuhan dengan pendidikan modern. Padahal tidak semua pandangan seperti itu tepat. Sebab, seperti  si nenek tadi, banyak di antaranya punya pendidikan lumayan tinggi. Apa lagi jika bicara pendidikan keagamaan. Dapat dipastikan Bahasa Arabnya fasih.
Karena itu, sungguh tidak tepat ketika ada orang menggunakan dialek Betawi dan merasa lebih nyaman dalam kesehariannya kemudian diberi label kampungan.
Dialek Betawi tak bisa dipisahkan dalam kehidupan masyarakat kota Jakarta. Ungkapan dialek Betawi memang kadang terdengar terasa konyol, jenaka dan membuat lawan bicara mudah memahaminya. Tak terasa dialek Betawi kini makin disukai kalangan millenial. Sebab, banyak digunakan dalam bahasa pergaulan.
"Kubu sebelah banyak bacot. Â Beku otak," Â kata seorang pemuda Betawi pinggiran mengomentari ramainya pertarungan elit politik ketika pertarungan Pilpres makin sengit.