Puisi berbalas puisi. Fadli Zon bikin puisi ditanggapi pusi. Fadli Zon mengeluarkan suara nyinyir dibalas para pengguna internet dengan perlakukan sama. Kata orang Betawi, hasilnya "bedu", seri alias seimbang.
Tapi setelah dipikir panjang, posisi Fadli Zon dan membaca media sosial, muncul kesan bahwa wakil ketua DPR RI itu tengah dikeroyok.
Ribuan santri berasal dari pondok pesantren se-Kudus demo soal puisi politikus Gerindra, Fadli Zon berjudul 'Doa yang Tertukar'. Puisi itu dianggap menghina KH Maimun Zubair atau Mbah Moen.
Puisi terakhir Fadli Zon "menyudutkan" seorang kiai tentu saja memunculkan rasa prihatin. Reaksi publik beragam. Ada yang merasa tersinggung lantaran ulama dipermainkan, diolok-olok, dan dihina. Ada pula mengambil sikap diam, tidak ingin memperkeruh suasana mengingat momennya adalah tahun politik. Tapi, ada pula ulama yang memberi dukungan kepada Fadli Zon lantaran ingin memetik keuntungan bagi golongannya. Jadi, sikap ulama terbelah.
Bahkan ada warga menuntut dia agar Fadli Zon mengeluarkan pernyataan minta maaf. Hasilnya, nihil. Fadli Zon bersikeras dengan pendiriannya, "ogah" minta maaf. Fadli Zon merasa posisi masih "di atas angin".
Siapa lo? Gue aje ngomong keras tentang sikap lancang Fadli itu di rumah, tak ada yang peduli.
Sejatinya suara Fadli Zon, pada tahun politik, lebih terlihat mengurusi "recehan" dengan nyinyirnya ketimbang mengurusi urusan negeri yang strategis. Fadli Zon lebih suka bermain sendiri ketika menimpali suara yang dianggap bernada minor dan tak sependapat dengan jalan pikirannya.
Alhasil, kejadiannya seperti suara ayam bersahut-sahutan yang dipelihara penulis di kediaman. Ayam di sebelah kawin dengan pasangannya, ayam jago di sebalahnya berkokok. Ayam di kandang lain kukuruyuk, ayam pejantan sebelah tak mau kalah. Ikut kukuruyuk. Cuma begitu hasilnya, ributi pepesan kosong.
Padahal jika melihat jejak Fadli Zon mulai dari kuliah hingga menjadi anggota terhormat di parlemen, prestasinya patut diacungi jempol. Kok, mengapa sekarang jemblok?
Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc adalah Wakil Ketua DPR RI berdarah Minangkabau. Ia bersama Prabowo Subianto bersama tokoh lain ikut mendirikan Partai Gerakan Indonesai Raya (Gerindra). Ia juga menjabat sebagai Chairman of Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) atau Presiden Organisasi Parlemen Antikorupsi Sedunia sejak 8 Oktober 2015.Â