Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agar Semangkok Kaledo Tersaji, Cukupkan Energi untuk Palu, Donggala dan Sigi

19 Oktober 2018   07:22 Diperbarui: 26 Oktober 2018   13:20 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara kompasiana nangkring dikemas makin menarik. Khsusunya pada tema Energi Untuk Sulawesi Tengah, pascagempa dan tsunami. Arya Dwi Paramita dari Pertamina tengah dialog dengan kompasianer. Foto | Dokpri.

 

Siap untuk datang kembali ke Palu. Ke sana, tentu bukan berjalan-jalan tetapi bekerja 'all out' ikut ambil bagian memulihkan kondisi warga dan infrastruktur yang porak-poranda dilanda gemba bumi, tsunami dan lainnya.

"Saya siap!" ucap Arya Dwi Paramita, selaku External Communication Manager Pertamina, menjawab pertanyaan penulis pada acara kompasianer temu nangkring "Yuk Berbagi Informasi Seputar Langkah Bangkitkan Palu dan Donggala bersama Pertamina" di Jakarta belum lama ini.

Pertanyaan yang saya ajukan itu berkaitan dengan ingatan beberapa tahun silam bertandang ke sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah (Sulteng). Kala menjadi reporter pada Kantor Berita Antara, Poso adalah kota kedua yang dikunjungi setelah Palu.

Arya Dwi Paramita selaku External communication Manajer Pertamina melayani pertanyaan peserta. Foto | Dokpri
Arya Dwi Paramita selaku External communication Manajer Pertamina melayani pertanyaan peserta. Foto | Dokpri
Peserta serius mengikuti jalannya acara dengan mencatat di telepon genggamnya. Foto | Dokpri
Peserta serius mengikuti jalannya acara dengan mencatat di telepon genggamnya. Foto | Dokpri
Masih kuat melekat dalam ingatan, di Palu, saya dan beberapa rekan dari Kementerian Agama (Kemenag) menikmati manakan khas kota itu. Yaitu, Kaledo.  Jika di Jakarta ada sop buntut, maka bila dicermati, makanan ini mirip dengan sup buntut. Hanya, yang membedakan, tulangnya dari kaki lembu disertai singkong. Bila tak berkenan dan tak biasa mengonsumsi singkong, dapat diganti dengan nasi putih. 

"Wuih, sedapnya tidak tertolong," dalam hati saya.

Arya menganku memang belum menikmati kaledo ketika berada di kota itu. Tapi ia berjanji akan mencicipinya bila berkesempatan dalam tugas ke Palu. Ia memang tidak dapat menetapkan kapan waktunya mengingat lagi pekerjaan di Jakarta tidak dapat dilepaskan.   

Terpenting pekerjaan diprioritaskan. Tapi, pasti akan ke sana.

"Siap," ucapnya lagi.

**

Wawancarai Arya untuk mendalami informasinya. Foto | Dokpri
Wawancarai Arya untuk mendalami informasinya. Foto | Dokpri
Kompasianer dapat hadiah, foto bareng dengan Arya. Foto | Dokpri
Kompasianer dapat hadiah, foto bareng dengan Arya. Foto | Dokpri
Beberapa tahun berikutnya, Palu sering kali dikunjungi berkaitan dengan tugas penulis. Entah sudah berapa kali. Selain kaledo, juga ada buah tangan dari kota ini yang tak boleh dilupakan. Bila lupa, maka akan banyak pertanyaan dari isteri di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun