Jika Raden Ajeng Kartini diberi gelar pahlawan kemerdekaan tanpa bertempur, maka Kartini di sini, di Rumah Sakit Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto pun patut mendapat gelar pula. Loh, kalau diberi gelar, gelar apa yang pantas?
Begini. Kartini yang dimaksud adalah para tenaga medis hingga petugas di sejumlah loket rumah sakit itu. Di sini, mereka bekerja penuh disiplin. Tegas tanpa pilih kasih. Meski mereka yang datang berbaju perlente, pakai sergam militer lengkap tanda pangkat, apa lagi berbaju loreng, semua dilayani dengan wajar.
Biasanya, pelayanan publik di sektor jasa transportasi ketika menghadapi orang berbaju loreng, petugas di loket rada 'ngeri'. Laler hijau kok dilawan. Begitu kesan publik yang sering muncul ketika menyaksikan pelayanan rada berbeda di lapangan.
Juga bagi pegawai aparatur negeri sipil (ASN), telat itu berarti tunjangan kinerja dipotong. Sementara Pemerintah seolah tutup mata tentang kondisi lalu lintas yang menyebabkan para pegawai dan tentara kala terhambat akibat kemacetan lalu lintas. Tidak ada pembelaan bagi ASN dan pegawai lainnya ketika terlambat. Hehehe.. itulah realitasnya.
Ada upaya mengatasi kemacetan, seperti penerapan aturan kendaraan berpelat ganjil dan genap yang dikesankan sebagai kebijakan sudah habis akal. Hehehe... karena transportasi massal seperti LRT belum ada dan juga busway belum memberi rasa nyaman bagi warga.
Begitu kesan publik yang sering muncul ketika menyaksikan pelayanan rada berbeda di lapangan. Masih banyak kejadian, namun itu tidak terlalu penting karena bukan rahasia umum lagi.
Berbeda dengan kejadian di atas, justru para perawat di RS Kepresidenan tampil beda. Di balik loket antrean pelayanan rumah sakit itu, mereka bekerja tegas tanpa mengabaikan cita rasa sopan santun dan keramahan. Sesulit dan sesibuk apa pun, ketika anggota keluarga pasien, bahkan tentara yang datang menghadap dengan muka garang, para pelayan rumah sakit memperlakukannya dengan ramah.
"Kan, berat tuh sepatu bootnya," ujar seorang pengunjung rumah sakit itu.
Di tempat lain, beberapa pasien lansia ngobrol tentang pelayanan. Ada yang tertawa di antara mereka, namun ada yang terlihat sedih. Gitulah pemandangan di rumah sakit. Beragam, belum lagi di kanan dan kiri ngobrol dengan bahasa daerahnya masing-masing. Ada yang terdengar intelek, norak hingga sok perempuan yang tengah berada di awing-awang.