Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meski Animo Jadi Politisi Rendah, Kartini Ini Punya Nyali Besar

21 April 2018   10:47 Diperbarui: 21 April 2018   11:09 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika Raden Ajeng Kartini diberi gelar pahlawan kemerdekaan tanpa bertempur, maka Kartini di sini, di Rumah Sakit Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto pun patut mendapat gelar pula. Loh, kalau diberi gelar, gelar apa yang pantas?

Begini. Kartini yang dimaksud adalah para tenaga medis hingga petugas di sejumlah loket rumah sakit itu. Di sini, mereka bekerja penuh disiplin. Tegas tanpa pilih kasih. Meski mereka yang datang berbaju perlente, pakai sergam militer lengkap tanda pangkat, apa lagi berbaju loreng, semua dilayani dengan wajar.

Biasanya, pelayanan publik di sektor jasa transportasi ketika menghadapi orang berbaju loreng, petugas di loket rada 'ngeri'. Laler hijau kok dilawan. Begitu kesan publik yang sering muncul ketika menyaksikan pelayanan rada berbeda di lapangan.

Foto | Dokumen Pribadi
Foto | Dokumen Pribadi
Jika anda melihat tentara berkendaraan melintas di ruas jalan busway dan menimbulkan rasa iri pengendara lainnya, belakangan ini peristiwa semacam itu sudah dianggap biasa. Apa lagi tatkala kemacetan pada jam berangkat kerja, karena warga yang sama-sama hendak menuju kantor tidak ingin terlambat. Bagi tentara, telat masuk kantor berarti hukuman disiplin sudah di depan muka.

Juga bagi pegawai aparatur negeri sipil (ASN), telat itu berarti tunjangan kinerja dipotong. Sementara Pemerintah seolah tutup mata tentang kondisi lalu lintas yang menyebabkan para pegawai dan tentara kala terhambat akibat kemacetan lalu lintas. Tidak ada pembelaan bagi ASN dan pegawai lainnya ketika terlambat. Hehehe.. itulah realitasnya.

Ada upaya mengatasi kemacetan, seperti penerapan aturan kendaraan berpelat ganjil dan genap yang dikesankan sebagai kebijakan sudah habis akal. Hehehe... karena transportasi massal seperti LRT belum ada dan juga busway belum memberi rasa nyaman bagi warga.

Begitu kesan publik yang sering muncul ketika menyaksikan pelayanan rada berbeda di lapangan. Masih banyak kejadian, namun itu tidak terlalu penting karena bukan rahasia umum lagi.

Berbeda dengan kejadian di atas, justru para perawat di RS Kepresidenan tampil beda. Di balik loket antrean pelayanan rumah sakit itu, mereka bekerja tegas tanpa mengabaikan cita rasa sopan santun dan keramahan. Sesulit dan sesibuk apa pun, ketika anggota keluarga pasien, bahkan tentara yang datang menghadap dengan muka garang, para pelayan rumah sakit memperlakukannya dengan ramah.

Layanan farmasi. Foto | Dokumen Pribadi
Layanan farmasi. Foto | Dokumen Pribadi
Meski jalan macet, para Kartini yang bekerja di Rumah Sakit Kepresidenan itu juga datang tepat waktu. Kadang, mereka harus ikut upacara. Kasihan juga sih kala menyaksikan dokter perempuan yang masih tetap mengenakan baju militer lengkap pangkat dan sepatu militernya.

"Kan, berat tuh sepatu bootnya," ujar seorang pengunjung rumah sakit itu.

Di tempat lain, beberapa pasien lansia ngobrol tentang pelayanan. Ada yang tertawa di antara mereka, namun ada yang terlihat sedih. Gitulah pemandangan di rumah sakit. Beragam, belum lagi di kanan dan kiri ngobrol dengan bahasa daerahnya masing-masing. Ada yang terdengar intelek, norak hingga sok perempuan yang tengah berada di awing-awang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun