Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perempuan Politik, Itu Retorika dan Kebijakan Setengah Hati

9 Maret 2018   14:24 Diperbarui: 9 Maret 2018   16:22 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yohana Susana Yembise adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Kabinet Kerja 2014-2019. Ia menjadi sangat dikenal karena menjadi menteri dan guru besar perempuan pertama dari Papua. Foto | Detak

***

Kita boleh menganggap keputusan itu sangat monumental dan langkah berani mengingat pandangan miring terhadap hak perempuan untuk berpolitik masih ada. Alasan kaum pria yang tidak setuju sering kali mengangkat argumentasi begini. Tidak bahagialah suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada seorang perempuan.

Argumentasi yang berseliweran pada tahun 50-an hingga 1960 dapat dikikis dengan keputusan Syariah pada Muktamar NU 1961 di Salatiga, Jawa Tengah, bahwa perempuan diperkenankan menjadi kepala desa. Keputusan itu lantas dikuatkan pada Munas Alim Ulama 1997 di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Organisasi kemasyarakat (Ormas) Islam terbesar itu memberi lampu hijau atas perempuan dalam berbagai sektor, sekali pun untuk posisi kepala negara.

Realitasnya, kelompok pria yang mengaku sebagai orang NU di sebuah kementerian belum merasa ikhlas jika ada perempuan menjabat selevel direktur. Kadang isu-isu minor dan fitnah diangkat, khususnya yang berkaitan dengan perselingkuhan. Karenanya, kebijakan perempuan setara dengan lelaki masih terkesan setengah hati. Kalaupun ada perempuan memiliki kecerdasan melebihi dari rata-rata, maka yang bersangkutan jarang diberi kesempatan tampil.

Puan Maharani adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia pada Kabinet Kerja. Foto | Antara
Puan Maharani adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia pada Kabinet Kerja. Foto | Antara
Penulis bukanlah ahli agama. Namun dalam berbagai literatur sering diangkat alasan kaum pria menolak perempuan menjadi pemimpin. Dalam suasana Pilkada 2018, boleh jadi hal ini akan terulang kembali sebagai isu. Kita pun ingat betapa kerasnya sekelompok orang menentang Megawati Soekarno Puteri ketika mencalonkan diri sebagai presiden.

Kalau saja, misalnya, Sri Mulyani yang kini menjabat sebagai Menteri Keuangan itu mencalonkan diri sebagai presiden atau pun wakil presiden, bisa jadi penolakan akan muncul dengan argumentasi lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan akan terulang kembali.

"Ar-Rijala qawwamun 'ala-n-nisa (QS An-Nisa {4}: 34.

Alasan itu kemudian diperkuat, tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan urusannya (mengangkat penguasa) kepada seorang perempuan.

"Lan-yufliha qaumun wallau amrahum imra'atan" --Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Kita pun mahfum, dalam tahun politik berbagai pihak melakukan prediksi terhadap isu-isu yang bakal diangkat untuk menarik hati warga. Tidak mustahil isu agama paling mudah diangkat. Ya, tadi, isu soal perempuan yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah akan diterpa isu paling sensitif, yaitu melalui agama.

Dra. Khofifah Indar Parawansa adalah Menteri Sosial Indonesia ke-27 sejak 27 Oktober 2014.ia juga adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ke - 5 pada Kabinet Persatuan Nasional. Foto | Antara
Dra. Khofifah Indar Parawansa adalah Menteri Sosial Indonesia ke-27 sejak 27 Oktober 2014.ia juga adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ke - 5 pada Kabinet Persatuan Nasional. Foto | Antara
Namanya tahun politik, apa pun bisa dimainkan. Bisa digoreng, kata orang zaman now. Mulai isu pertanahan, isu PKI bangkit, isu kesamaan hak, kesenjangan ekonomi dan masih banyak lagi. Harapan kita tentu isu SARA tidak diangkat, sehingga Pilkada dapat berjalan Jurdil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun