Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sensus Agama Gagal Dilaksanakan, Kerumitan Mengintai

13 November 2017   15:32 Diperbarui: 14 November 2017   10:09 2403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dewi Kanti, penghayat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan (dokumentasi pribadi) | kompas.com

Kini, lepas dari alasan jadi dan tidaknya penyelenggaraan sensus agama, yang jelas Kemendagri wajib mengindahkan putusan MK tersebut. Setiap warga warga negara yang menganut penghayat kepercayaan dapat dicantumkan pada kolom agama di Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau KTP-el.

Keputusan MK itu jelas-jelas bersifat konstitusional seperti yang pernah diungkap penulis di rubrik ini dengan judul "MK Memberi Penegasan Agama Leluhur Diakui". Baik Kemendagri maupun Kemenag harus berkoordinasi untuk menata kembali sistem kependudukan yang berlaku saat ini.

Kemdagri perlu berkoordinasi dengan Kemenag dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendibud) melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) untuk segera memasukan ke dalam sistem aplikasi database. Terpenting lagi melakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia (514 kabupaten).

Seperti diwartakan sebelumnya, MK mengabulkan gugatan empat penghayat kepercayaan, yaitu Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim terkait Pasal 61 yang menjelaskan tentang pengisian kolom agama pada KTP. Atas gugatan itu, MK menyatakan bahwa kata "agama" dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk 'kepercayaan'.

Dengan putusan ini, Kemenag patuh dan mendukung putusan MK karena bersifat final dan mengikat. Namun pihak jajaran Kemenag masih perlu berkoordinasi dengan pihak MK untuk memperjelas cakupan dari putusan ini. Apakah hanya terkait dengan pengisian kolom KTP atau lebih dari itu.

***

Penting diingat bahwa putusan itu tidak berarti mempersamakan antara kepercayaan dengan agama. Berdasarkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara ditegaskan bahwa aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama.

Karena itu, jajaran Kemenag perlu berkoordinasi dengan MK untuk mendalami keputusan itu. Tujuannya, sudah tentu, agar masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap. Apa lagi saat ini Kemenag tengah menyusun RUU Perlindungan Umat Beragama. Dengan adanya putusan MK ini nantinya akan menjadi masukan dalam pembahasan.

Sampai saat ini Kemenag mencatat lebih kurang ada 187 Aliran Kepercayaan di Indonesia. Dan catatan di Kemendagri lebih dari itu. Belum ada angka yang pasti. Yang jelas, para penghayat kepercayaan selama ini dibina oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Seperti diungkap Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kemenag, Dr. H. Mastuki M. Ag, kementerian itu tidak memiliki kewenangan secara langsung untuk melakukan pembinaan terhadap aliran kepercayaan.

Meski begitu, ia memastikan hak-hak layanan para penganut aliran kepercayaan dalam menjalankan keyakinannya tetap dijamin oleh negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun