Mohon tunggu...
Edy Priyatna
Edy Priyatna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja swasta dibidang teknik sipil, tinggal di daerah Depok, sangat suka menulis...apalagi kalau banyak waktunya, lahir di Jakarta (1960), suka sekali memberikan komentar, suka jalan-jalan....jalan kaki lho, naik gunung, berlayar....dan suka sekali belajar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lebaran di Pondok Petir, Mudik di Kampung Sendiri

31 Agustus 2011   14:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:20 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13013791301221151128

Orang Jawa, orang Sumatera, Orang Kalimantan, Orang Sulawesi yang tinggal dan bekerja atau mencari nafkah di Jakarta mereka rata-rata semua pada Mudik atau pulang kampung. Mudik merupakan agenda rutin tahunan bagi kebanyakan orang Indonesia. Begitulah, mudik mengokohkan kembali akar identitas tiap orang pemudik, sekalipun ada pepatah ‘di mana kaki dipijak, di situ langit dijunjung’.

Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri dalam khasanah budaya Indonesia, jadi forum mudik bagi belasan juta orang, kebanyakan dari kota besar sebagai urbanis yang mencari rejeki, karir, dan sebagainya. Rata-rata semua mudik dilakukan setiap setahun sekali. Istilah ‘mudik’ sendiri adalah jika mereka berdomisili tetap di kota dan kampungnya di lain lokasi yang biasanya cukup jauh. Bagaimana dengan warga Jabodetabek dalam ber ‘mudik’? Warga masyarakat yang domisili tetapnya di Jakarta dan kota-kota sekitar, mulai dari Bogor, Parung, Depok, Tangerang atau Bekasi. Apakah mereka mudik juga?

Seorang warga pinggiran Betawi di Kampung Pondok Petir, Kelurahan Pondok Petir, Kecamatan Bojong Sari, Kota Depok, mengatakan. "Ini mah kampung gua… Eit dah, gua pulang kampung saban sari, bang," kata Syahroni dengan bangganya.

[caption id="attachment_132373" align="aligncenter" width="504" caption="Syahroni Warga Pondok Petir (foto Pribadi)"][/caption]

Menurut laman Wikipedia, Pondok Petir adalah sebuah kelurahan yang terletak di kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat, Indonesia. Wilayahnya terletak di bagian Barat Kota Depok, di Utara berbatasan dengan Pamulang, Tangerang Selatan, bagian Timur berbatasan dengan Kelurahan Serua, di Selatan dengan Kelurahan Curug, dan di Sebelah Barat dengan Rawa Kalong, Kab. Bogor.

Tidak banyak yang tahu bahwa Pondok Petir awalnya adalah sebuah kampung yang bersebelahan dengan kampung Curug, di daerah ini banyak petani sayuran dan buah-buahan yang biasanya dikirim ke Pasar Kebayoran Lama atau ke Pasar Parung. Sebagian besar penduduknya berbahasa ‘betawi pinggiran’, logat betawi campur bahasa sunda daerah Bogor.


Pada siang terik itu, Bang Udin ditemani Markonih sedang duduk santai di atas sebuah bangku kayu pos ronda tepat di depan pintu gerbang kampung Pondok Petir. Kedua tukang ojek itu sedang bersenda gurau satu sama lain, membicarakan soal mudik dan kapan waktu lebaran 1 syawal 1432 H yang belum diputuskan oleh Pemerintah padahal puasa sudah berjalan selama 28 hari.

Bang Udin ngobrol soal mudik lebaran sama temannya itu, ”Kite kan orang kampung sinih, jadi ora perlu ngiri ame yang pada mudik. Rasanye sama aje koq lebaran di sonoh ame di sinih.” Markonih yang memakai kaos oblong bercelana kain biru dongker, ikut menyahut : “Iya bang, bujug dah…..kite mah mudik di kampung sendiri kapan, enak banget ya…...” Sebagai tukang ojek mereka sering mengantar orang pulang kampung, terutama para pekerja pabrik yang ada di daerah tempat mereka mangkal.

Kebiasaan Warga Kampung Saat Lebaran Seperti orang Betawi, warga Pondok Petir pun mengenal adanya budaya sungkem-sungkeman atau meminta maaf dari yang muda ke tua dan nyekar atau mengunjungi kuburan keluarga hanya untuk membersihkan dan mengirimkan doa. Lebaran di Pondok Petir sangatlah ekonomis dan tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk transportasi karena sebagian besar penduduk yang tinggal disana saling terikat atau termasuk ke dalam keluarga.

”Maklum aje, orang tua kite pan gede di sinih, kite juga pada gede di sinih, anak kite gede juga gede di sinih. Gimane kagak banyak keluarganye,” kata Bang Udin yang memiliki tujuh orang anak, enam orang cucu dan seorang cicit.

Sementara Markonih tukang ojek yang juga buruh bangunan mengatakan, biasa orang kampung sini melakukan tahlilan sebelum lebaran untuk mendoakan keluarganya yang sudah meninggal dunia. Acara nyekar biasanya dilakukan sebelum bulan puasa dan pas hari lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun