Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Bilang Ahok Fasis?

21 Juli 2016   06:47 Diperbarui: 21 Juli 2016   08:07 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Edy Mulyadi*

Hari-hari ini ada dua kata yang jadi lebih populer, khususnya di jagad media sosial (maksud saya, termasuk di pemberitaan media online). Kata pertama, Ahok. Kedua, fasis. Uniknya lagi, dua kata ini kok disandingkan. Jadilah kalimat “Ahok Fasis” bertebaran di medsos.

Beberapa netter menulis dengan tanda tanya (?) di belakang  “Ahok Fasis”, menjadi “Ahok Fasis?”. Tapi, sebagian lain lugas-lugas saja, tanpa embel-embel apa pun. Seperti tanpa beban. Mungkin mereka yang disebut belakangan ini yakin betul, bahwa Ahok memang fasis.

Tapi, ada lagi yang menambahkan kata “neo” di depan fasis. Jadilah “neofasis.” Nah, ini menarik. Paling tidak, begitulah yang ditulis Ale Raya dalam Kompasiana yang diberinya judul Citra Dirinya Neofasis & Arogan, Dimanakah Tempat Ahok? Artikel menarik ini bisa diklik.

Lewat artikelnya, Ale membandingkan Ahok dengan Gubernur DKI yang legendaris, Ali Sadikin. “Ahok jelas bukan Bang Ali” tulisnya dalam subjudul artikel itu. Dia juga menyebut sejumlah tokoh China negeri ini dengan berbagai latar belakang dan jasa-jasanya kepada Indonesia.

Ale juga menyebut Rizal Ramli, Menko Maritim dan Sumber Daya yang membatalkan reklamasi Pulau G. Nah, Ahok yang meradang karena pembatalan itu, mulai mencari gara-gara dengan Rizal Ramli yang memang sudah ‘badung’ sejak mahasiswa.

“Jadi, Ahok salah alamat dan kualat mencoba melawan Rizal Ramli, yang mungkin di tahun 1978 Ahok masih pakai celana buntung dan pegang balon mainan warna-warni sambil minum susu kaleng, di saat yang bersamaan Rizal Ramli sudah dikejar-kejar Soeharto karena menentang kediktatoran dan ketidakadilan, dan untuk nilai-nilai kebenaran itu Rizal dipenjarakan oleh rezim fasis Soeharto.” Tulis Ale dalam salah satu paragrafnya.

Untungnya, Rizal Ramli menanggapi santai berbagai manuver Ahok, termasuk upayanya lapor ke Presiden. “Jangan cenganglah jadi orang. Masa segala macem mau diaduin sama Presiden," kata Rizal Ramli usai Rakor di Kentor Kementerian Kalutan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Rabu (16/7/2016).

Maklum, Ahok memang bukan lawan yang selevel. Rizal Ramli sudah berdiri dan menyuarakan kebenaran dengan lantang di hadapan Soeharto sejak tahun 1978an. Padahal, siapa pun tahu, penguasa Orde Baru selama hampir 32 tahun itu sangat ‘sakti mandraguna’ di zamannya. Dia juga berhadapan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena berbagai kebijakan ekonominya yang cenderung neolib.

Tapi, sudahlah. Saya tidak ingin membahas tulisan Ale Raya, termasuk mengapa dia menambahkan kata “neo” pada “fasis” yang kemudian dilekatkannya pada Ahok. Tapi, seperti saya tulis pada pembuka artikel ini, betapa kata Ahok dan fasis belakangan jadi lebih pupuler, inilah yang menarik perhatian saya.

Nasionalis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun