Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangun Keadilan dan Pemerataan dengan Tol Laut

30 Mei 2016   17:17 Diperbarui: 30 Mei 2016   17:25 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh Edy Mulyadi*

Tol laut, ‘makhluk asing’ yang diperekenalkan oleh Presiden Joko Widodo itu, kini mulai menampakkan wujudnya. Ia bukan lagi dongeng yang membingungkan benak dan membuat kening berkerut.

Paling tidak, begitulah yang disampaikan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, usai menggelar Rakor tentang Tol Laut, di kantornya, Senin (30/5). Rakor dihadiri para pejabat dari kementerian dan lembaga terkait. Mereka antara lain Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro, pejabat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Pariwisata, Dirut PT Pelni (Persero), dan lainnya.

“Tol Laut yang digagas Presiden Jokowi sudah berada pada track yang benar.  Dampaknya juga bagus, khususnya dalam hal penurunan harga di beberapa daerah. Tentu saja, masih ada kekurangan di sana-sini. Untuk itulah Kemenko Maritim dan Sumber Daya bersama kementerian dan lembaga terkait terus berusaha menyempurnakannya,” ujar Rizal Ramli.

Buat sebagian besar kita, bisa jadi tol laut masih terasa asing. Baiklah, sebelum kita bicara panjang lebar, berikut latar belakang konsep tol laut yang digadang-gadang Presiden.

Konsep tol laut lahir dari kenyataan, bahwa selama ini banyak orang memandang laut sebagai pemisah daratan. Perspektif ini berakibat kita kurang memanfaatkan kekuatan dan kelebihan laut. Padahal, dengan mengubah cara pandang seperti ini, kita bisa melihat laut justru sebagai pemersatu belasan ribu pulau yang dimiliki Indonesia.

Cara pandang seperti ini akan menjadikan seluruh daratan dan lautan wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Cara pandang inilah yang melahirkan gagasan tentang tol laut. Konsep ini sekaligus menegaskan kembali Indonesia sebagai bangsa maritim.

Membentang 5.000 km

Pada dasarnya, konsep tol laut yang dimaksud Jokowi adalah suatu jaringan transportasi laut dengan kapal atau sistem logistik kelautan, yang melayani tanpa henti dari Sabang hingga Merauke.  Sebuah jalur yang membentang sejauh 5.000 kilometer. Ulangi, 5.000 km. Ini bukan jarak yang main-main, karena ia setara dengan seperdelapan keliling bumi. Dengan begitu, roda perekonomian bisa bergerak secara efisien dan merata. Dengan konsep tol laut, akan ada kapal-kapal besar yang hilir-mudik di laut Indonesia. Ujung-ujungnya biaya logistik menjadi murah.

Sebagai sebuah gagasan, tol laut memang dahsyat.  Konsep ini kian menemukan justifikasi, mengingat Indonesia adalah negara maritim. Lebih dari 2/3 wilayah kita adalah lautan. Maka, apa yang disampaikan Jokowi pada pidato kenegaraan pertamanya usai dilantik di Gedung DPR/MPR RI, Senin (20/10), menemukan pembenarannya. Saat itu, dalam pidatonya, dia menyatakan bangsa Indonesia sudah terlalu lama melupakan pentingnya pembangunan dan memajukan sektor maritim.

 “Kita terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera. Kita akan mengembalikan semua. Saya berjanji akan mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim dengan memanfaatkan laut, teluk, dan selatnya,” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun