Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Ada Kurawa di Istana

6 Juli 2017   12:57 Diperbarui: 7 Juli 2017   06:22 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

"Kita semua tidak mau Indonesia mengalami nasib seperti Astina, yang setelah ditinggalkan Pandawa dikuasai oleh Kurawa. Jangan serahkan Indonesia pada Kurawa," kata ekonom senior Rizal Ramli saat memberi sambutan pada acara Halal Bihalal di kantornya, bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (5/7).

Selepas shalat maghrib berjamaah, lelaki yang pernah menjadi Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu mengutip kisah Mahabrata. Yudistira adalah tokoh berkarakter pemimpin yang bijaksana. Tetapi ada saatnya dia keliru, termasuk ketika meladeni tantangan Kurawa untuk bermain judi.

Perjudian sulung Pandawa itu ternyata tidak main-main. Selain fulus, Bima, Arjuna, dan si kembar Nakula-Sadewa pun dipertaruhkan. Bahkan Drupadi, istrinya pun jadi taruhan. Terakhir, Yudistira menjadikan negeri Indraprasta sebagai taruhan. Kisah berakhir dengan tragis. Pandawa kalah berjudi. Istana menjadi milik Kurawa. Pandawa terusir dari Indraprasta dan harus berkelana di hutan belantara.

Rizal Ramli tengah bertamsil. Bangsa ini, kata dia, mengalami apa yang terjadi pada Pandawa, yaitu berjudi dengan taruhan yang amat mengerikan. Perjudian pertama terjadi saat Pilkada DKI silam. Pemihakan pada para kandidat menyebabkan warga Jakarta khususnya dan rakyat Indonesia umumnya terpolarisasi amat tajam. Kegaduhan sangat luar biasa terjadi dan nyaris menyulut konflik horisontal secara massal.

Perjudian kedua, adalah membiarkan perkara ekonomi negeri ini terus-menerus ditangani para menteri pengusung mazhab neolib. Padahal, selama nyaris 72 tahun Indonesia merdeka, penerapan ekonomi neolib telah terbukti gagal mengangkat kesejahteraan mayoritas rakyat Indonesia. Neoliberalisme justru menjadi pintu gerbang bagi masuknya neokolonialisme.

Lelaki yang pernah menjadi penasehat ekonomi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bersama tiga pemenang Nobel ekonomi itu memang menyebut yang kini tengah berjudi adalah bangsa Indonesia. Tapi, tentu saja publik paham, bahwa tanggung jawab utama berada di tangan Presiden selaku Kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.

Saya lebih suka menyebut yang tengah berjudi adalah Presiden Jokowi. Pada pertaruhan pertama saat Pilkada DKI, publik sudah mencapai titik haqqul yakin, bahwa Istana membela dan melindungi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Untungnya Allah Yang Maha Penyayang masih menyelamatkan Jakarta dan Indonesia. Ahok kalah di Pilkada. Di pengadilan, dia juga divonis dua tahun penjara karena kasus penistaan agama yang dilakukannya. Alhamdulillah...

Di ujung tanduk?

Jokowi yang modal sosial dan politiknya nyaris ludes karena kasus Ahok, bisa dikatakan kini berada di ujung tanduk. Pasalnya, dia masih terus saja menyerahkan urusan ekonomi kepada para menterinya yang menjadi komparador juragan neolib. Inilah pertaruhan kedua, di sektor ekonomi.

Paham neolib yang dengan konsisten diterapkan melahirkan kebijakan konstraksi habis-habisan alias austerity policy saat ekonomi melemah. Pememotongan anggaran tahun lalu saja mencapai Rp133,8 triliun. Padahal, pemotongan anggaran hanya bagus di mata internasional (baca: World Bank, IMF, ADB, dan para konconya). Kenapa? Dengan memotong anggaran, nilai aset di dalam negeri, bakal stagnan. Bahkan bisa turun. Nah, saat itulah investor getol belanja aset di sini.

Pemotongan anggaran memang memberi ruang fiskal lebih luas kepada APBN. Tapi kelonggaran ini dimanfaatkan untuk membayar bunga dan pokok utang luar negeri. Tentu saja, para bond holder bersorak-sorai karenanya. Apalagi Menkeu memang sangat dikenal rajin mengobral bunga supertinggi tiap kali obligasi yang diterbitkan negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun