Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Presiden dan Wakilnya yang (Benar-benar) Dibutuhkan

9 Agustus 2018   17:20 Diperbarui: 9 Agustus 2018   17:51 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Saya tidak habis pikir, kok bisa-bisanya para elit Parpol hari-hari ini bertingkah menyebalkan dan memuakkan. Saat 260 juta lebih rakyat Indonesia berharap negerinya bakal keluar dari multikrisis, para elit justru asyik mempertontonkan syahwat atas kuasa dan tahta yang begitu menggelegak.

Untuk urusan capres dan cawapres, mereka bisa abai terhadap rekomendasi Ijtima' Ulama dan Tokoh Nasional yang digelar di penghujung Juli silam. Dan, yang lebih gila lagi, mereka bahkan tidak peduli pada NKRI yang compang-camping didera berbagai masalah.

Padahal para elit ini tahu persis, dalam hampir empat tahun belakangan Indonesia dibelit tiga persoalan besar dan serius. Pertama, terkoyaknya rasa keadilan karena hukum  tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Kedua, fragmentasi sosial berbau SARA yang menyengat. Khusus untuk masalah ini, ummat Islam yang jadi penduduk mayoritas merasa rezim sekarang memusuhi dan menzalimi mereka. Akar dari problem kedua karena Istana kini dijejali nonmuslim, kaum sekuler, dan para pengidap Islamofobi kronis.

Masalah ketiga, persoalan ekonomi yang memasuki fase lampu (setengah) merah. Angka-angka yang tersaji sudah melenceng jauh dari indikator makro yang dipatok pemerintah. Negara dikepung oleh berbagai defisit. Defisit neraca perdagangan, defisit neraca pembayaran, defisit transaksi berjalan, dan defisit APBN.

Rupiah terkulai dihajar dolar Amerika. Produksi minyak mampet di bawah target. Bayang-bayang negara bakal tergadai karena utang yang menembus Rp5000 begitu pekat. BUMN sempoyongan ditubruk rugi triliunan rupiah, dan lainnya, dan seterusnya.

Sebagian besar rakyat kita memang tidak peduli dengan angka-angka tadi. Biarlah sejumlah indikator makro itu dikunyah para ekonom dan sebagian elit sedikit ngerti. Rakyat kecil sudah terlampau sibuk dengan akobrat untuk menyiasati harga-harga yang terus saja terbang bak hendak menjangkau awan.

Pada saat yang sama, pendapatan cenderung stagnan dan ludes di awal-awal bulan. Bagi rakyat, lapangan pekerjaan seperti pintu benteng yang terkunci rapat-rapat, namun terbuka lebar bagi TKA asing, khususnya dari China.

Terjebak Presidential Threshold

Sudah semestinya para elit pemilik tiket Pilpres memperhatikan betul rentetan masalah ini. Mereka mesti menjadikannya sebagai konsideran utama dalam menentukan capres dan cawapres yang bakal dijagokan untuk berlaga. Bukan malah sibuk mengkalkulasi logistik dan jabatan yang bakal diraup sebagai pertimbangan utama.

Biang kerok masalah ini adalah ketentuan ambang batas mengajukan capres/cawapres (presidential threshold/PT). Aturan main yang sedianya mereka susun untuk menjegal "pemain baru" ternyata malah menjadi memerangkap diri sendiri dan gerombolannya. Untuk memenuhi ambang batas 20% dan atau 25%, jadilah mereka saling sandera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun