Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Sri Mulyani, Facebook, dan Debt Collector

18 Juli 2017   15:24 Diperbarui: 18 Juli 2017   17:38 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada tahun ini Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk membayar utang pemerintah baik dalam dan luar negeri. Jumlah persisnya Rp221 triliun hanya untuk membayar bunga utang, alias setara dengan empat kali lipat belanja sosial pemerintah. Sebagai info, tahun lalu anggaran untuk membayar utang Rp182,8 triliun.

Pada titik ini, amat layak jika kepada Sri Mulyani kita bertanya, mana peningkatan belanja sosial pemerintah untuk melindungi kelompok termiskin agar tidak makin tertinggal? Bukankah faktanya justru sebaliknya? Belanja sosial dalam bentuk berbagai subsidi untuk rakyat terus dipangkas. Tidak peduli rkyat tercekik beratnya beban hidup. Di sisi lain alokasi untuk membayar utang  bukan saja aman, bahkan jumlahnya terus membengkak. Beginilah watak dan ciri utama neolib.

Utang supermahal

Siapakah para pemberi utang kepada republik ini? Mereka adalah para kreditor dan bond holder atau biasa disebut sebagai investor. Kumpulan investor inilah yang dalam mazhab neolib sering disebut sebagai "pasar". Jadi, kalau mereka berkata Sri adalah Menkeu yang disukai pasar, artinya Menkeu kita disenangi investor alias para bond holder dan kreditor.

Kelompok inilah yang menikmati laba supergede dari obligasi pemerintah yang diterbitkan semasa Ani menjadi Menkeu. Pasalnya, perempuan kelahiran Lampung, 26 Agustus 1962 ini dikenal sangat royal menebar bunga supertinggi untuk tiap surat utang yang diterbitkannya.

Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra menunjukkan, bahwa bunga obligasi Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan 10 negara Asia Timur lainnya. Padahal, dari sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia (5,04%%) adalah keempat tertinggi. Kita mengalahkan Malaysia (4,5%), Singapura (1,8%), Thailand (3,2%), Korsel (2,3%), Taiwan (1,4%),  dan Hong Kong ((1,9%).

Tapi, tetap saja Ani mengobral bunga supertinggi untuk obligasi bertenor 1 dan 10 tahun. Bunga kita yang 6,17% untuk setahun dan 7,08% untuk obligasi 10 tahunl. Bandingkan dengan Filipina (2,9% dan 5,4%), Vietnam (3,9% dan 5,76%), dan Thailand (1,57% dan 2,6%).

Jika dilihat selisih bunga itu sepertinya kecil, hanya 2-4%. Tapi dengan asumsi bertenor 10 tahun, nilai nominalnya sangat luar biasa. Angkanya berkisar Rp56 triliun lebih tinggi setiap tahun sejak 2016-2020.

Kenapa sampai 2020? Karena sebagian besar utang berbunga supertinggi itu terjadi saat Ani menjadi Menkeu di era Presiden SBY, yaitu 2006-2010. Dalam periode itu, dia menjaring utang tidak kurang dari Rp476 triliun. Nah, sekarang silakan dikalikan saja, berapa selisih bunga yang harus dibayar Indonesia selama 10 tahun itu. Maka ada duit Rp95 triliun selisih yang kita bayar dibandingkan ketiga negara tadi.

Sepertinya, sebagai Menkeu jeng Sri terlampau fokus dan amat bersemangat memalak rakyat lewat berbagai pajak dan penghapusan subsidi. Dia juga terus saja sibuk membuat utang baru. Alasannya untuk mengamankan APBN. Agar terbuka ruang fiskal yang lebih lebar, katanya. Padahal, duit itu untuk mengamankan alokasi pembayaran utang kepada para majikan asingnya. Kalau sudah begini, apa bedanya Menkeu dengan debt collector?

Terus, bagaimana dengan untaian kalimat indah dan adem di facebook tadi? Katanya mau meningkatkan belanja sosial untuk melindungi kelompok termiskin agar tidak makin tertinggal? Buktinya kok sebaliknya? Jangan-jangan, kinerja tidaklah penting. yang penting menjaga cicilan utang jangan sampai menunggak. Begitu, ya? (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun