Mohon tunggu...
Edwin Rahmat
Edwin Rahmat Mohon Tunggu... Dosen - Magister Ekonomi Perbankan Syariah

Pengajar di Jurusan Perbankan Syariah UIA Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengetahui Akad dalam Perbankan Syariah di Indonesia

28 November 2018   15:49 Diperbarui: 28 November 2018   20:21 14717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini banyak orang islam terutama di Indonesia yang belum mengenal secara detail tentang Perbankan Syariah. Tentu hal ini juga berdampak kepada pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia. menurut data OJK pertumbuhan perbankan Syariah memang meningkat kisaran 20% per tahunnya, tetapi masih jauh dibandingkan market share seluruh perbankan maka perbankan syariah hanya berada di kisaran 5%. Merupakan sebuah "paradoks" negara dengan basis islam terbesar tetapi pengetahuan tentang perbankan syariah masih rendah. Salah satu yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia adalah kurangnya pemahaman tentang perbankan syariah itu sendiri. 

Umat Islam harus mengetahui bahwa Perbankan Syariah merupakan sebuah solusi dari berbagai macam kebutuhan ekonomi, bukan hanya mempermudah transaksi tetapi yang lebih penting adalah agar terhindar dari hal yang memang di larang oleh syariat agama. jadi apakah Bank Konvensional itu Haram?  yang haram bukan banknya melainkan akad-akad yang ada di dalamnya, islam tidak menghukumi satu masalah lantas memukul rata semua sebagai larangan, namun kehati-hatian harus diterapkan pada setiap muslim agar terhindar dari kesalahan yang lebih besar. Di Indonesia sendiri Fatwa tentang akad-akad Perbankan Syariah diatur oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) sebagai pemberi Fatwa maupun Peraturan Bank Indonesia (PBI). jadi perbankan akan mengeluarkan produk-produknya berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang meminta fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI. berikut adalah akad-akad yang ada di Perbankan Syariah di Indonesia.

BAI' AL-MURABAHAH

Murabahah menurut DSN adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba, atau bahasanya mudahnya adalah jual beli. Akad Produk pembiayaan ini berpedoman pada fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 dan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Didalam praktik Pebankan Syariah Murabahah adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip/Akad Murabahah dimana Bank Syariah membiayai pembelian Rumah/Mobil atau barang multiguna atau Barang untuk Modal Kerja  atau Investasi  sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. hal-hal yang menggunakan akad Murabahah yaitu jual beli rumah, apartemen, ruko/rukan, tanah kosong (kavling), villa, dan motor maupun mobil, juga seperti barang elektronik, perlengkapan rumah tangga, renovasi rumah dan lain-lain, kemudian untuk membeli bahan baku kertas dalam rangka pesanan percetakan. dan bisa di gunakan juga Pembiayaan Investasi, misalnya untuk membeli mesin cetak. contoh jika nasabah ingin membeli suatu mobil maka nasabah mengajukan ke Bank, maka bank akan membelikan mobil yang diinginkan tersebut, pihak bank bisa memberikan kuasa kepada nasabah untuk negosiasi kepada pemilik mobil (wakalah), kemudian pihak bank dan nasabah melakukan negosiasi bagaimana tahap-tahap pembayaran.

WADI'AH

Wadi'ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu. Produk ini berpedoman pada fatwa DSN MUI No.01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro, fatwa DSN MUI No.02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan, fatwa DSN-MUI No.36/DSN- MUI/X/2002 tentang sertifikat wadi'ah Bank Indonesia, Peraturan Bank IndonesiaNo. 09/19/PBI/2007 dan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Dalam Implementasinya wadi'ah terbagi dua yaitu Wadi'ahyadal-Amanah (TrusteeDepository) Al-wadi'ah Yad al-Amanah adalah titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (penitip) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara (disimpan) barang/uang tanpa mengelola barang/ harta tersebut. Dan pihak lain (bank) tidak dibebankan terhadap kerusakan atau kehilangan pada barang/harta titipan selama hal tersebut.Digunakan di bank syari'ah dalam: Jasa safe deposit box yang merupakan jasa titipan dimana bank hanya menyediakan fasilitas penitipan, mengatur sistim administrasi untuk masuk dan keluar ruang fasilitas, sedangkan kunci diserahkan kepada nasabah sehingga bank tidak bisa akses mengetahui isi dan titipan tersebut. Bank dapat membebankan fee (biaya sewa/ujrah) kepada nasabah atau pengguna fasilitas box tersebut sekaligus bertanggung jawab atas pengamanan ruang berikut fasilitasnya. Jasa safe kepping yang merupakan jasa penitipan yang diberikan oleh bank dalam rangka mengamankan dokumen /surat-surat berharga nasabah sehubungan dengan jaminan nasabah atas fasilitas yang didapatkan dari bank. Pada umumnya bank tidak akan mengambil fee atas penyimpanan surat berharga ini, karena penyimpanan ini merupakan kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan dengan hak dan kewajiban nasabah terhadap bank. Wadi'ah yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) Wadi'ah yad adh-Dhamanah ini merupakan titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (nasabah) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara barang/harta tersebut dan pihak lain (bank) dapat memanfaatkan dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat,saat si pemilik menghendaki. Konsekuensinya jika uang itu dikelola pihak lain (bank) dan mendapat keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak lain (bank). Bank boleh memberikan bonus atau hadiah pada pihak pertama (nasabah) dengan syarat tidak boleh disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad, akan tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak bank. digunakan dalam Giro (Current Account) Wadi'ah dan Tabungan (Saving Account) Wadi'ah.

Al-QARDH

Definisi DSN al-Qardh adalah akad pinjaman kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikannya pada waktu yang telah ditentukan. Produk pembiayaan ini berpedoman pada fatwa DSN MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al- Qardh, Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 dan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Di dalam implementasinya akad ini jarang digunakan oleh pihak Bank Syariah karna dalam akad ini tidak boleh ada penambahan atas akad pinjaman tersebut, sesuai kaidah fiqih "Setiap piutang yang mendatangkan (mengambil) manfaat/kenutungan/tambahan, maka itu adalah riba." oleh karna itu jikapun digunakan maka pihak bank sangat berhati-hati dalam pelaksanaanya karna disatu sisi tidak bisa mengambil keuntungan dan disisi lain bank juga meminimalisasi risiko yang akan terjadi. adapun biasanya bank menggunakan akad ini Sebagai produk pelengkap bagi nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya uang tersebut. Contoh: Pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Sebagai fasilitas bagi nasabah yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak dapat menarik dananya, misalnya karena deposito.
Contoh: Produk kartu pembiayaan syariah (Syariah charge card). Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha apabila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah (upah-mengupah atau sewa-menyewa), atau mudharabah (bagi hasil). Dalam hal ini telah dikenalkan produk khusus dalam perbankan syariah yang disebut Qardhul Hasan. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.

MUDHARABAH

Mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Produk ini berpedoman pada fatwa DSN MUINo.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mudharabah, Peraturan Bank IndonesiaNo. 09/19/PBI/2007 dan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 

Dalam Implementasinya Bank Syariah menggunakan akad ini dalam penghimpunan dana tabungan berjangka, yaitu tabungan tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan qurban, deposito, dan lain-lain. Deposito Spesial (special investment), dimana dana yang diberikankan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah (jasa) saja. kemudian Dalam Penyaluran Dana / Pembiayaan Pembiayaan modal kerja seperti pembiayaan modal kerja perdagangan atau jasa. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus, penyaluran dana khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemberi dana (shahibul maal).

Jenis-jenis murabahah pada Bank Syariah Mudharabah Muthlaqah (unrestricted Investment Account/ investasi tidak terikat)Pemilik modal (shahibul maal) tidak menetapkan batasan atau syarat-syarat tertentu kepada si pengelola (mudharib). Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account/ investasi terikat) Pemilik dana menetapkan batasan-batasan atau syarat-syarat tertentu kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan obyek investasi. Mudharabah muqayyadah terbagi dua yaitu Mudharabah Muqayyadah On Balanche Sheet, yaitu aliran dana terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksanan usaha dalam sektor-sektor tertentu, atau dalam jenis akad tertentu, ( dan bank menanggung risiko atas penyaluran dana investasi, disebutExecuting Agent/Executing). Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet, yaitu aliran dana darisatu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan. Bank hanya bertindak sebagai arranger (perantara), (dan bank tidak menanggung risiko, disebut Channeling Agent/ Channelling). Mudaharabah Musytarakah Merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah). Mudharabah Musytarakah adalah bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib) menyertakan modalnya/dananya dalam kerjasama investasi tersebut. Berlandaskan pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) nomor 50/DSN- MUI/III/2006 tentang akad Mudharabah Musytarakah.

Jaminan dalam Mudharabah Pada dasarnya tidak ada jaminan atas modal, namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminandari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

MUSYARAKAH

Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Produk pembiayaan ini berpedoman pada fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Musyarakah, Peraturan Bank Indonesia No. 09/19/PBI/2007 dan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 

Dalam pelaksanaannya Musyarakah biasa digunakan dalam Pembiayaan Proyek. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank syariah sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesei, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Modal Ventura Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan disvestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

BAI' SALAM

Bai' Salam adalah Jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu, Produk pembiayaan ini berpedoman pada fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Bai Salam, Peraturan Bank Indonesia No. 09/19/PBI/2007 dan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

dalam implementasinya akad Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada (dipesan). Barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara tunai. Bank Syariah bertindak sebagai pembeli yang memesan barang, sementara nasabah sebagai penjual (salam I). Mengingat LKS (Lembaga Keuangan Syariah)/Bank Syariah tidak berniat untuk inventory barang, maka bank menjual barang tersebut kepada rekanan nasabah atau nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan (salam II). Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Pembiayaan salam umumnya diterapkan untuk pembelian komoditi pertanian atau barang industri seperti garmen/barang jadi. Sekilas mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi salam ini spesifikasi, kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Contoh ijon: pembeli membeli beras yang saat itu masih belum dipanen sebanyak satu hektar, dan diantar pada saat panen. Contoh bai al-salam: pembeli membeli padi sebanyak satu ton padi dari petani yang diantar pada waktu panen. contoh lain : Sebuah perusahaan konveksi meminta pembiayaan untuk pembuatan kostum tim sepakbola sebesar Rp.20 juta. Produksi ini akan dibayar pemesannya dua bulan yang akan datang. Harga sepasang kostum di pasar biasanya Rp. 40.000,- sedangkan perusahaan itu bisa menjual kepada bank dengan harga Rp. 38.000,- maka keuntungan bagi bank sebesar Rp. 2.000 per kostum atau Rp 1 juta rupiah (20 juta/Rp.38.000,- x Rp. 2000,-) atau 5 % dari modal.

ISTISHNA'

Istishna' adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang (mashnu') tertentu dengan kriteria tertentu dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mushtashni') dan penjual (pembuat/shani'). dalam perbankan syariah Istishna' adalah produk penyaluran dana dalam bentukPembiayaan berdasarkan prinsip Istishna' Pararel dimana Bank Syariah membiayai konstruksi dan atau renovasi rumah (konsumer), kebutuhan modal kerja (misal : calon nasabah adalah developer yang membutuhkan modal kerja untuk pembangunan proyek perumahan), barang kebutuhan Investasi nasabah sesuai spesifikasi yang ditentukan Produk pembiayaan ini berpedoman pada Fatwa DSN-MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna', Fatwa DSN-MUI No. 22/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual BeliIstishna' Paralel , Peraturan Bank IndonesiaNo. 09/19/PBI/2007 dan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Dalam penerapannya Produk pembiayaan Istishna menyerupai produk salam, hanya dalam istishna', pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Produk Pembiayaan Istishna' juga menyerupai transaksi murabahah mu'ajjal, namun bedanya dalam murabahah barang diserahkan di depan,istishna' barang diserahkan di belakang. bisa juga diterapkan dalam Pembiayaan Istishna' Investasi yaitu Calon Nasabah datang ke Bank Syariah mengajukan pembiayaan untuk kebutuhan Investasi (misal : pembangunan/perluasan pabrik). BANK meminta Calon Nasabah melengkapi persyaratan permohonan pembiayaan. Jika persyaratan telah lengkap, selanjutnya BANK melakukan analisa kelayakan pembiayaan. Jika calon nasabah layak dibiayai, maka BANK akan mengeluarkan Surat Persetujuan kepada calon nasabah. Calon Nasabah melakukan negosiasi dengan BANK. Jika terjadi kesepakatan, calon nasabah menandatangani surat persetujuan dan berjanji untuk melakukan transaksi Istishna' dengan BANK. Calon Nasabah dan BANK melakukan Perjanjian Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Istishna' dalam rangka pembangunan/ perluasan pabrik nasabah. BANK menunjuk Kontraktor atau pemborong bangunan berdasarkan kontrak kerja (akad fiqih Istishna Pararel) untuk membangun pabrik nasabah sesuai spesifikasi yang ditentukan. BANK dalam hal ini dapat mewakilkan kepada Nasabah (wakalah) untuk menunjuk Kontraktor sesuai pilihan nasabah. BANK membayar secara termin kepada kontraktor sesuai progess penyelesaian pekerjaan pembangunan pabrik. Dalam hal disepakati pada awal akad, nasabah dapat menunjuk BANK untuk melakukan monitoring dan pengawasan atas penyelesaian pembangunan secara periodik. Atas upaya ini BANK mendapatkan ujrah (fee) dari nasabah. BANK melalui Kontraktor (wakil) menyerahkan bangunan yang telah selesai kepada nasabah.Nasabah menerima bangunan pabrik dan membayar secara angsuran atau bertahap sesuai jadwal yang disepakati.

IJARAH

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Produk ini berpedoman pada fatwa DSN MUI Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, fatwa DSN MUI Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al- Muntahiyah bi al-Tamlik, fatwa DSN-MUI Nomor 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa, Peraturan Bank Indonesia Nomor 09/19/PBI/2007 danUndang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Dalam praktiknya Ijarah terbagi menjadi 4 macam yaitu Ijarah Muthlaqah, Berpedoman pada fatwa DSN MUI Nomor 09/DSN- MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. Ijarah mutlaqah adalah sewa menyewa/upah-mengupah.Ijarah Mutlaqah terbagi dua, yaitu: Menyewa untukjangka waktu tertentu, dan Menyewa untuk proyek tertentu.Bentuk pertama diterapkan dalam bentuk sewa menyewa barang/asset, sedangkan bantuk kedua digunakan untuk menyewa pekerja/tenaga ahli dalam usaha-usaha tertentu(ujrah wal 'umulah).  Al-Ijarahal-Muntahiyahbial-Tamlik/al-Ijarahwaal-Iqtina. Berpedoman pada fatwa DSN MUI Nomor 27/DSN- MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik Adalah akad sewa yang diakhiri dengan pengalihan kepemilikan baik dengan penjualan maupun pemberian (hibah). Pembayaran sewa telah memperhitungkan sedemikian rupa sehingga sebahagian pembayaran merupakan pembelian terhadap barang secara angsuran. Pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara yaitu: Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa; dan Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. Ijarah/Pembiayaan Multijasa Yang dimaksud dengan pembiayaan multijasa, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa (Fatwa DSN No.44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa). Ketentuan Multijasa adalah sbb: Pembiayaan multi jasa hukumnya boleh (Mubah) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. Dalam hal LKS menggunakan akad Ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa Ijarah. Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa Kafalah. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah/fee). Besar ujrah atau fee harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase. Mekanisme Ijarah/Pembiayaan Multijasa: Bank Syariah melakukan kerjasama dengan Lembaga Penyedia Jasa (Lembaga Pendidikan, Rumah Sakit, dll). Bank Syariah mewakalahkan kepada nasabah untuk membeli manfaat jasa dari pihak ketiga. Nasabah menyerahkan manfaat jasa kepada Bank Syariah. Bank Syariah mengadakan akad Ijarah Multi jasa dengan nasabah.

RAHN 

Rahn atau gadai, Produk ini berpedoman padafatwa DSN MUI No.25/DSN- MUI/III/2002 tentang Rahndan fatwa DSN MUI No.26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn emas. 

Dalam Implementasinya biasanya Kontrak rahn dipakai dalam perbankan syariah dalam dua hal yaitu Produk PelengkapRahn dipakai sebagai produk pelengkap artinya sebagai akad tambahan (jaminan atau collateral) terhadap produk lain seperti misalnya jaminan dalam pembiayaan bai'al-murabahah. Bank dapat menahan barang sebagai konsekuensi akad tersebut.Produk Tersendiri Akad rahn dapat dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan gadai biasa dalam sistim konvensional, dalam perjanjian gadai biasa di perbankan atau pegadaian konvensional, nasabah dibebankan juga bunga pinjaman yang dapat terakumulasi dan berlipat ganda. Sedangkan dalam rahn, nasabah tidak dikenakan bunga tetapi yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan serta biaya penaksiran yang dipungut dan ditetapkan diawal perjanjian. Contoh: Gadai Emas di Perbankan Syariah.

Diatas adalah beberapa akad-akad dan implementasinya dalam Perbankan Syariah. Masih ada beberapa lagi akad yang belum dijelaskan diatas. tentu penjelasan tersebut hanya sebatas pengetahuan secara umum karna setiap Bank Syariah menerapkan syarat dan ketentuan masing-masing. Penulis mengajak para umat Islam di Indonesia agar bisa beralih menggunakan Bank Syariah. Secara ekonomi agar aset dan market share Perbankan Syariah bisa bertumbuh dengan pesat di negara yang mayoritas islam dan secara agama bisa terhindar dari segala sesuatu yang dilarang oleh Allah. Menjadi pertanyaan apakah Bank Syariah bebas dari hal yang dilarang?? pada praktiknya memang bank Syariah belum sempurna, tetapi itu bukan alasan untuk tidak menggunakan bank syariah, karna dalam kaidah fiqih " Jika Ada Dua Mudharat (Bahaya) Saling Berhadapan Maka di Ambil yang Paling Ringan ". tentu memilih Bank Syariah akan jauh lebih menjauhkan kita dari hal yang dilarang oleh syariat islam. semoga Allah menjaga kita dari hal-hal yang dilarang oleh Agama. Wallahu a'lam bish-shawab

*Penulis adalah mahasiswa Magister Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun