Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021, Urgentkah?

13 November 2021   07:10 Diperbarui: 21 Desember 2021   14:56 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nadiem Makarim, Mendikbudristek (sumber: tirto.id)

Penafsiran secara gramatikal sebenarnya tidak bisa menyimpulkan bahwa Permendikbudristek PPKS sangat urgen atau tidak. Akan tetapi penulis merasa patut untuk diulas. Mengingat, perdebatan di media masa lebih memfokuskan pada makna kata dan kalimat di Permendikbudristek PPKS.

Ini yang harus diluruskan agar tidak menjadi bola liar di publik. Salah satu hal yang dipersoalkan oleh kalangan yang kontra terhadap Permendikbudristek PPKS adalah tolak ukur kekerasan seksual. Permendikbudristek PPKS, pasal 5 ayat 2 menjelaskan bahwa tolak ukur kekerasan seksual ada pada persetujuan dari pihak lain. Sebagian kalangan menilai ini berpotensi multi tafsir.

Sebab, jika acuan adalah persetujuan, maka yang melakukan tindakan asusila dengan persetujuan kedua bela pihak tidak masuk kategori kekerasan seksual. Padahal tindakan tersebut melanggar norma hukum dan agama. Inilah yang dipersoalkan oleh kalangan yang kontra dari prespektif gramatikal.

Akan tetapi pertanyaan muncul, jika demikian, apakah lantas Permendikbudristek PPKS menjadi tidak urgen? Jawabannya tentu tidak. Penulis sendiri sebenarnya sepakat dengan beberapa kalangan yang menganjurkan Mentri Nadiem Makarim merevisi kembali Permendikbudristek PPKS. Terutama pada pasal-pasal yang sekiranya dapat menimbulkan multi tafsir.

Sangatlah berlebihan jika Permendikbudristek PPKS dibatalkan hanya karena beberapa pasal yang dapat menimbulkan multi tafsir. Kemendikbudristek dapat melakukan revisi pasal tersebut berdasarkan masukan dari berbagai pihak. 

2. Penafsiran secara historis

Tentu kita harus melihat alasan dibalik terbitnya Permendikbudristek PPKS. Tidak perlu membaca dokumen atau risalah rapat untuk menafsirkan Permendikbudristek PPKS. Sebab, situasi dan kondisi pada saat Permendikbudristek PPKS dibentuk dapat ditinjau dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan.

Sebelum kita menyimpulkan Permendikbudristek PPKS urgen atau tidak berdasarkan kajian historis, maka penulis akan memarkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta berupa kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah, kampus atau tempat pendidikan lainnya. Fakta-fakta ini lah yang mungkin dijadikan alasan dibalik terbitnya Permendikbudristek PPKS.

Berikut ini rangkuman berita yang menunjukkan kekerasan yang terjadi dilingkungan kampus:

1. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, melaporkan bahwa kekerasan seksual mayoritas dialami oleh kaum perempuan dan terjadi di lingkungan kampus. Dari 48 korban kekerasan seksual, sebanyak 45 mengadu kejadian terjadi di lingkungan kampus.

2. Tirto, VICE Indonesia, dan The Jakarta Post melalukan testimoni para penyintas kekerasan seksual di kampus. Hasilnya cukup mengejutkan, dari 207 testimoni itu, 174 kasus yang berhubungan dengan institusi perguruan tinggi. Kasus terjadi didalam kampus atau diluar kampus saat melakukan kegiatan perkuliahan seperti kuliah kerja nyata (KKN), magang, atau acara kemahasiswaan. Dan kekerasan seksual itu terjadi di 79 kampus di Indonesia.

3. Survei yang dilakukan oleh Kemendikbudristek menunjukan bahwa 77 persen dosen mengakui ada kekerasan seksual dilingkungan kampus. Survei tersebut dilakukan pada 79 kampus di 29 kota terkait kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Dari ketiga data tersebut tentu membuat kita perlu berpikir kembali mengenai masa depan kampus kita. Penulis meyakini bahwa kekerasan seksual di lingkungan kampus seperti fenomena gunung es. Fenomena yang menunjukkan bahwa angka kekerasan seksual tersebut didapat dari korban yang melapor saja, sedang di luar sana masih banyak korban yang tidak berani melapor karena alasan-alasan tertentu.

Dari data tersebut, penulis menyadari bahwa kondisi kampus kita memang sedang tidak baik-baik saja. Masalah kekerasan seksual tidak bisa hanya dilihat dari angka-angka semata (kuantitas). Namun juga harus dilihat dari dampak secara keseluruhan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika dibiarkan satu terjadi, maka akan timbul kasus-kasus baru. Ini yang perlu penanganan ekstra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun