Politisi tanpa ambisi itu omong kosong. Sebab, naluri politik seyogyanya adalah ambisi merebut kekuasaan. Mengkonsolidasikan, menggerakkan dan meyakinkan publik untuk meraih dukungan. Itulah mekanisme kerja para politisi.
Politik itu tidak kotor, yang kotor itu aktor politik. Politik hanyalah cara untuk memperoleh kekuasaan sebagai amanat dari Undang-Undang Dasar (UUD). Satu-satunya cara agar dapat menjadi pemimpin seperti presiden, gubernur, bupati atau wali kota adalah melalui politik. Tujuan politik adalah membangun kekuasaan guna untuk mengatur dan menjalankan sebuah pemerintahan.Â
Seorang menteri walaupun dipilih oleh presiden atau perdana menteri, memegang jabatan politik. Sekalian pos menteri di isi oleh seorang menteri dari kalangan profesional tetaplah merupakan jabatan politik.Â
Tidak ada yang salah dengan menteri sebagai jabatan politik. Namun, seringkali aktivitas dalam memimpin kementerian disalahgunakan untuk kepentingan politik kelompok tertentu.
Dalam menjalankan tugas sebagai menteri, profesionalitas dan kapabilitas sangatlah penting. Sebagai pembantu presiden misalnya, para menteri harus mampu melaksanakan tugas sesuai dengan visi misi presiden.Â
Banyak kalangan menilai bahwa walaupun jabatan menteri sebagai jabatan politik, namun para menteri yang dipilih presiden harus memiliki latar belakang yang memahami pos kementerian yang dipimpinnya.
Kinerja menteri yang baik tentu berdampak positif bagi suatu pemerintahan. Memahami tupoksi kerja kementerian merupakan bagian dari kecakapan yang dimiliki oleh seorang menteri.Â
Seorang menteri harus tunduk pada keputusan dan perintah seorang presiden. Sebab, seperti di Indonesia, presiden memiliki hak prerogatif penuh untuk memilih dan memberhentikan seorang menteri.
Problematika Kementerian dalam Sistem Presidensil Multi-partai