Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mencintai Pekerja Informal dengan Tidak Meminta Kembalian, Mampukah Kita?

30 Oktober 2021   22:56 Diperbarui: 2 November 2021   13:00 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah bekerja. Manusia memang dilahirkan bukan hanya semata untuk bekerja, namun satu-satu nya cara bertahan hidup adalah bekerja. Hukum alam yang tidak bisa dibantah lagi. Bekerjalah jika ingin hidupmu tenang.

Penulis tertarik dengan filosofi hidup "bekerjalah seperti babu, makanlah seperti raja". Ini hakekat kehidupan yang sesungguhnya. Bekerja sungguh-sungguh menaklukkan kerasnya kehidupan. Tanpa kenal lelah, mengais rezeki di tengah teriknya sinar matahari. Tujuan hanya satu agar hidup layaknya selayaknya seorang "raja".

Bekerja di mana saja dan apa saja, asalkan halal. Termasuk bekerja informal. Pekerjaan yang mulia walaupun seringkali dianggap sebelah mata. Namun, perlu diakui bahwa pekerja informal sangat membantu masyarakat umum. Dengan bermodal uang receh pekerjaan kita seringkali terbantu. 

Seringkali kita menganggap rendah para pekerja informal. Tanpa sadar pekerjaan kita sangat terbantu oleh para pekerja informal ini. Seperti halnya buruh angkut barang di pelabuhan. Pekerjaan kita cukup terbantu, walaupun terkadang kita jengkel dengan ulah beberapa oknum buruh yang bekerja tidak profesional.

Pengalaman penulis sendiri pernah bermasalah dengan ulah oknum buruh angkut barang di terminal. Belum ada persetujuan untuk biaya pengangkutan dan setelah barang diangkut diminta biaya yang tinggi. Sempat protes dan marah, namun akhirnya diselesaikan secara baik-baik.

Kejadian serupa mungkin sering dialami oleh para pembaca Kompasiana. Marah pasti, kecewa pasti, akan tetapi kita harus tetap mawas diri dan berbesar hati dalam menghadapi ulah beberapa oknum pekerja informal. 

Atas nama kemanusiaan kita harus tetap menjaga kehormatan para pekerja informal. Sesekali memberikan evaluasi agar pekerja informal bekerja secara profesional demi menjaga kepercayaan masyarakat.

Meluruskan Paradigma Sesat Tentang Pekerja Informal

Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang menganggap pekerja informal seperti buruh kasar adalah kelompok kelas bawah. Kelompok sosial yang tidak punya tempat yang layak dalam kehidupan bermasyarakat. Akibatnya, tenaga mereka sering kali dieksploitasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun