Â
Opini
Beberapa kata dalam bahasa Indonesia dibentuk melalui proses morfologi. Proses yang merupakan perubahan bentuk kata dari kata dasarnya. Proses ini meliputi proses pengimbuhan, proses pengulangan, proses pemajemukan. Proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk kata dasar melalui pembubuhan afiks, pengulangan, penggabungan, pemendekan, dan pengubahan status (Chaer, 1998:25).
Kata berimbuhan adalah kata dasar yang telah diberi imbuhan, baik itu awalan, sisipan, akhiran, serta awalan-akhiran. Dengan pemberian imbuhan tersebut, kata turunan mengalami pergeseran makna. Nama lain dari kata  berimbuhan adalah kata turunan.  Imbuhan yang digunakan dalam bahasa Indonesia, di antaranya, swa-. Swa- merupakan imbuhan yang dapat digunakan untuk membentuk kata kerja yang pelakunya diri sendiri, misalnya kata swafoto, swalayan, swakelola, swadaya, dan sebagainya.
Baru-baru ini saya melihat di salah satu blog tertulis kata swasunting. Kata ini berasal dari kata sunting yang memiliki arti (1) hiasan (bunga dan sebagainya), (2) menyunting (mengedit), dan diberi awalan swa- yang berarti 'sendiri' sehingga swasunting berarti menyunting sendiri. Naluri kebahasaan saya langsung berdenyut dan satu pertanyaan muncul di benak. Apakah kata tersebut sudah ada dalam KBBI V dan apakah sudah menjadi kata baku? Apakah analogi bahasanya benar? Analogi, dalam istilah linguistik berarti kesepadanan antara bentuk bahasa yang menjadi dasar terjadinya bentuk lain. Pengguna bahasa yang menulis kata tersebut beranalogi dengan kata yang sudah ada, seperti kata swalayan, swadaya, dan sebagainya.
Saya mengecek kata tersebut di dalam KBBI V dan ternyata belum tercantum di dalamnya. Kesimpulan sementara adalah bahwa kata "swasunting" belum baku. Â Apakah kemudian kata tersebut dapat menjadi kata yang baku dalam bahasa Indonesia? Bahasa Indonesia akan terbuka menerima setiap perubahan yang ada.
Sumber: internet
KBBI V luring