Mohon tunggu...
Eddy Salahuddin
Eddy Salahuddin Mohon Tunggu... Guru - Indonesia

Menulis menghibur diri dan mengungkapkan rasa dengan hati dan jiwa yang terdalam. Berjuang demi generasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Camui

14 Mei 2020   18:05 Diperbarui: 14 Mei 2020   18:04 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yanto tergopoh-gopoh mendekati rumah Tina. Sambil tersengal-sengal digedornya rumah Tina. Keringatnya membasahi wajah menyatu dengan basah terkena air galian pasir timah. Pintu diketuk berkali-kali dengan keras. Napas Yanto terengah-engah antara ketakutan dan kelelehan berlari.

"Yuk Tina, ada kejadian tanah longsor di lokasi," ujar Yanto tetangganya yang setiap hari menemani suami Tina mencari pasir timah di desa itu.

"Hah, apa ada yang meninggal?" tanya Tina. Ia khawatir karena suaminya juga sedang bekerja di lokasi yang dimaksud Yanto.

"Saya belum tahu. Tapi, menurut teman yang ada di lokasi ada seorang korban jiwa tertimbun longsoran," Yanto berusaha menjelaskan.

"Wah, kalau begitu aku harus melihat ke sana. Aku khawatir Mas Bayu terkena longsor itu," suara Tina tersekat di tenggorokan. Perasaannya tak karuan membayangkan situasi yang ada di lokasi. Tina berlari sekencang-kencangnya melewati jalan kebun karet. Tak disadarinya rumput-rumput liar tajam melibas hingga menggoreskan baretan.

Sudah tiga tahun Tina dan Bayu menjalani rumah tangga. Pada saat menikah, Bayu mempunyai kebun lada yang luas dan menjanjikan hasil yang baik. Akan tetapi, sejak harga lada menurun, Bayu tidak bisa menjaga kelanjutan kebun ladanya. Biaya merawatnya lebih tinggi daripada harga jual lada. Ia mencoba peruntungan baru. Bayu mulai tertarik untuk membuka lahan tambang dengan modal sekadarnya. Atas izin kepala desanya, Bayu mulai mengajak beberapa orang membuka lokasi tambang yang tidak jauh dari kebunnya.

"Mas Bayu...Mas... Mas...di mana kau?" teriak Tina histeris sesampainya di lokasi. Tina menghambur ke arah reruntuhan tanah galian tanpa memikirkan bahaya. Suara tangisannya menggelegar hingga pelosok desa. Ia kehilangan kesadaran. Matanya mengaburkan pandangan. Gelap dan akhirnya tertutup hitam. Ia tersungkur jatuh pingsan.

"Yuk Tina, tenang ya. Kami sedang mencari keberadaan Bayu. Tadi siang dia memang turun ke dasar lubang. Dia nekat untuk menggali lebih dalam tanah di lokasi. Saat terjadi longsoran, Bayu sedang berada di bawah."

"Ayo, tolong! Yuk Tina pingsan," teriak salah satu pekerja tambang.

"Segera bawa dia ke puskesmas," ujar teman yang lainnya.

Sejak peristiwa itu, lokasi tambang milik masyarakat di desa mereka banyak yang dihentikan operasionalnya. Pak kades pun memerintahkan agar lokasi yang rawan longsor ditutup permanen. Artinya tidak boleh ada lagi aktivitas tambang di lokasi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun