Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teror Bom Sarinah: Antara Kecolongan, Gagap dan Guyonan serta Slogan Anti Takut

15 Januari 2016   12:57 Diperbarui: 15 Januari 2016   18:20 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sempat terkejut melihat informasi yang beredar pada grup WA, yakni berupa tampilan email dari Kedubes AS Jakarta yakni departemen ACS (America Citizen Services) yang disebarkan ke warga negara AS yang bersekolah  mungkin juga berdagang atau berkantor di perusahaan AS. Email peringatan diterbitkan oleh jakartaACS pada tanggal 14 Januari 2016, jam 07.51 waktu GMT+8 setara dengan WITA (bila dikonversikan ke WIB berdasarkan web GMT adalah sama dengan jam 08.51 WIB).

Peringatan menyebutkan menghindari aktivitas pada tanggal 14 Januari 2016  di lokasi sangat spesifik yakni kawasan Sarinah dan sekitar Hotel Sari Pan Pacific.  Lihat detail pada gambar[caption caption="Emergency Message, Hindari Kawasan Sarinah dari Kedubes AS Jakarta(sumber: messenger WA)"]

[/caption]Seperti kronologi di atas, aksi teror diduga mulai pukul 10.00 WIB artinya informasi kecil dari  Intelijen AS untuk warga AS di Indonesia melalui Kedubes AS adalah menjadi valid. Menurut informasi dari teman yang pernah bekerja di perusahaan AS dan Australia, dia kerap menerima informasi terusan  “early warning” ini dari Kedubes AS sebagai imbalan membayar “iuran informasi intelijen”  kepada Kedubes AS. Informasi ini memang sangat jarang valid dan juga ditembuskan kepada pihak aparat keamanan juga.

Warga negara AS yang mengalamai trauma teror 9/11  selalu mengikuti peringatan dari Kedubes AS walaupun seiringnya waktu, sepertinya informasi tersebut lebih cenderung diabaikan oleh aparat keamanan Indonesia. Ujung-ujungnya informasi intelijen AS kepada warga negara AS untuk waspada dianggap remeh dan terjadilah teror yang gagap direspon oleh aparat keamanan.

Belajar dari pengalaman kegagalan menanggapi informasi kecil, malam kemarin aparat keamanan sempat turun kembali dan menyisir wilayah gedung sekitar Thamrin ketika dikabarkan ada informasi suara ledakan dari laporan warga. Setelah diselidiki, ternyata ledakan berasal dari ban truk yang meletus di sekitar lokasi. Pejabat kepolisian menegaskan bahwa kali ini menanggapi informasi sekecil apapun dengan serius dan tidak mau menganggap remeh lagi.  Mengambil contoh dari kepolisian New York, informasi sekecil apapun yang indikasi teror selalu ditanggapi serius walaupun lebih banyak informasinya kurang valid atau tidak akurat mengingat tragedi 9/11 konon berawal dari tidak menanggapi informasi kecil tentang teror secara serius.

Semoga ke depannya, aparat keamanan dapat menyiapkan diri dan memperbaiki kinerja lapangannya guna mengantisipasi dan meredam teror.

Pengamatan Awam


Berdasarkan pengamatan saya sebagai orang awam dalam melihat video dan foto juga info  rangkaian peristiwa Teror Thamrin serta beredarnya meme dagelan/guyonan troris, pendapat saya  kurang lebih sebagai berikut:

1.  Aksi pelaku teror adalah suatu kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan, hampir sama dengan kejahatan pengedar narkoba dan pelaku korupsi.  Efek kerusakannya bersifat katastropik, entah itu dari segi korban materi, korban jiwa hingga merusak ketentraman dan kesejahteraan bangsa.

2. Aksi teror Thamrin merupakan pelajaran berharga bagi perbaikan sistem manajemen tanggap darurat dan pembenahan keterampilan petugas kepolisian. Aksi melumpuhkan kelompok teror kemarin boleh dikatakan berlangsung seperti durasi drama penyanderaanwalaupun tidak demikian (berlangsung hingga hampir 7 (tujuh) jam dihitung hingga waktu steril) yang benar menguras energi dan amunisi aparat.

Padahal kelompok teroris besar kemungkinan cenderung beramunisi kecil sehingga dapat dilihat lebih menargetkan sasaran dengan lepasan tembakan yang sedikit ketimbang bombardir seperti aksi pihak aparat keamanan yakni kepolisian. Pertanyaan besar adalah apakah memang kepolisian tidak ada pasukan khusus seperti tim SWAT (Special Weapon Attack Team) sehingga cenderung bergerak sporadis menghamburkan amunisi.

Mulai dari polisi pengatur lalu lintas, reserse hingga divisi polisi bertindak tidak beraturan, sistem komunikasi aparat tanpa alat komunikasi wireless HT cenderung dengan teriakan dan kode tangan sehingga mudah dideteksi oleh pelaku terror. Kalau boleh dikatakan, tak ubahnya dengan tawuran antar pelajar atau antar kampung dengan faktor pembeda hanya di senjata yang digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun