Buya Syafii Maarif meninggal dunia pada Jumat pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
MANTAN Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr H. Ahmad Syafii Maarif atauBuya Syafii sempat dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Kabupaten Sleman, sejak 14 Mei 2022 karena mengalami sesak napas akibat penyakit jantung yang diderita.
Jenazah almarhum kemudian disemayamkan di disalatkan di Masjid Besar Kauman. Kemudian akan dimakamkan pada Jumat petang di Pemakaman Muhammadiyah di Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Sebelumnya, kabar sakitnya Buya Syafii sudah lama beredar. Bahkan, Presiden Joko Widodo menyempatkan berkunjung ke rumah Buya pada 26 Maret 2022. Saat itu, Buya tampak sehat menyambut presiden dan mengantarkan hingga depan rumah saat Jokowi berpamitan.
Tokoh Muhammadiyah kelahiran Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat itu lahir 31 Mei 1935. Almarhum menghadap Sang Maha Kuasa menjelang usia 87 tahun.
Perjalanan hidupnya sangat menarik. Ia menamatkan pendidikan Fakultas Keguruan Ilmu Sosial di Yogyakarta sebelum berkesempatan meraih gelar doktor dari Universitas Chicago, Amerika Serikat. Buya kemudian mengajar di IKIP Yogayakarta atau Universitas Negeri Yogyakarta saat ini hingga menjabat sebagai Guru Besar.
Kehidupannya penuh warna. Ia sempat berdagang tetapi juga menjadi penulis bahkan menjadi anggota Persatuan Wartawan Indonesia. Tentu saja mengawalinya di penerbitan Suara Muhammadiyah.
Hal itu tampaknya yang kemudian mewarnai karir di organisasi Muhammadiyah hingga menjabat ketua umum. Pandangannya sangat luas bahkan melewati kecenderungan umum para koleganya di organisasi massa Muhammadiyah itu.
Demikian pula yang kita lihat sejak pasca reformasi. Ia tampak sekali kerap berbeda pandang, meski tidak pernah berkonflik, dengan misalnya tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Amien Rais ataupun Ketua Majelis Permusyawaratan (MPP) Partai Pelita Din Syamsuddin.
Ia berseberangan, misalnya, terkait dengan pidato Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Menurutnya, apa yang disampaikan Ahok di Kepulauan Seribu tentang Surat Almaidah bukan sebagai penodaan atau penghinaan umat Islam.
Bahkan, ia menilai Fatwa MUI yang dijatuhkan kepada Ahok tidak teliti. Fatwa yang dijatuhkan tidak dipertimbangan secara jernih, cerdas, dan bertenggung Jawab. Pembelaan ini membuat Buya panen hujatan.
Buya Syafii juga tak gentar mengingatkan ketika situasi memanas dalam kampanye Pilpres 2019, ketika ustazah yang mantan artis Neno Warisma berdoa dalam puisi mengaitkan Tuhan dan agama dalam Pilpres.