Menurut FPI ada proses tebang pilih dan pilih kasih dalam penanganan kasus. Padahal polis seharusnya tidak memihak dalam menangani perkara.
Tentunya, dalam hal ini, kita tidak bisa membenarkan atau menyalahkan sepenuhnya pandangan FPI.Â
Dalam setiap kasus sebenarnya berdiri sendiri. Artinya kasus Maaher tidak bisa dikaitkan dengan kasus Ade Armando, Abu Janda. Atau bahkan kasus Said Didu yang diadukan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang mandek di jalan.
Tiap kasus mempunyai karakteristik tersendiri. Polisi juga mempunyai takaran mana yang seharusnya mendapat prioritas karena pertimbangan subyektif dan obyektif.
Aparat dalam bertugas bagaimanapun seharusnya tetap mengutamakan kepentingan negara dan rakyat melebihi kepentingan pihak-pihak tertentu atau golongan.
Kita hanya bisa berharap pada profesionalitas aparat. Meskipun tak bisa dipungkiri bahwa kepolisian merupakan alat negara. Ia harus menjaga ketertiban umum dan kepentingan penguasa.
Nah, ketertiban umum dibuat penguasa. Jadi sikap dan perilaku melawan pemerintah dan mengganggu ketertiban umum layak diamankan aparat. Hal itu tentu kemudian menjadi prioritas Polri.
Kita bisa melihat misalnya  Maaher mengunggah foto Habib Luthfi dengan balutan sorban.  "Iya tambah cantik pakai jilbab, kayak kyainya Banser ini ya," ujar Maaher. Setelah banyak protes, ia kemudian menghapus postingan dan berdalih akunnya diretas para cebong.
Nah, soal Maheer alias Soni vs Nikita mungkin akan sudah berakhir. Entah lawan Nikita lainnya, apakah akan segera diciduk?