Mohon tunggu...
Edhy Sulistyo
Edhy Sulistyo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Karyawan Swasta Tinggal di Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Wani Piro ?

22 Mei 2012   04:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:59 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaian masyarakat tentu pernah berurusan dengan kantor atau instansi pemerintah khususnya dalam mengurus untuk mendapatkan surat surat /dokumen/perijinan yang dibutuhkan. Apakah itu surat/dokumen untuk keperluan pribadi ataupun yang berkaitan dengan bisnis. Mulai dari Akte Kelahiran, Sekolah, KTP, Paspor, Askes Untuk Keluarga kurang mampu, Menikah, perceraian, IMB, Ijin Domisili, ijin untuk rekanan dari instansi tertentu, ijin usaha, Ijin operasionalperusahaan, pengurusan dokumen kepabeaan ( laut/udara ) dan masih banyak lagi ijin ijin atau surat yang lain yang dalam mengurusnya melibatkan instansi pemerintah dan perangkatnya. Apakah itu dibawah naungan departemen ataupun non departemen. Singkatnya dari dokumen kelahiran, hingga sampai pada dokumen kematianpun masih “diobyekan” oleh uknum uknum yang kurang bertanggung jawab.

Mental para pejabat kita dari tingkat paling bawah hingga tingkat eselon umumnya memang masih kurang terpuji, gemar untuk disanjung dan dilayani,dan diberi upeti, bukan sebaliknya harus melayani masyarakat. Padahal mereka sudah digaji lebih tinggi, semestinya rela tanpa pamrih melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai abdi masyarakat. Tetapi jangan berharap para pejabat itu mau melaksanakan tugasnya dengan tepat waktu tanpa pemenuhan imbalan yang diminta.

Tampaknya kelakuan semacam ini sudah membudaya dan menjadi penyakit kronis di negara kita yang belum ada vaksin penangkal. Sudah umum ketahui, bukan saja oleh masyarakat pribumi tapi yang lebih memalukan ternyata masalah ini juga diketahui dan dirasakan oleh bangsa asing yang berdomisili di Indonesia.

Sistem birokrasi dalam mengurus perijinan yang berjenjang, rumit dan berbelit belit menambah parah masalah ini. Kita sering mendengar adanya pameo “kalau bisa dipersulit kenapa harus dibikin mudah “.Ini bukan sekadar pameo tetapi memang terjadi di hampir disetiap instansi, sehingga kondisi semacam ini akan menimbulkan peluang terjadinya pungutan liar yang merugikan masyarakat umum dan hanya menguntungkan uknum pejabat untuk menggedutkan pundi pundi mereka.

Seyogyanya kantor pelayanan publik memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat apakah pelayanan diberikan secara gratis atau ada beaya. JIka ada beaya tampilkan daftar besaran beaya yang harus dibayar oleh pengguna jasa secara jelas agar mudah dimengerti, bukan malah menutup rapat rapat perihal beaya. Kalaupun ada hanya sebagian dan penempatan informasi tersebut kurang strategis, sehingga ada kesan untuk menyembunyikan.

Belum lagi kelengkapan persyaratan untuk mengurus perijinan terkadang juga sulit ( atau sengaja dipersulit ) untuk dipenuhi.

Semua ini tentu mengakibatkan timbulnya peluang kasak kusuk main mata antara pengguna jasa dan pemberi jasa.

Kalau boleh memilih, barangkali sebagian besar pengguna jasa akanmemilih jalur resmi dan benar, dalam arti mengikuti prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh instansi terkait.

Secara nalar menggunakan prosedur yang benar tentu beaya bisa lebih murah, tapi kenyataan dilapangan belum tentu, proses juga akan bertambah lama ( dibuat lama ?).

Mereka/ para pengguna jasa sering terdesak oleh waktu dan akhirnya frustrasi, sehingga mereka menempuh jalur pintas, yaitu bekerja sama dengan uknum tertentu, meski konsekuensinya proses untuk mengurus memerlukan beaya tinggi.

“ Berapa anda punya budget ” atau “wani piro” sering didengungkan oleh uknum pejabat yang melacurkan jabatannya demi demi fulus tanpa malu.

Berkaitan dengan beaya, tentu efek domino akan terus sambung menyambung, khususnya bagi para pebisnis jelas mereka tidak mau dirugikan, sehingga untuk mengganti beaya yang dikeluarkan akan dibebankan ke cost yang pada gilirannya membebani harga barang/jasa yang di hasilkan, buntutnya kembali lagi ke masyarakat pengguna barang/jasa.

Kejadian semacam ini tampaknya belum akan berakhir, bahkan tumbuh subur tak terbendung dan hingga saat ini masih sulit untuk dibrantas oleh siapapun.

Masyarakat pengguna jasa hanya bisa mengeluh dan mengelus dada atas ulah para uknum yang memanfaatkan jabatannya , tanpa bisa mengadu kesiapapun.

Masyarakat juga masih ada ke engganan jika harusmengadu ke pejabat yang lebih tinggi, karena tidak ada jaminan akan menyelesaikan persoalan, justru bisa menjadi bumerang terhadap si pelapor, dan akhirnya urusan bukan selesai tetapi malahan timbul persoalan baru yang akan menghambat kelancaran usaha.

Hanya kemauan dan tekad yang kuat segenap anak bangsa untuk berubah agar dapatmemperbaiki kondisi seperti ini sehingga keterpurukan negeri ini tidak semakin parah.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun