Mohon tunggu...
Edgar Pontoh
Edgar Pontoh Mohon Tunggu... Freelancer - Hominum

In search of meaning

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Introvert dan Bagaimana Internet Mengubah Mereka

1 September 2019   12:30 Diperbarui: 1 September 2019   12:33 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di sudut kafe sepi, dengan hoodie dan topi, fokus ke layar laptopnya, tangan sibuk mengetik, buku yang terbuka di sampingnya, tak ada kawan bicara. Kontras, diseberang jalan, tertawaan dan candaan terdengar, musik yang keras, keramaian komunitas, orang-orang mengobrol dan berkenalan satu dengan yang lain.

Keadaan diatas menggambarkan adanya perbedaan preferensi tentang idealnya "zona nyaman"

Konsep soal ekstraversi dan introversi dalam psikologi sudah ada hampir 100 tahun sejak pertama kali dicetuskan. Adalah Carl Gustav Jung, psikiater Swiss yang pertama kali menulis soal ini dalam bukunya, Psychologische Typen. Pendekatan Jung terhadap psikologi tidak hanya berangkat dari pengetahuannya terhadap psikologi itu sendiri, namun banyak dipengaruhi pada pemahaman psyche, melalui dunia mimpi, seni, mitologi, agama dan filsafat. Jung tidak hanya meneliti bidang psikologi, namun juga banyak mengeksplorasi bidang lain seperti filsafat, alkimia, sosiologi, sastra dan juga seni.

Dari sini, kita tahu bahwa konsep pengelompokan kepribadian ini tidak datang secara sederhana, tetapi secara luas dianalisa melalui banyak sudut pandang keilmuan. Menurut Jung, kepribadian adalah kombinasi dari perasaan dan tingkah laku secara sadar maupun tidak sadar.

Lahirlah konsep ekstraversi dan introversi.

Konsep ini adalah pengelompokan kepribadian manusia berdasarkan bagaimana manusia itu memperoleh gairahnya. Gairah yang dimaksud disini adalah energi atau semangat dalam diri yang berkaitan dengan mental dan terkadang juga fisik.

Perbedaan antara pribadi ekstrovert dan introvert sangat berfokus pada bagaimana mereka merespon interaksi sosial. Pribadi ekstrovert akan lebih mendapatkan gairah ketika melakukan interaksi sosial, sedangkan introvert lebih menyukai menyendiri. Introvert akan mendapatkan gairah ketika dia melakukan aktifitas sendiri, yang tidak melibatkan interaksi dengan banyak orang.

Menarik membahas soal sifat introvert itu. Dibandingkan ekstrovert, introvert sering disalahartikan. Diartikan sebagai pemalu misalnya. Padahal tidak demikian. Ini soal "zona nyaman" saja. Dalam keadaan apa seseorang bisa mengeluarkan yang terbaik dari dirinya. Mari fokus pada sifat introvert, karena menarik membahas mereka terlebih di era virtual seperti sekarang ini.

Yang menggerakan mereka

Mudah sekali memahami apa yang menggerakkan seorang ekstrovert. Sifat ekstrovert dianggap sangat wajar dan dominan. Bahkan banyak orang tua menganggap, kepribadian ekstrovert adalah kepribadian normal yang seharusnya dimiliki seorang anak agar mudah mendapat teman. Makanya tak jarang, orang tua sering memberi nasihat kepada anaknya untuk banyak bergaul, jangan di rumah terus, perbanyak teman, dll.

Bagaimana dengan introvert? Yang menggerakkan seorang introvert adalah lingkungan internalnya, bagaimana dia merefleksi dirinya sendiri, berpikir dan menganalisa kondisi melalui faktor internal dan wawasan dalam diri. Hal-hal ini membutuhkan keadaan lingkungan yang tertutup agar seorang introvert bisa leluasa melakukan aktifitas tadi itu.

Inilah yang sering disalahpahami. Faktor penggerak seorang introvert terlihat sangat kontra-intuitif. Intuisi yang muncul dengan mengetahui fakta bahwa manusia adalah makhluk sosial, dan karenanya membutuhkan interaksi sosial dalam kehidupannya, berbenturan dengan perilaku yang dilakukan introvert ini. Setidaknya itulah pandangan yang terjadi. Padahal sebenarnya itu sepenuhnya salah. Terlihat kontra-intuitif saja, namun sebenarnya sangat bisa dimengerti dan masuk akal.

Sifat introvert tidak menihilkan makna bahwa manusia adalah makhluk sosial hanya karena mereka tidak digerakkan oleh interaksi sosial. Introvert tetap melakukan interaksi sosial. Hanya saja, interaksi tersebut bukan menjadi faktor penggerak mereka. Frekuensi mereka bertemu dan berkenalan dengan orang-orang baru cenderung sedikit. Hal ini disebabkan karena seorang introvert akan merasa kurang nyaman jika terlalu banyak berinteraksi dengan orang lain. Berinteraksi membutuhkan energi. Didalam interaksi tersebut, ada komunikasi---verbal dan non-verbal---, interaksi fisik, dll. Hal inilah yang tidak diprioritaskan oleh seorang introvert. Meskipun demikian, introvert tetap dapat menjalin interaksi sosial dengan orang-orang yang dekat dengannya, seperti teman dekat. Introvert lebih memilih interaksi 1-on-1 dengan orang yang dikenalnya.

Aktifitas, Pasifitas?

Karena kecenderungan untuk tidak banyak berinteraksi dengan orang lain, introvert "terjerumus" ke aktifitas-aktifitas yang berorientasi pada diri sendiri seperti membaca, menulis, menggambar, bermain musik, mendengar lagu, berpikir dan merenung, dll. Hal-hal ini mungkin dianggap sebagai hal yang pasif di mata orang lain, terlebih ekstrovert, karena mungkin mereka menganggap, aktifitas yang menyenangkan adalah pergi ke cafe, melihat dan berbincang dengan orang-orang, menemukan ide dengan cara itu. Bagi introvert, berpikir di ruang kecil lebih bisa membuka imajinasi dan terlepas dari berbagai distraksi.

Apakah ini positif?

Ini soal preferensi saja. Bagaimana orang yang berbeda bisa punya pendapat yang berbeda mengenai suatu hal yang sama. Biasa dalam masyarakat.

Masalahnya adalah pada pengembangan diri. Aktifitas yang dilakukan oleh introvert maupun ekstrovert sangat berdampak pada perkembangan kepribadian, skill maupun kepekaan terhadap sebuah masalah yang dihadapi.

Misalnya bagi sebagian introvert, sebagian besar waktu sendirinya digunakan untuk membaca buku. Jika menemukan buku yang tepat, kegiatan tersebut dapat menambah wawasan tentang dunia dan penguasaan kata-kata, terutama bagi anak-anak.

Pertanyaan pentingnya, apakah kegiatan membaca buku oleh seorang introvert itu, datang karena rasa penasarannya terhadap dunia dan kesukaannya membaca, atau karena memang tidak ada kegiatan lain yang bisa dilakukan?

Jawabannya adalah keduanya.

Awalnya karena minimnya aktifitas introvert di luar, mereka mencari kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di rumah. Melihat sebuah buku, introvert akan mencoba untuk membacanya. Tetapi, ketika introvert tidak menemukan ketertarikan atau rasa penasaran saat membaca buku tersebut, mereka tidak akan segan untuk berhenti. Preferensi ketertarikan topik dalam sebuah buku ini bisa datang dari berbagai macam faktor. Bisa dari lingkungan tempat dia tumbuh, permasalahan yang ingin dia pecahkan, rasa penasarannya terhadap suatu hal yang tidak bisa dia eksplorasi secara langsung, dll.

Mendapatkan buku yang tepat merupakan anugrah bagi seorang introvert. Tak terbatas di buku soal wawasan secara eksplisit, buku fiksi juga dapat sangat berguna untuk pengembangan diri. Novel, komik, cerpen dan segala macam bacaan yang membangkitkan imajinasi dapat membantu mereka menjadi pembicara yang lebih baik, terbiasa dengan ambiguitas sehingga dapat memutuskan sesuatu dengan lebih tepat, dan meningkatkan rasa empati dan kecerdasan sosial.

Begitu juga dengan aktifitas yang lain. Jika menemukan yang tepat, introvert bisa mengembangkan diri mereka, tak kalah dengan para ekstrovert. Aktif atau pasif, yang penting adalah output dari kegiatan yang dilakukan.

Internet, Informasi, Media Sosial

Sejak pertama kali dibuat, internet banyak sekali mengubah gaya hidup masyarakat dunia. Esensi dari internet yang sangat dekat dengan gaya hidup kita adalah kecepatan aliran informasi. Dengan internet, informasi bisa sangat cepat sampai ke tangan tiap orang yang memiliki akses itu. Masyarakat menjadi bergantung pada ini.

Karena informasi adalah kunci dari ketergantungan ini, maka situs penyedia informasi seperti Wikipedia ataupun mesin pencari seperti Google menjadi sangat populer.

Inilah hal pertama yang mengubah hidup banyak orang, termasuk para introvert.

Informasi yang awalnya hanya melulu melalui buku-buku yang ada di rumah (yang belum tentu menarik bagi mereka), kini bisa leluasa dicari sesuai preferensi personal mereka. Wawasan baru tidak lagi harus menunggu buku baru yang dibeli ayah yang baru pulang dari luar kota, atau buku dari ibu yang selesai merapihkan dokumen lamanya semasa kuliah dulu. Memuaskan rasa penasaran hanya sejauh menggerakkan jari dan menatap layar yang terang.

Apa implikasinya?

Pembentukan kepribadian, hobi dan sudut pandang.

Sebelum ada kebebasan akses informasi itu (baca : pre-internet era), ketiga hal tersebut sangat mungkin terbentuk tergantung pada kondisi keluarga, apalagi jika subjek masih dalam usia belia (anak-anak atau remaja). Jika orang tua memiliki pikiran A misalnya, anak akan sangat mungkin terbawa sudut pandang pemikiran tersebut. Ketertarikan tentang suatu topik juga. Anak mungkin akan cenderung "terpaksa" mengikuti preferensi orang tua. Orang tua dengan profesi dibidang kesehatan misalnya, anak akan terbiasa dengan objek-objek yang berhubungan dengan bidang tersebut. Buku, alat, pembicaraan, akan membekas di benak anak. Jangan lupa, kita bicara soal anak berkepribadian introvert, yang sedikit mendapat input dari kegiatan di luar rumah.

Tentu, tidak sepenuhnya benar jika mengatakan bahwa kepribadian, hobi dan sudut pandang anak akan secara absolut mengikuti orang tua atau lingkungan keluarga mereka. Keluarga yang progresif akan mengizinkan anak berkembang sesuai ketertarikan personal mereka terhadap suatu hal. Mungkin berkomunikasi soal buku apa yang kira-kira menarik bagi mereka untuk dibaca, bukan sekadar melestarikan preferensi keluarga ke keturunan selanjutnya tersebut. Berlaku pula pada anak, dimana mereka yang hanya "menurut" akhirnya bisa berakhir dengan keterikatan tersebut.

Bayangkan seorang anak yang jarang bergaul, terlahir dalam keluarga yang konservatif, terikat dengan norma-norma dan sudut pandang dari orang tua dan "dipaksa" untuk melakukan apa yang orang tua lakukan di zaman mereka (padahal belum tentu cara yang sama bisa bekerja di zaman ini). Jati diri mereka didefinisikan oleh orang tua mereka. Tidak terbentuk secara natural melalui proses eksplorasi. Apa ini buruk? Tidak juga. Tidak sedikit juga yang berakhir berhasil mencapai apa yang diharapkan. Ini hanya fakta yang ada di masyarakat.

Internet menjadi alat untuk "memberontak". Akses informasi yang sangat luas tersebut bisa dengan mudah dimanfaatkan untuk mencari apapun yang mereka ingin ketahui. Mulai dari hal sesederhana pengetahuan umum sampai ke hal-hal yang dapat membentuk karakter, bahkan cara pandang mereka terhadap dunia.

Satu lagi hal yang ada di internet yang mengubah para introvert. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia. Media sosial.

Saat internet pertama kali dibuat, mungkin awalnya tidak ada yang berpikir untuk membuat suatu sistem interaksi sosial di dalamnya, walaupun cepat atau lambat, pasti hal tersebut akan terpikirkan oleh para engineer dan inventor di masa itu. Aliran informasi yang tak mengenal jarak secara fisik itu berpotensi besar menghubungkan orang-orang yang ada di seluruh dunia dalam suatu model sistem.
Media sosial mengubah cara bersosial dalam masyarakat secara signifikan. Esensi bersosial adalah interaksi antara dua atau lebih orang dengan cara bertemu fisik. Media sosial membongkar cara lama tersebut dan menawarkan konsep baru. Dengan menggunakan teknologi, kita bisa berinteraksi dengan orang lain tanpa ada batasan fisik, jarak, bahkan seringkali, waktu. Bukan hanya itu, media sosial memungkinkan kita berinteraksi tidak hanya pada inner-circle kita atau orang-orang yang sudah pernah berinteraksi dengan kita di dunia nyata, tapi juga membuka kesempatan untuk "bertemu" orang yang sepenuhnya baru dalam hidup kita.

Lalu apa pengaruhnya bagi para introvert? Bukankah interaksi sosial bukan suatu hal yang utama bagi mereka? Bahkan, apakah mereka menggunakan media sosial?

Ada suatu paper menarik yang relevan. Can You See the Real Me? Activation and Expression of the True Self on the Internet. Ditulis oleh John A. Bargh, Katelyn McKenna, dan Grinne M. Fitzsimons, pada tahun 2002 dan merupakan bagian dari Journal of Social Issue, yaitu kumpulan jurnal yang dibuat SPSSI (Society for the Psychological Study of Social Issues), sebuah kelompok yang terdiri dari ribuan ilmuwan dari bidang psikologi dan bidang terkait yang meneliti berbagai aspek psikologi dari isu-isu sosial sampai ke kebijakan-kebijakan penting di dalamnya.

Bargh, McKenna, dan Fitzsimons menemukan bahwa introvert juga berinteraksi secara online. Mereka menemukan ada 2 dorongan yang membuat mereka berinteraksi secara online ini yaitu (1) dorongan yang berhubungan dengan diri sendiri dan (2) dorongan yang berhubungan dengan sosial. Berakar dari teori psikolog Amerika, Carl Roger tentang "real self", McKenna dan Bargh mendalilkan bahwa dorongan yang berhubungan dengan diri sendiri itu berangkat dari keinginan dasar dalam diri manusia untuk berinteraksi sosial. Berdasarkan penelitian Roger pada tahun 1951, untuk mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya, seseorang harus bisa mengekspresikan diri mereka dalam masyarakat, tak peduli platformnya secara online atau bertatap langsung.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh 3 peneliti dan profesor psikologi, Yair Amichai-Hamburger, Galit Wainapel dan Shaul Fox (CyberPsychology & Behavior---On The Internet, No One Knows I'm an Introvert: Extroversion, Neuroticism, and Internet Interaction, 2002), sebanyak 40 partisipan direkrut untuk melakukan uji apakah karakter personal dari seseorang itu berpengaruh pada makna dan pentingnya interaksi sosial di internet ketimbang interaksi secara langsung, bertatap muka. Hasilnya, partisipan dengan kecenderungan kepribadian introvert menemukan "diri" mereka yang sebenarnya lewat interaksi online, sementara para Ekstrovert menemukan "diri" mereka yang sebenarnya melalui interaksi sosial tradisional (bertatap muka).

Dengan demikian, introvert yang juga merupakan manusia biasa, tetap terikat dengan kecenderungan untuk bersosial, dan karena sifat mereka, media sosial merupakan tempat yang sangat cocok untuk mereka.

Lagi-lagi, ini menjadi "senjata" baru bagi mereka. Dengan berinteraksi secara online, para introvert bisa belajar berkomunikasi, bertukar pikiran, berbagi perspektif dengan orang lain. Ini adalah perubahan yang sangat signifikan. Sebelumnya, apa yang ada dipikiran mereka adalah hasil simpulan mereka terhadap suatu isu yang mereka temukan sendiri. Dengan media sosial, mereka jadi bisa melihat simpulan orang lain dari sudut pandang yang bisa jadi sangat berbeda dengan mereka. Disini, mereka diuji, apakah mereka bisa membatalkan kepercayaan mereka terhadap suatu hal ketika dihadapkan dengan fakta baru atau sebaliknya, bertahan dengan pemikiran mereka.

Rasanya dilema soal pemikiran ini tidak hanya bisa terjadi pada introvert, tetapi ke semua orang. Hanya saja, sebelum era internet dan media sosial, para introvert yang jarang mendapatkan input dari orang lain secara langsung, bisa terkurung dalam pemikirannya sendiri tentang dunia. Argumen dengan orang lain bisa benar-benar membuka perspektif lain bagi mereka atau malah sebaliknya, membuat mereka menjadi pribadi yang keras kepala dan cenderung close-minded.

Bertemu dengan orang baru secara online juga membuka kesempatan bagi mereka untuk membangun relasi dengan orang-orang ketika cara bersosial secara tradisional tidak bekerja. Tentu hal ini juga membawa resiko yang besar, pribadi yang belum terbentuk secara sempurna bisa jadi sangat mudah termakan dogma-dogma yang salah dari orang-orang yang mereka temui di internet.

Bagi introvert dewasa, era internet dan media sosial bisa menjadi hal yang sangat berguna untuk kehidupan profesional mereka. Para penulis, freelancer, owner toko online, penggiat dan praktisi bidang yang berhubungan dengan internet, bahkan bisa bekerja dari rumah tanpa harus ke kantor. Dengan zona nyaman mereka yang tetap terjaga, memungkinkan mereka menjadi lebih produktif dan fokus terhadap pekerjaan mereka. Seperti yang tadi sudah disebut juga, beberapa jenis pekerjaan baru juga tercipta di era ini. Pekerjaan-pekerjaan ini mengikuti model internet yang virtual dan tanpa interaksi fisik. Tentu ini merupakan hal yang sangat baik bagi para introvert. Peluang mereka untuk bekerja tanpa harus memikirkan energi mereka yang terkuras karena interaksi sosial yang harus mereka tempuh dalam proses pekerjaan mereka menjadi semakin besar.

Kompleksitas kepribadian manusia membuat penelitian tentang itu tidak pernah berakhir. Banyak sekali teori yang bermunculan dan penelitian baru seiring makin berkembangnya peradaban manusia. Internet adalah salah satu batu loncatan besar bagi manusia. Mengubah gaya hidup, sampai bisa membentuk pola pikir.

Bagi introvert, internet adalah buku tanpa halaman akhir, refleksi dunia nyata ketika cara berkawan secara tradisional tidak lagi bekerja, tetapi juga hutan rimba luas yang sangat mungkin menyesatkan.

Lighthouses don't go running all over an island looking for boats to save; they just stand there, shining ~ Anne Lamott

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun