Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perempuan dari Malmedy 37: Gairah dalam Sepucuk Surat

19 April 2012   04:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:26 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1334807969818860365

EPISODE 36 : PEREMPUAN MALMEDY BERANI MATI bisa dibaca di sini

EPISODE 37 : GAIRAH DALAM SEPUCUK SURAT

Dari waving-gallery bandara Schiphol, Pitra memandang pesawat KL 837 yang tinggal landas meninggalkan Amsterdam menuju Jakarta via Kuwait dan Singapura senja itu. Angin berhembus dingin menerpa wajah. Hatinya seperti terisris-iris.

Di lambung pesawat, bersemayam dua peti jenazah orang-orang yang sangat dikenalnya selama beberapa hari ini. Satu peti berisi jenazah Titon yang ditemukan di reruntuhan ruang bawah tanah kincir, dan satu lagi jenazah Riri. Gadis lembut ini menghembuskan nafas terakhir setelah 3 hari tak sadarkan diri di rumah sakit. Kata dokter, Riri menderita cedera kepala bagian dalam yang serius, serta guncangan jiwa yang berat.

Tak ada pesan khusus yang disampaikan kepada Pitra kecuali secarik kertas yang ditulis oleh perawat atas pesan beberapa saat sebelum Riri tak sadarkan diri. Dalam secarik kertas itu, Riri minta jenazahnya dipersatukan dengan jenazah Titon kalu ia mati dan minta diterbangkan ke Indonesia. Riri juga menyebut ia sangat berterimakasih atas segala sesuatu yang telah dilakukan Pitra.

Pitra sangat percaya Riri mencintai Titon. Itulah sebabnya, hal terkahir yang ingin dilakukan Pitra adalah membantu kerabat Riri dan Titon mengurus jenazah dan melaksanakan pesan Riri. Dan Pitra semakin faham, bahwa di dunia ini telalu banyak yang sulit dimengerti.

Masih penuh dengan bayangan Riri dan Titon di benak, Pitra menumpang kereta api ke rumah Zaldy tempat ia menumpang selama beberapa hari ini. Zaldy sendiri saat ini dalam pengawasan ketat neneknya. Tak boleh keluyuran sampai ia sehat betul.

Selama berhari-hari Pitra lebih suka menyendiri. sejak hari pertama Karin masuk ruang perawatan intensif sehabis peristiwa mencekam itu, tak seorangpun boleh menjenguknya di rumah sakit. Gadis Malmedy itu terlalu kritis kondisinya, dan memerlukan perawatan ekstra hati-hati.

Hampir sebulan lewat, dan Pitra makin gusar. Salah satu yang membuat Pitra gusar, adalah pihak rumah sakit yang tak pernah memberi informasi pasti tentang Karin. Bahkan Pitra tak tahu apakah Karin akan sehat kembali atau tidak. Agar bisa menyaksikan Karin sehat kembali, Ia mengajukan perpanjangan ijin tinggal di negeri kincir itu.

Hampir setiap hari Pitra datang ke rumah sakit dan menanyakan apakah Karin bisa dijenguk atau bisa diketahui perkembangan kesehatannya. Tapi petugas rumah sakit tak pernah memberi ijin, dan dokter yang merawt selalu bilang ’bersabarlah’

Pitra memang resah sekali. Sedikit banyak perjalanannya ke Belanda yang penuh kejutan itu banyak dipengaruhi oleh kehadiran Karin. Jauh dalam lubuk hati, betapa Pitra mengagumi gadis Malmedy itu. Karin lincah, bersemangat, berani dan enggan menyerah. Dan satu lagi : ia sangat menarik, cantik dan sexy, dengan bibir merekah merah.

Beberapa hari kemudian, Pitra benar-benar mengalami puncak kekecewaan. Tanpa sepengetahuannya, Karin sudah keluar dari rumah sakit. Orang di rumah sakit hanya menyebut Karin pulang atas permintaannya sendiri, ke Malmedy. Dokter juga mengaku sudah memberi tahu Karin bahwa Pitra acapkali berusaha menjenguknya. tapi, gadis itu memang tak meninggalkan pesan apa-apa untuk Pitra.

Pitra memandang pesawat telepon di meja rumah Zaldy. Ia tadinya hendak mencoba menelepon ke Malmedy atau menyusulnya. “Kau bisa pergi ke Belgia dari Belanda tanpa visa,” ujar Karin dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam tempo hari.

Tapi kemudian Pitra berpikir Karin tak memerlukannya lagi. Itulah sebabnya, tak ada gunanya menunggu. Ia mengangkat gagang telepon dan memutar nomor pemesanan tiket pesawat KLM untuk jurusan Jakarta.

Seminggu kemudian, pagi-pagisekali, Pitra telah siap dengan bagasinya. Paspor dan tiket tersimpan aman di saku jas dan nenek Zaldy sudah menjejali tas Pitra dengan oleh-oleh kue stroopwafel.

”Saya harap kau kembali ke mari suatu saat,” kata Zaldy. Pemuda belia itu menunjukkan raut tak suka Pitra segera pergi. Pitra mengangguk.

”Tapi sebelum pergi, kupikir kau perlu membaca sepucuk surat yang sampai sejak kemarin. Nenek lupa memberikan padamu. Sayang tak ada nama pengirimnya, ”Zaldy mengangsurkan sepucuk surat bersampul putih berperangko Belgia. Pitra membukanya.

Pitra,

Aku baru saja membeli sebuah tas kulit. Tak sebagus punyamu. Tapi aku harap kau suka. Aku sehat dan bugar sekarang, dan aku sudah mulai lupa kejadian-kejadian mengerikan beberapa saat lalu.

Tadinya aku hendak mengirim tas itu padamu lewat pos. Tapi aku berubah pikiran: bisakah kau datang sendiri ke Malmedy untuk mengambilnya?

Aku tinggal sendiri di sebuah rumah mungil di Malmedy di kaki pegunungan Hoge Vennen. Bukit-bukit cantik membentang dan bunga tumbuh di seputar rumah. Aku punya banyak waktu untukmu, hanya untukmu!

Jangan tidak datang!

Karin Hollsner.

Mata Pitra berbinar menutup surat itu.

”Zaldy, aku harus ke Brussels sekarang juga, ”ujar Pitra.

”Brussels?”

”Ya, terus ke Malmedy!”

Zaldy terbengong. ”Penerangan ke Jakarta bagaimana?”

”Tolong batalkan!”

”Pit, aku ikut,’ desak Zaldy.

”Di surat Karin, ia tak menyebut namamu”

”Tapi aku’kan banyak terlibat?”

”Kali ini, rasanya aku cuma ingin berdua dengan Karin!”

Pitra menyambar tas jinjing dan bergegas keluar rumah.

”Pitra, tunggu!” teriak Zaldy.

”Daag! Sampai ketemu. Aku pasti balik lagi kemari sebelum pulang ke Jakarta. Awas, jangan coba-coba menyusul ke Malmedy.”

”Pit!”

”Salam buat nenekmu!”

”Setan gundul! Kamu memang setan gundul!”

TAMAT

Cerita-cerita lain :

- Perempuan Yunani dan Guru Privat Bahasa Indonesia

- Gadis Pemandu Wisata Chiang Mai

- Kaliandra

- Perangkap

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun