Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Bahasa Inggris : Grammar atau Conversation?

14 September 2013   12:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:54 3997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13791380231017326458

Selama 30 tahun mengajar bahasa Inggris, saya telah dihadapkan pada dua jenis permintaan belajar bahasa Inggris; yakni grammar dan conversation. Seperti Anda duga, yang paling banyak diminta adalah conversation. Yang ngotot belajar conversation biasanya adalah calon siswa yang enggan bergumul dengan kerumitan struktur bahasa Inggris, mau cepat bisa, dan segera cas-cis-cus. Yang begini lazimnya adalah ia yang hendak pesiar atau belajar ke luar negeri, yang dapat pacar bule dan yang mengira bahwa penguasaan bahasa Inggris bisa ditempuh dengan cara kilat khusus.

[caption id="attachment_265886" align="aligncenter" width="520" caption="foto : Eddy Roesdiono"][/caption]

Peminat grammar adalah mereka yang ingin dapat skor tinggi dalam ujian proficiency bahasa Inggris seperti TOEFL, IELTS, SAT, GMAT, TEFLA, TESOL dan semacamnya. Termasuk dalam pelajar grammar adalah calon cendekiawan atau professional yang sedang berburu ilmu lewat bahan bacaan berbahasa Inggris agar bisa mendulang informasi akurat atau bisa menyajikan tulisan berkualitas (misalnya laporan bisnis) dan bisa menyampaikan isi pikiran baik konkrit dan abstrak ketika tampil dalam sesi presentasi lisan; termasuk juga mereka yang insyaf bahwa kefasihan bertutur bahasa Inggris akan lebih cepat ditempuh melalui penguasaan grammar.

Dua macam pendekatan belajar itu (yakni grammar dan conversation) sudah menjadi kata kunci marketing lembaga-lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan bahasa Inggris tahu persis pendekatan yang mana seharusnya pelajar ambil agar niat belajar para pelajar berbuah sukses berbahasa.

Jadi, mana yang lebih baik ditempuh duluan: grammar atau conversation?

Sebentar, ya.

Dalam kajian sosiolinguistik, sukses pemerolehan bahasa berkait erat dengan kemampuan pelajar untuk menyerap ide-ide baru. Kita mafhum bahwa pada dasarnya, secara sosial, manusia itu tergolong sebagai : (a) innovators (yakni individu-individu yang cepat menyerap ide-ide baru, cepat hafal dan mampu mengaplikasikan ide-ide baru sesuai keperluan dan harapannya, dan berani ambil resiko) , (b) early adaptors (yakni individu-individu yang bersedia mengadaptasi ide-ide baru dengan segala usahanya di tengah keterbatasan , (c) late adaptors (yakni individu-individu yang tidak bisa langsung menyerap ide-ide baru karena keterbatasan-keterbatasan kualitas diri, penuh pertimbangan dan baru menampakkan upaya aplikasi ide baru setelah melihat orang lain berhasil, dan (d) laggards (yakni individu-individu yang paling belakangan menyerap ide-ide baru, setelah melalui berbagai kesulitan, setelah melalui proses belajar melalui upaya keras pihak yang mengajar).

Bila seorang individu berhasrat belajar bahasa Inggris dan meniatkan diri untuk sukses menguasai bahasa Inggris yang baik dan benar, ia mula-mula harus mengenali tipe dirinya sendiri. Tipe innovators dan early adaptors mampu belajar conversation bahasa Inggris dalam waktu singkat dan menunjukkan hasil signifikan. Mereka mampu secara mandiri menarik kesimpulan berdasarkan contoh dari guru dan memproduksi variasi-variasi tuturan berdasarkan logika dan kaidah bahasa. Mereka bisa langsung tahu kapan harus pakai do, does, did, am, is, are, was, were, past, active participle, past participle, dan semacamnya tanpa kesulitan berarti. Kemandirian juga ditampakkan melalui usaha belajar sendiri melalui sumber-sumber lain.

Tipe late adaptors dan laggards sebaiknya berkutat pada grammar sebelum mampu berbicara dengan baik dan tak salah dalam kancah conversation. Mereka perlu banyak latihan, banyak bimbingan dan arahan, dan keleluasaan waktu untuk membiasakan diri dengan pola, struktur dan kaidah bahasa. Mereka tak kunjung paham kapan harus pakai do, does, did, am, is, are, was, were, past, active participle, past participle, dan struktur-struktur lebih rumit lainnya.

Dalam mengejar pemerolehan bahasa Inggris (dan bahasa asing lain), yang jadi masalah adalah munculnya ketidakakuran antara minat belajar, tingkat daya serap pelajar dan ketahanan belajar. Banyak tipe late adaptors dan laggards jadi over-confident dan mulai belajar conversation, menganggap belajar grammar sebagai buang-buang waktu dan kurang hit the point. Over-confidence inilah yang kemudian menampakkan penguasaan bahasa Inggris yang sekenanya. Jadilah kalimat : ‘twenty nine my’ age, ‘I am can speaking francis and jermany’, atau ‘my rightous’. Kalau dengan rela hati mau bersabar sedikit belajar grammar, pastilah Vicky Prasetyo bisa bilang ‘I am twenty-nine years old’, ‘I can speak French and German’, dan ‘my rights’.

The punchline is, jangan merasa ‘terkudeta’ dan ‘terpertakut’ oleh kelemahan diri. Kalau mau bicara bahasa asing fasih, sebaiknya belajar conversation melalui grammar. Itulah sebabnya, banyak lembaga pendidikan yang mengkombinasikan gaya pengajaran grammar dan conversation, agar ‘harmonisasi kemakmuran’ berbahasa Inggris bisa mencapai tingkat ‘glory’.

Salam buat Vicky Prasetyo!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun