"Siapa di sana?" Suara bassnya dipaksakan melengking ditengah dinginnya malam Jum'at.
Dan aku bersama Rudi hanya bisa menahan napas selama kami bisa agar tak terdeteksi keberadaan kami oleh orang tak dikenal itu. Sungguh aku tak mau mati muda. Jangankan berkeluarga, pacar pun aku tak punya. Kalau gebetan sich ada.
Tiba tiba gemuruh langit menghantarkan kilat yang menyala nyala dan petir yang menyambar pohon tinggi di belakang bangunan tua itu. Seketika itu juga kami semua tersentak. Untunglah nyaringnya suara petir mampu menyamarkan keterkejutan kami. Hingga akhirnya gerimis pun turun perlahan yang membuat orang bersuara berat tadi kembali masuk ke rumah. Kali ini kami berdua diselamatkan oleh kondisi alam.
Baru kali ini saya bersyukur dengan datangnya hujan yang semakin lama semakin deras. Biasanya turunnya air dari langit itu selalu membuatku mengumpat. Karena dinginnya mampu membekukan jari jari tanganku. Berpedoman terang lampu rumah rumah penduduk yang terlihat jelas setelah malam tiba, kami pun dapat kembali ke base camp dalam keadaan basah kuyup dari ujung kaki hingga kepala.
Oh iya, ternyata base camp kami berada di sebelah Utara rumah tua itu. Lumayan jauh juga jaraknya dari tempat kami bersembunyi tadi. Dan kami bisa sampai di rumah tua itu karena kami berdua tersesat di hutan ketika sedang buang air kecil. Kami memisahkan diri dari kelompok kerja yang sedang ditugaskan untuk menginventarisasi tegakan di petak tebangan.
Sebenarnya kami sudah akan kembali pulang ke base camp. Tapi aku dan Rudi sudah  tak kuat lagi untuk menahan lebih lama larutan urea yang sudah jenuh di kandung kemih kami. Akhirnya kami pun memisahkan diri berdua. Karena perasaan penasaran dan sok tahu dengan kondisi hutan, kami berjalan agak jauh dari rombongan berada. Alhasil, kami lupa jalan pulang yang sebenarnya.
Dalam kebingungan itulah kami melihat sesosok bayangan manusia yang berjalan mengendap endap ke suatu tempat. Dengan mengendap endap pula, kami mengikuti bayangan tadi. Hingga tak terasa matahari telah meninggalkan langit senja dan malam mulai datang. Karena rasa penasaran tadi, maka hilanglah rasa takut kami untuk berkeliaran di hutan pada malam hari. Secara, malam itu kan malam Jumat. Begitu ceritanya.
*****
"Kalian bikin kita semua cemas. Kita semua tak ingin terjadi sesuatu hal selama praktik kerja di sini. Jadi jangan sok berani keluar dan memisahkan diri dari kelompok kerja. Ingat itu!" Guntur marah sambil melotot dua centi di depan mukaku.
"Iya. Iya. Yang penting kan tidak terjadi apa apa. Toh kami pulang juga. Kami hanya sempat tersesat di hutan. Itu saja." Rudi berusaha membela diri.