Bergosip bisa menjadi sumber konflik. Dalam beberapa kasus, orang yang digosipkan pada akhirnya mengetahui siapa yang menjadi asal-muasal gosip. Â
Nah, kalau kemudian si korban gosip mengetahui dan mempersoalkan gosip yang disebarluaskan itu, apa yang kira-kira akan terjadi?
Hubungan persahabatan jadi putus. Konflik atau pertengkaran bisa terjadi. Atau, lebih jauh lagi, si penggosip diadukan ke pihak berwajib dengan tuduhan memfitnah atau pencemaran nama baik.
Nah, kalau sudah begini, apa yang akan dilakukan? Malah jadi bumerang bagi si penyebar gosip, bukan?
Oleh karena itu, daripada bergosip yang bisa mengundang konflik dengan orang lain, lebih baik fokus pada pekerjaan sendiri. Â Jika tidak bisa membantu orang lain, janganlah melukai atau merendahkan orang dengan gunjingan.
Ketiga, menimbulkan rasa bersalah.
Gosip atau gunjingan bisa menimbulkan rasa bersalah pada pihak yang mengucapkannya. Si pencetus dan penyebar gosip, bisa jadi, akan menyesal telah menggunjingkan orang lain tentang hal-hal negatif.
Apalagi belakangan diketahui, ternyata apa yang digunjingkan itu tidak terbukti kebenarannya. Lalu, akan muncul rasa bersalah. Rasa bersalah ini akan membebani pikiran.
Takut kalau ketahuan ia yang menjadi sumber gosip dan bahkan jadi penyebar gunjingan yang tidak mendasar itu.
Keempat, menambah dosa.
Dari sisi agama, bergosip tentu tidak dianjurkan. Sebaliknya, bergosip itu dilarang, karena merupakan perbuatan dosa.