Pembentukan karakter tiada lain dimaksudkan penanaman nilai-nilai kehidupan yang dipedomani sehingga seseorang mampu menjadi manusia yang baik, terutama dari sisi moral dan sikap mental.
Menghargai orang lain, bersikap toleran, sikap saling menolong, berempati, menghargai perbedaan, dan kemampuan bekerja sama adalah sebagian kecil nilai-nilai pembentuk karakter yang baik itu.Â
Di dalamnya ada juga nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan yang dijadikan bagian dari modal dasar kehidupan.
Di samping itu, penambahan pengetahuan secara akumulatif adalah sasaran dalam pendidikan. Bagaimana menjadikan peserta didik memiliki pengetahuan yang memadai pada tingkatan pendidikan tersebut, inilah yang disasar.
Jika menyangkut pendidikan bersifat vokasi, bagaimana membuat mahasiswa terampil dalam bidang tertentu sehingga menjadi bekal berharga baginya ketika memasuki dunia kerja.
Yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir inilah yang (seharusnya) membedakan mereka yang memiliki pendidikan dengan yang tidak.
Pendidikan yang baik akan memberikan kemampuan berpikir pada peserta didik. Dengan kemampuan ini, kelak ketika yang bersangkutan memasuki dunia kerja, ia akan mampu menelaah setiap persoalan dengan baik untuk menemukan solusinya. Ia juga mampu memprediksi prospek sebuah kondisi.
Ketiga kemampuan di atas, karakter yang baik, pengetahuan dan/atau keterampilan yang memadai, serta kemampuan berpikir adalah bentuk output utama dunia pendidikan. Inilah yang menjadi bekal dalam memasuki dan menjalani dunia kerja. Ketiga hal tersebut akan sangat berguna.
Keterampilan Baru Bisa Dipelajari
Akan tetapi, bagaimana jika pendidikan dengan pekerjaan yang dilakukan kurang atau tidak berkesesuaian?
Seperti saya sebutkan di atas, hal ini tidak perlu dirisaukan benar. Sebab, yang tidak dipakai hanyalah aspek keterampilan dan/atau pengetahuan di bidang yang pernah dipelajari dulu di bangku kuliah. Tetapi, dua hal lainnya, yaitu karakter dan kemampuan berpikir masih tetap digunakan.
