Keempat, perempuan Bali aktif terlibat di bidang adat dan budaya. Tak hanya laki-laki, wanita Bali pun tidak kalah kiprahnya di bidang adat dan budaya.
Dalam bidang adat dan hubungan sosial kemasyarakatan pada umumnya, peran wanita Bali sangatlah sentral. Kita bisa saksikan mereka medelokan (menjenguk orang meninggal), mejejahitan (membuat bahan-bahan upacara) yang dikerjakan bersama di tingkat dusun atau banjar, dan lainnya.Â
Budaya tolong-menolong sudah sangat membudaya apabila salah satu di antara keluarga atau warga ada yang melaksanakan kegiatan upacara atau acara tertentu, misalnya.
Aktif di Bidang Kerohanian dan Karier
Kelima, perempuan Bali aktif dalam sisi kerohanian. Kalau urusan ke Pura atau urusan persembahyangan dengan segala perlengkapan yang diperlukan, perempuan Bali selalu berada di depan. Dengan kesadaran sendiri, ia selalu hadir untuk mengambil inisiatif untuk urusan kerohanian ini.
Tengoklah misalnya, mereka membuat canang atau banten (kelengkapan sembahyang), mereka melangkah gesit menuju Pura; juga membimbing anak-anak agar rajin sembahyang.
Lihat pula wanita Bali juga aktif menari dan mengamel (bermain musik gamelan) di Pura dengan konsep ngayah sebagai bentuk bakti kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa)
Itulah beberapa peran perempuan Bali dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya di Bali. Tidak ada yang memaksa mereka melakukan semua itu. Hal itu sudah menjadi panggilan hidup dan menjadi tradisi secara turun-temurun.
Lalu, bagaimana dengan perempuan Bali yang berkarier? Apakah ia akan meninggalkan sebagian perannya sebagaimana disebutkan di atas?
Wanita Bali yang berkarier tidak meninggalkan berbagai perannya itu. Mereka mencari pendapatan dengan bekerja menjadi pegawai, guru, dosen, atau pekerjaan lainnya, tapi tidak melupakan segala macam tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga dan kehidupan sosial kemasyarakatan tadi.
Begitulah wanita Bali. Sangat tangguh dan pekerja keras. Semua yang dilakukan perempuan Bali adalah cara untuk mengisi kehidupan, sebagai wujud pengabdian kepada keluarga dan masyarakat, serta sebagai bentuk sujud bakti kepada Tuhan.
(I Ketut Suweca, 18 Desember 2020).