Mendongeng. Apa yang terpikir ketika membaca atau mendengar kata itu? Membayangkan seorang kakek sedang mendongeng di depan cucunya? Teringat dengan buku dongeng yang pernah dibaca, dulu?
Apapun ingatan yang muncul dari kata mendongeng, dipastikan mendongeng dan mendengarkan dongeng itu bertujuan baik.
Kakek yang Mendongeng
Mari kita bahas lebih lanjut tentang hal ini, dimulai dari kisah saya saat menikmati dongeng kakek (uwa), dulu.
Ketika masih anak-anak, seumur SD, saya, kakak, dan adik seringkali menikmati dongeng dari kakek menjelang tidur.
Mungkin sebutannya bukan dongeng ya, melainkan cerita lama yang masih sangat dikenal hingga kini seperti kisah Mahabharata dan Ramayana. Kedua epos besar itulah, yang bagian-bagian kecilnya, saya serap dari kakek saat beliau bercerita.
Berkat cerita beliau, saya mengenal nama-nama Panca Pandawa dan Korawa dalam Mahabharata. Lalu, saya juga mengenal nama Rama, Dewi Sita, dan Laksamana, Rahwana, Hanoman, Subali, Sugriwa, dan lainnya dalam epos Ramayana.
Cerita itu demikian memesona saat dituturkan oleh kakek yang pintar sekali bercerita. Biasanya, cerita itu baru kami minta dan dimulai menjelang tidur malam hari. Usai belajar pada malam hari, kami pun berlari menuju tempat tidur kakek, dan mulai merengek meminta cerita. Terserah beliau cerita tentang apa. Pokoknya, cerita!
Cerita-cerita itu membekas di benak hingga sekarang. Banyak hal tentang rhwa-bhineda (dua hal yang berbeda) dalam kehidupan diurai dalam cerita itu.
Masing-masing pilihan ada risikonya. Orang yang berbuat baik akan menuai kebaikan. Demikian pula sebaliknya, orang yang bertingkah laku buruk akan menerima imbalan yang setimpal atas perilakunya itu, cepat atau lambat.