Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pemimpin Itu "Mr. Ingin Tahu", Benarkah?

28 Juni 2020   06:38 Diperbarui: 28 Juni 2020   16:59 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adakah kita kenal pemimpin yang enggan belajar, pemimpin yang malas meningkatkan kulitas diri? Atau, pemimpin yang emoh membaca buku? Jika ada pemimpin demikian, di level manapun dia, dapat dipastikan ia tak akan bisa menjadi pemimpin yang efektif. Kendatipun ia masih terus memimpin, itu mungkin bukan karena kualitas diri, melainkan karena keturunan atau warisan!

Pemimpin masa kini dan masa depan adalah pemimpin yang ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kualitas SDM-lah yang menentukan apakah ia pantas menjadi pemimpin atau tidak; apakah ia masih tetap di kursi kepemimpinan atau saatnya harus turun?

Pemimpin Itu Pembelajar

Untuk bisa terus memimpin, maka pemimpin harus terus belajar. Tak hanya belajar ketika berniat menjadi pemimpin. Selama menduduki kursi kepemimpinan pun ia mesti belajar dan belajar. Pemimpin adalah seorang pembelajar sejati.

Berikut ini adalah sejumlah hal yang bisa dilakukan sebagai bukti bahwa sang pemimpin adalah seorang pembelajar sejati. Yang pertama menyangkut tataran praktis dan yang kedua yang berkaitan dengan sikap mental yang mesti ada. Kedua aspek ini berjalan beriringan dan saling melengkapi. Mari kita bahas satu per satu.

Praktik Pemimpin Pembelajar

Pemimpin sebagai pembelajar sejati dalam tataran praktis pada umumnya melakukan hal-hal berikut ini dalam kesehariannya.

Pertama, membaca secara berkelanjutan. Dia menyadari bahwa dirinya perlu terus meningkatkan pengetahuan. Ia paham benar ungkapan Latin "scientia potentia est" atau "pengetahuan adalah kekuatan" seperti dicetuskan Sir Francis Bacon itu.

Dengan belajar secara terus-menerus, maka dia bisa meningkatkan pengetahuannya. Ia tak ingin ketinggalan pengetahuan. Dia paham bahwa pengetahuan itu selalu berkembang sebagaimana perkembangan teknologi.

Kedua, menjadi pendengar yang baik. Ya, benar. Ia paham filosofi mendengar itu adalah salah satu keterampilan pemimpin. Dengan menjadi pendengar yang baik, maka ia akan mendapatkan tambahan pengetahuan dari orang lain. Ia memegang prinsip bahwa setiap orang pasti memiliki sesuatu yang diketahuinya, yang belum tentu diketahui oleh si pemimpin itu. Oleh karena itu dia bersedia belajar dari siapa saja.

Ketiga, belajar dari lingkungan. Lingkungan sekitar juga menjadi wahana belajar. Ia belajar dari pesan-pesan implisit dari alam semesta. Ia bisa belajar dari gunung, belajar dari laut, belajar dari binatang, belajar dari segala macam hal yang bisa dijadikannya "guru" kehidupan sehingga menjadikannya semakin bijak.

Keempat, selalu berlatih. Baginya menambah wawasan dan pengetahuan saja belumlah cukup. Ia juga merasa perlu untuk meningkatkan kualitas keterampilan pada bidang tertentu yang dipilihnya. Mungkin ia ingin meningkatkan keterampilannya berbahasa asing, lalu ia menyediakan waktu untuk berlatih. Kalau ia ingin menambah kemampuannya dalam berbicara di depan publik, ia lantas belajar public speaking. Dengan demikian, sebagai pemimpin, ia memperlengkapi diri dengan segala keterampilan atau keahlian yang langsung maupun tidak langsung memperkuat kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap orang lain.

Psikologi Pemimpin Pembelajar

Selanjutnya, marilah kita lihat aspek psikologis atau sikap mental yang diperlukan sebagai pondasi dalam menjalani proses belajar untuk menguatkan kemampuan sebagai pemimpin. 

Pertama, bersikap sabar. Pemimpin harus sabar dalam meningkatkan kualitas diri, karena proses belajar memang memakan waktu. Secara bertahap dan terprogram ia harus meningkatkan kualitas dirinya yang akan mengantarkannya ke jenjang kepemimpinan yang lebih tinggi.

Dalam dunia kepemimpinan ia juga mesti belajar bersabar menjalani setiap tahapan. Ia tak akan mau menjadi pemimpin karbitan, pemimpin yang tiba-tiba sudah menduduki jabatan tinggi sementara pengalaman dan mentalitasnya belum siap. Ia paham bahwa ia mesti menapaki anak tangga demi anak tangga hingga tiba di puncak pada waktunya. Ia mesti menaklukkan dirinya sendiri.

Kedua, memiliki semangat untuk maju dan berprestasi. Tanpa berbekal semangat ini, maka tak ada pendorong baginya untuk bergerak menuju cita-cita menjadi pemimpin di level yang lebih tinggi. Semangat itu harus diterjemahkan ke dalam bentuk nyata, diwujudkan dalam kerja yang penuh gairah. Ia menyadari bahwa semangat itu menular dan ia menularkan semangatnya kepada orang-orang di sekitarnya.

Ketiga, bersikap rendah hati. Hanya sikap rendah hati-lah yang memungkinkannya untuk menjadi pembelajar. Orang-orang sombong yang merasa pengetahuannya sudah mumpuni pasti enggan belajar. Ia akan melihat bahwa kegiatan belajar itu hanya dilakukan oleh para murid atau para mahasiswa. Ia tak sudi lagi belajar karena merasa sudah lebih dari cukup.

Pemimpin sejati tidak bersikap dan berperilaku seperti itu. Ia memilih sikap rendah hati karena ia mengetahui dengan pasti bahwa ilmu itu tiada pernah ada habisnya untuk dipelajari. Ilmu itu bagai seluas samudera. Maka, daripada menjadi manusia sombong yang tak mau belajar, ia memilih menjadi pembelajar sehingga selalu meningkat ilmu dan keterampilannya. Dengan demikian, ia bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan menjadi pemimpin adaptif.

Keempat, pemimpin sejati selalu memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi. Di dalam benaknya selalu ada sejumlah pertanyaan atas hal-hal yang ditemuinya, yang dipelajarinya. Di antara sekian pertanyaan itu, ada tiga pertanyaan utama yang sering muncul, yaitu apa, mengapa, dan bagaimana.

Ketiga pertanyaan yang jika ditemukan jawabannya akan memberinya referensi pengetahuan tambahan yang didambakannya dari waktu ke waktu. Dengan bertanya "apa" ia akan mengetahui apa sesungguhnya sesuatu itu. Dengan pertanyaan "mengapa" ia mengetahui  alasan segala sesuatu terjadi seperti yang dilihatnya, dan dengan "bagaimana" ia memahami proses pengerjaan sesuatu hal. Nah, itulah sebabnya mengapa seorang pemimpin disebut sebagai "Mr. Ingin Tahu."

( I Ketut Suweca, 27 Juni 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun