Ketiga, takut tulisan tidak cukup baik. Â Ketakutan bahwa tulisan dirasa kurang memiliki kualitas yang cukup kadang-kadang juga menimbulkan rasa khawatir pada si penulisnya. Ketakutan ini dalam banyak kasus agak berlebihan. Lalu, kapan kita akan merasa tulisan kita benar-benar baik?
Tugas penulis adalah menulis sebaik yang dia bisa. Ia hanya perlu mengerahkan kemampuannya untuk menulis sebaik-baiknya. Tentang bagaimana pendapat orang, apakah pembaca akan memandang tulisan tersebut baik atau buruk, terserah mereka. Â Biarkan pembaca yang menilai. Menulis dan menulis sajalah, karena itulah tugas penulis.
Takut Membuka Diri
Keempat, takut membuka diri. Menjadi penulis adalah jalan untuk membuka diri kepada publik. Ini terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, maksudnya, si penulis akan menuliskan identitas diri, seperti nama, pekerjaan, alamat, dan sebagainya.
Apalagi para penulis yang sering menuangkan pengalaman-pengalaman hidup ke dalam karyanya, tentu sudah membuka dirinya. Identitas, pengalaman yang kita tulis, dan harapan-harapan yang kita tuangkan secara langsung menunjukkan siapa kita sebenarnya (asal kita jujur).
Membuka diri secara tak langsung juga terjadi. Di dalam setiap artikel yang kita buat, secara  tersirat menunjukkan kepribadian kita yang sejati. Bagaimana kita memandang diri, bagaimana kita memandang pembaca, akan tersirat di dalam tulisan. Apakah kita memandang diri lebih lebih tinggi, setara, lebih rendah dibanding pembaca, akan tergambar dalam karya-karya kita. Maka, ada yang mengatakan, "Siapa kamu sebenarnya terlihat jelas dari tulisan-tulisanmu."
Menjadi Bumerang?
Kelima, takut tulisan jadi bumerang. Ini juga ketakutan yang sering hanya didasari oleh perasaan. Terkadang kita menulis hal-hal yang ideal, yang seharusnya. Hal-hal yang baik  dan ideal yang ditulis itu dimaksudkan agar bisa menginspirasi pembaca. Padahal, pada kenyataannya, belum tentu kita bisa melaksanakan 100 persen apa yang kita tulis.
Hal ini bisa menimbulkan ketakutan pada sebagian penulis pemula. Untuk mengatasi hal ini, dan agar tak mengganggu pikiran, maka seyogianya disebutkan dengan gamblang bahwa haL itu ideal sifatnya, suatu cita-cita yang masih harus diperjuangkan, termasuk oleh penulisnya sendiri. Banyak penulis, termasuk saya, suka menulis hal-hal positif dan konstruktif, kendati  belum seratus persen bisa memenuhinya.
Misalnya, saya sebut menjadi penulis itu harus konsisten dan memiliki kesabaran dalam melakoninya. Apakah saya sudah 100 persen sudah konsisten dan sabar? Belum. Itu adalah hal ideal yang harus terus diperjuangkan sehingga ada penyemangat bagi diri sendiri dan mungkin juga bagi pembaca untuk bersama-sama menjadi semakin baik dari waktu ke waktu.
Maka, jangan khawatir hal seperti  itu jadi bumerang. Baru akan menjadi boomerang jika kita menghina atau merendahkan orang lain seraya  meninggikan diri sendiri. Bukankah demikian?