Mohon tunggu...
Yus Rusila Noor
Yus Rusila Noor Mohon Tunggu... Pekerja Lingkungan

Saya adalah seorang yang sedang belajar. Bagi saya, hidup itu adalah proses belajar, dan belajar itu adalah proses seumur hidup .... Iqra

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Antara Jet d'Eau dan Broken Chair, Kisah Perjalanan dan Nurani di Jenewa

2 September 2025   12:53 Diperbarui: 2 September 2025   16:26 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiruk pikuk di sekitar Stasiun Kereta Api Utama Jenewa (Foto: Yus Rusila Noor) 

Diramu oleh Yus Rusila Noor

Ada sesuatu yang tenang namun anggun ketika matahari pagi menyapu kota Jenewa, Swiss. Cahaya keemasan jatuh di permukaan Danau Lman, memantulkan Jet d'Eau yang menjulang setinggi 140 meter.

Air mancur raksasa itu seperti sebuah tanda seru yang menegaskan keberadaan kota ini, seakan berkata: "Lihatlah, inilah Jenewa!" Dari tepi danau, mata bisa melayang jauh ke arah Pegunungan Alpen.

Di hari cerah, puncak Mont Blanc tampak berkilauan, menyajikan panorama yang membuat siapa pun ingin berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan membiarkan diri terpesona.

Saya pertama kali mengenalnya bukan sebagai turis, tetapi sebagai peserta rapat Standing Committee Ramsar di kota Gland, sekitar 25 kilometer atau 20 menit perjalanan kereta api dari kota Jenewa.

Waktu itu saya menginap di Wisma KBRI, sebuah rumah sederhana namun hangat di Avenue d'Are (Affia), tepat di depan kantor pusat WHO. Sebuah keputusan yang sangat tepat karena meskipun jauh dari rumah, tetapi masih bisa menikmati masakan Indonesia super lezat dan alunan penyanyi Indonesia di ruang tengah yang sangat hommy.

Dari sana, setiap pagi saya naik bus kota menuju Stasiun Cornavin, stasiun kereta utama Jenewa yang sibuk namun teratur.

Dalam waktu singkat, sepanjang perjalanan kereta api antar kota, lanskap berubah dari hiruk-pikuk kota menjadi hamparan pedesaan Swiss yang hijau dengan rumah-rumah kayu dan kebun anggur di lereng bukit.

Rasanya seperti perjalanan singkat dari jantung dunia menuju titik kecil di peta, di mana keputusan-keputusan penting tentang lahan basah global dibicarakan.

Perjalanan pertama itu juga istimewa karena bertepatan dengan bulan Ramadan. Puasa terasa begitu panjang, matahari baru terbenam hampir pukul sebelas malam, dan sekitar pukul dua dini hari sudah waktunya sahur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun