Mohon tunggu...
Eben Eser
Eben Eser Mohon Tunggu... Mahasiswa

Orang-Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Indonesia di Persimpangan Prioritas

4 Februari 2025   00:20 Diperbarui: 5 Februari 2025   13:33 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan mau dibohongi jargon "pembangunan"

Pemerintah sering bangun proyek mercusuar---proyek megah yang bikin wow tapi nggak nyambung sama kebutuhan rakyat kecil. Contohnya? Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan. Dana triliunan dikucurin buat bikin kota futuristik, tapi di Papua, anak-anak masih sekolah di gedung reyok yang atapnya bocor. Ini kayak pamer mobil mewah ke tetangga, tapi di rumah nggak ada beras.  

Apa sih yang bikin proyek mercusuar selalu jadi prioritas? Jawabannya sederhana: pencitraan. Pejabat suka banget foto-foto di depan bandara mewah atau jalan tol yang kinclong. Tapi coba tanya, berapa banyak pejabat yang mau pamer perbaikan saluran air di desa terpencil? Proyek besar itu jadi "tiket populer" buat cari suara rakyat. Sayangnya, rakyat yang butuh air bersih atau listrik 24 jam malah dikasih janji kosong.  

Sementara itu, kebutuhan dasar rakyat banyak yang telantar. Di NTT, banyak warga masih minum air keruh karena nggak ada akses air bersih. Di Jawa, jalan desa berlubang parah sampai truk pengangkut hasil panen terperosok. Tapi alih-alih perbaiki ini, pemerintah malah bangun mal-mal baru atau monumen yang cuma jadi pajangan. Kaya punya luka di kaki, tapi malah beli jam tangan emas---gaya ada, tapi sakitnya nggak ilang-ilang.  

Nah, yang bikin tambah kesel, proyek mercusuar sering jadi sarang korupsi. Proyek gede = anggaran gede = potensi "kebocoran" gede. Dana buat bikin stadion sepakbola mewah bisa tiba-tiba ngecut setengahnya, tapi yang disalahin cuaca atau "kendala teknis". Sementara rakyat yang nunggu jembatan rusak diperbaiki malah disuruh sabar. Ini namanya sistem "prioritas terbalik": yang penting keliatan keren, urusan rakyat numpang belakangan.  

Jangan salah, nggak semua proyek besar itu buruk. PLTA buat listrik murah atau pelabuhan buat ekspor itu perlu. Tapi yang salah itu ketika proyek mercusuar nggak mikirin kebutuhan dasar. Contohnya, MRT Jakarta yang canggih itu siapa yang nikmatin? Mayoritas orang kaya yang punya mobil tapi malas macet. Sementara di Mentawai, anak sekolah harus naik rakit bambu nyebrang sungai deras. Kesenjangan kayak gini bikin proyek mercusuar jadi seperti pesta orang kaya di tengah kelaparan.  

Solusinya? Jangan mau dibohongi jargon "pembangunan". Pemerintah harus stop anggap proyek mercusuar sebagai prestasi. Ukur keberhasilan bukan dari megahnya gedung, tapi dari apakah rakyat kecil udah bisa hidup layak. Dana IKN yang Rp500 triliun itu bisa dialihin buat bangun 10.000 sekolah atau perbaiki 100 ribu jalan desa. Tapi ini nggak akan terjadi kalau pejabat masih lebih suka pamer foto di proyek mewah ketimbang turun ke lapangan.  

Intinya, Indonesia harus sadar: rakyat nggak butuh menara pencakar langit kalau untuk makan aja susah. Proyek mercusuar boleh ada, tapi jangan sampai jadi tameng buat nutupi keteledoran urus kebutuhan dasar. Kalo pemerintah tetap neken gas buat gaya-gayaan, yang terjadi malah rakyat makin gerah: "Sudah miskin, dipaksa bangga sama proyek yang nggak ngena di hidup kami." Jadi, daripada bikin kota futuristik, mending perbaiki yang ada---biar rakyat nggak lagi jadi penonton di negeri sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun