Hari ini dalam perkuliahan Formasi Spiritual Pentakosta, saya mendapatkan sebuah peneguhan sekaligus sebagai pengingat yang serius, yang harus selalu direfleksikan dalam perjalanan spiritual pribadi saya dan mestinya juga berlaku bagi semua orang percaya, yaitu bahwa: karunia - karunia Roh harus berjalan seimbang dengan buah Roh.
Ironisnya, dalam pengamatan saya, banyak orang kristen khususnya di kalangan gereja-gereja pentakosta - karismatik, memiliki kecenderungan lebih terpesona dan lebih mengejar karunia-karunia Roh (seperti bahasa roh, nubuat, mujizat) namun mengabaikan buah Roh yang sesungguhnya menjadi penanda karakter Kristus dalam diri kita.
Betapa menyedihkannya bila dalam gereja, kita beribadah dengan begitu antusias dalam memuji dan menyembah Tuhan (di banyak gereja pentakosta - karismatik penyembahan disertai dengan berbahasa roh), namun dalam kenyataannya beberapa pelayan Tuhan yang melayani tersebut ada yang berselisih, sulit bekerja sama, dan menyimpan iri hati, benci atau bahkan kepahitan; tentu ini tidak mencerminkan adanya buah Roh seperti : kasih, damai sejahtera, kelemahlembutan dan kesabaran.
Mengutip salah satu poin dalam materi yang sudah disampaikan oleh dosen pengampu, bahwa : "model integrasi yang sehat dalam konteks formasi spiritualitas kristiani harus memprioritaskan pengembangan karakter (buah Roh)".  Paulus menegaskan bahwa "tanpa kasih (saya gambarkan sebagai "pohon" karakter), karunia-karunia Roh tidak akan berguna dan tidak bersifat kekal. Sebaliknya, kasih tidak berkesudahan artinya bersifat kekal.(1 Kor.13).
Sejujurnya, siapa sih yang tidak mau dipakai Tuhan dengan penuh kuasa dalam pelayanannya? Harus saya akui bahwa saya pun tentu berharap bisa dipakai Tuhan dalam pelayanan dengan karunia-karunia rohani yang bombastis, spektakuler, cetar dan membahana.
Namun kalau mau introspeksi diri tentang keinginan tersebut sangat besar kemungkinannya bahwa keinginan seperti itu dilandasi dengan motivasi yang tidak murni untuk memuliakan Tuhan, melainkan mengandung unsur menonjolkan diri sendiri, supaya dilihat hebat.Â
Tetapi hari ini saya merasa ditegur bahwa kerinduan terbesar seharusnya adalah hidup semakin menyerupai Kristus  dan menghasilkan buah Roh (Galatia 5:22-23). Buah Roh itulah yang menjadi bukti keserupaan kita dengan Kristus.
Saya teringat dengan perkataan Yesus dalam Matius 7:22-23 bahwa : "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"" Â
Jangan-jangan orang-orang yang sangat mengagungkan karunia-karunia Roh namun tidak menunjukkan atau menghidupi buah Roh, termasuk dalam kategori yang dimaksud oleh Tuhan Yesus dalam ayat tersebut. Â
Namun, saya tidak ingin jatuh pada ekstrem yang lain: mengabaikan karunia Roh. Saya percaya karunia Roh adalah bagian penting dari kehidupan gereja dan pelayanan.
Karunia itu diberikan untuk membangun tubuh Kristus dan untuk memperlengkapi jemaat, serta untuk menjadi tanda kuasa Allah di dunia.Â
Tetapi kini saya belajar bahwa karunia tanpa buah hanya akan menjadi seperti "tong kosong" yang nyaring bunyinya namun tanpa makna. Sebaliknya, buah Roh tanpa karunia akan membuat pelayanan gereja kehilangan dimensi kuasa yang memuliakan Allah.
Karunia-karunia Roh tanpa buah Roh, hanyalah gema kosong, akan tetapi
buah Roh tanpa karunia -- karunia Roh, akan kehilangan dimensi kuasanya.
Saya membayangkan, betapa indahnya bila gereja masa kini mampu memadukan keduanya: karunia - karunia Roh yang berfungsi sesuai dengan kehendak Allah, dan buah Roh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Gereja akan menjadi saksi yang kuat, bukan hanya karena mujizat yang terjadi, tetapi karena karakter Kristus tercermin dalam umat-Nya.
Hari ini saya mengambil sebuah komitmen pribadi: saya tidak hanya akan berdoa meminta Tuhan memakai saya dengan karunia-Nya, tetapi juga menyerahkan diri untuk terus menerus dibentuk karakter saya. Saya ingin Roh Kudus bekerja dalam keseharian saya, dalam cara saya berbicara, bersikap, melayani, bahkan dalam pikiran yang tidak terlihat orang lain.
Menutup jurnal hari ini, saya ingin mengucap syukur. Allah mengingatkan saya bahwa pertumbuhan spiritual bukan sekadar mengejar pengalaman rohani yang spektakuler, melainkan berjalan bersama Roh Kudus dalam hal-hal sederhana, membiarkan Dia membentuk buah Roh dalam hidup saya.
Semoga apa yang saya alami ini menjadi doa bagi saya sendiri, juga bagi sahabat pembaca sekalian: "Tuhan, pakailah hidupku dengan karunia-Mu, tetapi bentuklah juga hatiku dengan buah Roh-Mu, agar seluruh hidupku mencerminkan Engkau." Amin.
Pertanyaan Reflektif bagi kita : Karunia - karunia Roh memang sangat memukau, tapi tanpa buah Roh, iman kita kehilangan makna sejati. Sudahkah hidup kita seimbang?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI