Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pernikahan Dini: Happily (N)Ever After

20 Januari 2023   18:58 Diperbarui: 20 Januari 2023   19:39 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Kegiatan Anak Untuk Mengajar Teman Sebaya di Kelas: Dokumen Pribadi.

''Total  ada 107 pengajuan diska selama tahun lalu. Yang sudah putusan 101,''

Saya mencoba untuk membacanya  pernyataan tersebut di atas selama beberapa kali untuk memastikan bahwa berita itu benar adanya.

Memangnya berita apa sih?  Itu sebenarnya adalah berita tentang merebaknya tentang kasus anak di bawah usia dengan masih berstatus pelajar yang mengajukan permohonan dispensasi untuk melaksanakan pernikahan (diska) kepada kantor Pengadilan Agama di Magetan.

Kalimat yang disampaikan oleh Pejabat Humas P.A. Magetan, Mat Busiri, yang dimuat di portal berita online, Radar Madiun online. Jawapos.com, pada hari Senin tanggal 10 Januari 2023 itu sungguh mengusik hati saya sebagai seorang  pendidik.

Sebagai rinciannya, para pelajar yang mengajukan permohonan itu ada 18 orang dari usia SD, 72 SMP, dan 17 SMA. Para pemohon diska itu tergolong belum cukup umur, yaitu seharusnya minimal 19 tahun, sesuai ketentuan yang berlaku.

Karena penasaran, saya pun mencoba untuk menelisik dengan meng-googling kota-kota di sekitar Kota Magetan, dan berita pada kasus yang sama mulai banyak bermunculan.

Berita dari Kompas.com, (17/01/2023), menyebutkan bahwa ada 125 pelajar di Kota Ponorogo yang mengajukan permohonan pernikahan. Kemudian, ada 510 dari Kota Ngawi, serta beberapa dari area Kota Madiun. 

Sedikit mengejutkan, dari sumber lain, yaitu  RadarMadiunonline.com, (12/06/2022),  menunjukkan bahwa Kota Ngawi, tahun ini mengalami kenaikan yang lumayan tinggi dibanding pada tahun 2022, yaitu hanya 53 Anak.

Bila dibandingkan juga dengan Kota Ponorogo pada tahun 2021, ada 263 anak atau pemohon dispensasi menikah (diska) di Pengadilan Agama (PA) Ponorogo (Radarmadiuonline, 06/02/221) dengan menyatakan bahwa 91 ( 37,7%) anak karena telah hamil terlebih dulu sebelum menikah. 

Sedangkan yang 150 anak (62,2%) karena banyak faktor lain yang berbeda-beda pada kasus permohonannya.

Sebenarnya ada fenomena apa yang terjadi dengan maraknya kasus pernikahan dini itu?

Apalagi menyoroti 'pernikahan dini' dari kalangan pelajar ini. Kemana para orang tua anak yang masih berstatus pelajar tersebut?  Apa peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam mencegah dan menekan kasus pernikahan dini ini? Lha!, Pemerintah ngapain saja nih?

Membahas pertanyaan dari kasus tersebut diatas, sungguh membuat kepala bercenut karena seperti mengurai benang kusut untuk mencari ujung pangkal dan menggulung rapi pada tempatnya bila mencari akar permasalahan sekaligus solusi yang tepat.

Namun, bila diambil perenungan mendalam, rasa-rasanya, Stakeholders pendidikan perlu digiatkan lagi  dengan memperhatikan 4 pilar berikut ini agar kasus pernikahan dini TIDAK terjadi, yaitu :

1. Peran Orang Tua.

Mereka seharusnya benar-benar mendampingi putra-putrinya saat anak mereka menjelang remaja dengan cara membangun komunikasi yang intens dan bersahabat.

Tidak ada alasan bahwa orang tua tidak ada waktu karena faktor ekonomi dan demi karirnya sehingga anak menjadi korban. Orang tua adalah pagar ketat di ring satu dalam mencegah kasus pernikahan dini itu.

2. Peran Sekolah.  

Diharapkan bapak dan ibu guru dalam mengajar dan mendidik untuk tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, namun juga membentuk aqlak anak melalui proses pendidikan yang membuat anak didik berfikir logis dan bertanggung jawab akan setiap konsekuensi yang akan diterima dari setiap tindakan dan perilaku mereka.

Juga menggiatkan lagi akan semua program ekstrakurikuler di sekolah untuk memberikan wadah bagi anak didik dalam mengolah proses hormonnya yang mulai menggelora dengan melakukan banyak kegiatan yang positif pada fisik dan mentalnya.

3. Peran Masyarakat.

Satu komunitas yang baik, akan membentuk masyarakat yang peduli akan pengawasan secara tidak langsung pada para pelajar. Masyarakat juga bertanggung jawab secara moral pada proses pendidikan mereka.

Bila memang ada pelajar yang melanggar norma adat, agama, dan hukum, masyarakat harus tegas untuk bersatu mengingatkan, menegur, melaporkan atau mencegah akan terjadinya dekadensi moral pada generasi muda tersebut.

4. Peran Pemerintah.

Melalui banyak program tentunya dan salah satunya dalam kurikulum termasuk perlunya memberikan materi secara khusus tentang pendidikan sex pada anak sekolah sejak dini.

Kita tahu, hal itu masih menimbulkan pro dan kontra bahwa membicarakan pendidikan sex pada anak didik di sekolah adalah hal tabu. Namun, justru tanpa memberikan penjelasan yang benar, anak dengan usia sekolah akan mendapatkannya dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan akan dampak atau akibat setelahnya.

***

Memang, pernikahan bagi seseorang, cepat atau lambat pastilah datang bila waktunya itu telah tiba. Semua orang pasti juga akan mendoakan bahwa mereka yang sudah siap dan telah menikah bisa hidup bahagia selamanya. (Happily Ever After).

Bila ada anak yang "terpaksa" menikah yang padahal masih di bawah usia, apalagi masih berstatus pelajar dan dianggap belum mampu untuk hidup secara mandiri, secara mental, ekonomi, fisik dan kedewasaan pikirannya justru akan menyisakan dan menimbulkan masalah di kehidupannya kelak.

Ujungnya bisa ditebak, angka perceraian akan sama tingginya dengan angka pernikahan dini karena faktor "kecelakaan". 

Hidup berkeluarga yang diharapkan selalu bahagia lahir dan batin. Dijadikan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrohmah,  bisa jadi semakin jauh dari tujuan pernikahan bagi mereka.

Pasti, doa Happily Ever After akan menjelma menjadi Happily Never After, yaitu sebuah pernikahan dalam membangun rumah tangga menjadi satu hal yang patut disesali sepanjang hidup mereka berdua.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun