Mohon tunggu...
dyna fajarwati
dyna fajarwati Mohon Tunggu... -

sayang seorang mahasiswa Universitas Bengkulu jurusan S1 Ilmu Komunikasi Angkatan 2010. NPM saya(D1E10041). bagi saya hidup adalah pilihan, jadi jalan mana yg anda pilih menentukan masa depan mu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perbandingan Teori Determinasi Teknologi Vs Teori Utopianisme Teknologi

7 November 2012   11:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:49 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Teori Deternisme Teknologi

Marshall McLuhan, pernah mengatakan bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa. Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa. Terutama lagi, pada era media elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa tadi. Ide dasar teori ini adalah bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain. Misalnya dari masyarakat suku yang belum mengenal huruf menuju masyarakat yang memakai peralatan komunikasi cetak, ke masyarakat yang memakai peralatan komunikasi elektronik.

McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode: a tribal age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf), a print age (era cetak), dan electronic age (era elektronik). Menurutnya, transisi antar periode tadi tidaklah bersifat bersifat gradual atau evolusif, akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi.

The Tribal Age. Menurut McLuhan, pada era purba atau era suku zaman dahulu, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Komunikasi pada era itu hanya mendasarkan diri pada narasi, cerita, dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi, telinga adalah “raja” ketika itu, “hearing is believing”, dan kemampuan visual manusia belum banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini kemudian tergusur dengan ditemukannya alfabet atau huruf.

The Age of Literacy. Semenjak ditemukannya alfabet atau huruf, maka cara manusia berkomunikasi banyak berubah. Indera penglihatan kemudian menjadi dominan di era ini, mengalahkan indera pendengaran. Manusia berkomunikasi tidak lagi mengandalkan tuturan, tapi lebih kepada tulisan.

The Print Age. Sejak ditemukannya mesin cetak menjadikan alfabet semakin menyebarluas ke penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui mesin cetak tersebut semakin merajalela. Kehadiran mesin cetak, dan kemudian media cetak, menjadikan manusia lebih bebas lagi untuk berkomunikasi.

The Electronic Age. Era ini juga menandai ditemukannya berbagai macam alat atau teknologi komunikasi. Telegram, telpon, radio, film, televisi, VCR, fax, komputer, dan internet. Manusia kemudian menjadi hidup di dalam apa yang disebut sebagai “global village”. Media massa pada era ini mampu membawa manusia mampu untuk bersentuhan dengan manusia yang lainnya, kapan saja, di mana saja, seketika itu juga.

Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teklologi. Maksudnya adalah penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi itulah yang sebenarnya yang mengubah kebudayaan manusia. McLuhan juga menyebutkan bahwa media massa adalah ekstensi atau perpanjangan dari inderawi manusia (extention of man). Media tidak hanya memperpanjang jangkauan kita terhadap suatu tempat, peristiwa, informasi, tapi juga menjadikan hidup kita lebih efisien. Lebih dari itu media juga membantu kita dalam menafsirkan tentang kehidupan kita.

Medium is the message. Dalam perspektif McLuhan, media itu sendiri lebih penting daripada isi pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Misalkan saja, mungkin isi tayangan di televisi memang penting atau menarik, akan tetapi sebenarnya kehadiran televisi di ruang keluarga tersebut menjadi jauh lebih penting lagi. Televisi, dengan kehadirannya saja sudah menjadi penting, bukan lagi tentang isi pesannnya. Kehadiran media massa telah lebih banyak mengubah kehidupan manusia, lebih dari apa isi pesan yang mereka sampaikan.

Dilema yang kemudian muncul seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi adalah bahwa manusia semakin didominasi oleh teknologi komunikasi yang diciptakannya sendiri. Teknologi komunikasi bukannya dikontrol oleh manusia namun justru kebalikannya, kita yang dikontrol oleh mereka.

Sebagai contoh, betapa gelisahnya kita kalau sampai terlewat satu episode sinetron kesayangan yang biasanya kita tonton tiap hari. Atau mungkin kalau kita sudah lebih dari seminggu tidak membuka halaman Friendster di internet. Satu hari saja tidak menonton televisi mungkin kita akan merasa betapa kita telah ketinggalan berapa banyak informasi hari itu.

Kehadiran media massa, dan segala kemajuan teknologi komunikasi yang lainnya, seharusnya menjadikan kehidupan manusia lebih baik. Namun ketika yang terjadi justru sebaliknya, kita menjadi didominasi oleh media massa dan teknologi komunikasi yang semakin pesat tersebut, maka ini menjadi sebuah ironi.

Sehingga manusia menjadi sangat ketergantungan dengan teknologi yang sudah ada dan selalu mencari teknologi yg lebih baru lagi untuk mempermudah kinerja kerjanya tapi dengan demikian kita telah melemahkan fungsi utama dari tubuh manusia sehinga otak manusia menjadi lebih tumpul dikarenakan manusia selalu tergantung dengan teknologi.

Semakin banyak teknologi yang ditemukan oleh manusia tentu pula membuat polusi dan kerusakan alam yang semakin besar pula. Manusia kebanyakan tidak memikirkan apa yang dia lakukan telah merusak alam yang ada padahal manusia sangat tergantung dengan alam yang ada dan disana lah kehidupan utama manusia digantungkan.

Teori Utopianisme Teknologi

'utopianisme', sebagai sebuah kecenderungan pemikiran tentang sebuah 'masyarakat tanpa cela' (perfect society) di masa depan dan peran sentral sains dan teknologi dalam membangunnya. 'Utopia' dalam bahasa Yunani berarti 'tak-bertempat'. Thomas More menggunakan istilah 'utopia' untuk menggambarkan sebuah masyarakat imajiner yang berada di sebuah tempat yang jauh, sebagai model kehidupan masyarakat masa depan yang demokratis dan tanpa kelas, dengan orang-orang yang bijak. 'Utopia' menjadi sebuah istilah generik untuk melukiskan segala bentuk cerita atau narasi yang menceritakan sebuah komunitas di masa depan di mana segala sesuatu berlangsung indah, menyenangkan dan tanpa cela.

Para pemikir cyberspace, seperti John Perry Barlow, Jaron Lanier, Mark Pesce dan Timothy Leary, mengembangkan pandangan utopianisme yang lebih ekstrim, yaitu sebuah keyakinan, bahwa segala keterbatasan, hambatan dan kekurangan manusia (fisik, psikis, spiritual) dapat diatasi melalui kekuatan sains dan teknologi, khususnya teknologi realitas virtual (virtual reality), yang dapat menawarkan sebuah 'dunia baru', yang sepenuhnya dibangun secara artifisial (artificial reality)-inilah pandangan tekno-romantisisme (techno-romantism).

Pendekatan utopianisme dalam memahami perkembangan teknologi adalah bagaimana perkembangan suatu teknologi tetap diimbangi dengan lingkungan alam yang lestari dan kondisi sosial kultur yang tetap baik dan terjaga. Misalkan saja bila Indonesia tidak lagi diliputi polusi limbah pabrik, pepohonan hijau dimana-mana, sungai-sungai tetap memberikan ekosistem air yang baik, habitat hewan dan tumbuhan terjaga baik, meskipun perkembangan teknologi di Indonesia berjalan pesat.

Dengan demikian teori ini mengatakan bahwa alam juga berperan sangat penting dalam kehidupan manusia jadi manusia juga harus menyeimbangkan teknologi dengan sains yang berarti setiap teknologi yang dikeluarkan oleh masyarakat haruslah di imbangi dengan keseimbangan alam. Begitupun juga dengan teknologi komunikasi, pemikiran utopia menginginkan teknologi komunikasi yang sangat berkembang pesat tetap diimbangi dengan sosial dan kultur masyarakat yang positif. Seperti kemunculan teknologi internet yang semakin memudahkan manusia berinteraksi tetap mampu menjaga moral, etika, norma-norma masyarakat. Kemunculan jejaring sosial Facebook, tetap menjaga silahturahmi tak hanya secara maya namun juga secara langsung (face to face). Masih banyak harapan lainnya selain dua contoh diatas, namun pemikir utopia menginginkan berbagai konsekuen negatif perkembangan teknologi komunikasi yang telah pesat di berbagai bidang kehidupan tersebut tidak terjadi. Memang ini sebuah khayalan tingkat tinggi, namun ini bukanlah sebuah hal yang mustahil untuk dilakukan. Sejatinya, teknologi komunikasi terus diciptakan dan dikembangkan adalah tak lain untuk memudahkan perjalanan hidup manusia.

Bila melihat carut marut dunia yang disebabkan perkembangan teknologi termasuk teknologi komunikasi, pemikiran utopia memang bagi sebagian orang dianggap terkesan sepele, muluk-muluk, terlalu berandai-andai, dan hanya suatu khayalan tingkat tinggi. Namun sebenarnya ini adalah suatu pemikiran yang didambakan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan yang lebih baik. Pemikir utopia yakin suatu saat keseimbangan alam dan sosial kultur manusia dengan teknologi termasuk teknologi komunikasi dapat terwujud suatu hari nanti.

Perbandingan Kedua Teori

Teori deternisme teknologi mengatakan bahwa manusia membutuhkan teknologi untuk mempermudah kinerja manusia. Dengan kata lagi manusia mengembangkan teknologi untuk menemukan teknologi yang lebih mempermudah pekerjaan manusia. Kehadiran media atau pun teknologi membuat manusia semakin ketergantungan dengan apa yang diciptakan manusia sehingga manusia seperti dikontrol oleh teknologi yang ada. Padahal manusia menemukan teknologi untuk mempermudah mereka namun teknologi juga mengatur apa yang yang dikerjakan manusia.

Apa pun yang dilakukan oleh manusia selalu dibantu oleh teknologi yang mengakibatkan manusia tidak menggunakan otak mereka secara maksimal yang lama kelamaan bisa membuat otak manusia menjadi tumpul sehingga keterbatasan manusia semakin besar dan keinginan menemukan teknologi baru yang mempermudah pekerjaan manusia semakin pesat dan selalu demikian.

Sedangkan teori Utopia Teknologi merupakan gambaran kehidupan dimasa yang akan datang sangat ideal karena teori ini juga memikirkan alam sebagai penyeimbang teknologi. Karena menurut teori utopia manusia sangat tergantung dengan alam karena apa bila alam telah rusak maka keseimbagan yang ada akan tergangu.

Teori ini merupakan suatu pemikiran untuk masa depan yang sangat ideal, dimana teknologi yang diciptakan manusia seimbang dengan etika dan moral manusianya. Teori ini menyebutkan bahwa teknologi yang diciptakan oleh manusia bisa dimaksimalkan pemanfaatanya secara maksimal untuk hal yang positif tapi juga tidak meninggalkan kultur manusia.

Dan kemungkinan gambaran kehidupan yang begitu ideal dimana manusia bisa hidup berdampingan dengan manusia lain dalam keadaan aman, damai dan tentram. Begitu juga dengan kehidupan alam mereka yang kelestarianya terjaga. Namun ini hanya pemikiran yang tidak tahu kapan terjadi karena melihat realita yang terjadi jauh dari apa yang diharapkan oleh teori ini.

Sumber :

Griffin, Emory A., A First Look at Communication Theory, 5th edition, New York: McGraw-Hill, 2003, page 341—354.

Timothy Leary & Eric Gullichsen, 'High-tech Paganism' dalam Timoty Leary (ed), Chaos and Cyberculture, Ronin Publishing. Inc., 1994, hlm. 234.

Ed Regis, Great Mambo Chicken and the Transhuman Condition: Science Slightly Over the Edge, Penguin Books, 1992, hlm. 157.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun