Mohon tunggu...
Dyatiara Wulandari
Dyatiara Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Internet Based Self Diagnosis untuk Mental Health: Efektif atau Berbahaya?

18 Juni 2022   21:00 Diperbarui: 18 Juni 2022   21:03 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Dalam perkembangan teknologi saat ini, seluruh aspek kehidupan mulai berubah menjadi internet based. Pengaruh penerapan internet based pada kehidupan sehari-hari salah satunya adalah mudahnya penyebaran informasi kesehatan di lingkungan masyarakat dan pelayanan kesehatan yang mampu dilakukan tanpa face-to-face. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses laman-laman atau platform seputar medis tanpa perlu menemui tenaga kesehatan secara langsung. Hal ini terjadi karena mobilisasi masyarakat yang tinggi serta mulai tumbuhnya kesadaran akan hidup sehat tanpa diimbangi jumlah tenaga kerja yang memadai.

Salah satu isu medis yang berkembang secara global saat ini adalah mengenai mental health. Mental health atau kesehatan mental adalah kondisi dimana seseorang mampu menyadari kemampuannya dalam mengelola stres, dapat beradaptasi dengan baik, produktif dalam bekerja, dan berkontribusi untuk lingkungan sekitarnya. Beberapa gejala gangguan kondisi kesehatan mental yang paling sering ditemui, seperti depresi, anxiety atau kecemasan dan ketakutan yang berlebihan, bipolar, delusi, paranoia, serta masalah psikososial lainnya. Berdasarkan penelitian, depresi menjadi salah satu masalah kesehatan global yang menyerang sebanyak 4,4% penduduk di dunia. Angka ini meningkat pada negara dalam kategori low-income dan middle-income. Sementara itu, prevalensi penderita depresi di Indonesia sendiri mencapai 3,7%.

Namun, penanganan serta sosialisasi mengenai kesehatan mental di Indonesia masih belum merata. Masih banyak masyarakat yang menunjukkan tanda-tanda depresi, tetapi tidak mendapatkan perawatan sesuai dan berujung pada self diagnosis. Mayoritas self diagnosis ini dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh seseorang melalui internet maupun berdasarkan pengalaman orang lain. Gangguan pada kesehatan mental memerlukan penanganan atau terapi yang berbeda sesuai gejala yang dirasakan sehingga tidak semua orang  memiliki gejala yang serupa akan mendapatkan terapi yang sama. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat akan kesehatan mental perlu diimbangi dengan kehati-hatian dalam mengelola informasi, terutama dalam memanfaatkan informasi dari internet.

Kemudahan akses informasi ini tentunya memberikan angin sejuk bagi masyarakat luas saat ini. Informasi medis seputar gejala, penyebab, pengobatan, dan cara pencegahan suatu penyakit berkembang secara luas di internet dan dapat diakses oleh siapa saja. Hanya melalui gawai, berbagai informasi medis dapat diakses dan ditulis oleh siapa saja. Selain itu, masyarakat tidak perlu meluangkan banyak waktu untuk kunjungan dokter dan mengurangi kerumunan di rumah sakit. Walaupun begitu, penelitian menunjukkan bahwa akurasi dan kualitas dari beberapa website kesehatan masih tergolong rendah. Tidak semua gejala yang dialami seseorang dapat spesifik seperti yang tertera pada internet.

Proses diagnosis suatu penyakit memerlukan pengawasan khusus dan pendampingan dokter terkait. Proses diagnosis yang salah akan merujuk pada perawatan dengan risiko yang berbahaya. Kesalahan diagnosis dapat meningkatkan bahaya efek samping karena perawatannya yang tidak spesifik. Tanpa adanya pendampingan dari tenaga ahli, internet based self diagnosis tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan suatu penyakit. Informasi kesehatan yang tidak dapat dikelola dengan baik malah akan membuat seseorang cenderung "melabeli" dirinya sendiri. Self diagnosis berbasis internet ini kemudian dapat menyebabkan kecemasan berlebihan yang akan memperburuk kondisi kesehatan mental seseorang. Bahaya lain dari internet based self diagnosis adalah tidak adanya jaminan kesehatan oleh tenaga profesional dan resep obat yang tidak sesuai dengan anjuran dokter.

Internet based self diagnosis yang tidak tepat meningkatkan risiko gangguan mental dengan mempengaruhi pikiran seseorang. Perasaan menduga-duga yang berlebihan membuat seseorang merasa cemas dan cenderung takut akan gejala yang dialami. Semakin lama rasa cemas yang tidak perlu ini dapat menumpuk dan memicu depresi jika tidak ditangani dengan baik. Menurut verywellhealth.com, setidaknya terdapat enam risiko ketika seseorang menggunakan informasi dari internet untuk mendiagnosis diri sendiri, yaitu menjadi terlalu yakin terhadap hasil diagnosis yang dilakukan dan kesulitan mempercayai hasil lainnya, memunculkan ketakutan dan kecemasan yang berlebihan, pemborosan waktu dan uang untuk tes kesehatan yang tidak perlu, sumber yang tidak terpercaya dan tidak akurat, munculnya bias informasi, dan perawatan yang berbahaya karena efek samping serta overdosis dari obat yang dikonsumsi sendiri tanpa pengawasan.

Salah satu contoh self diagnosis tentang kesehatan mental atau mental health adalah gangguan bipolar. Gangguan bipolar atau bipolar disorder ini sering disalahartikan oleh kebanyakan orang. Gangguan ini berhubungan dengan perubahan suasana hati yang drastis dalam hitungan jam, hari, atau bulan. Penderita bipolar dapat merasa sangat bahagia kemudian berubah menjadi merasa sangat sedih. Kondisi ini berbeda dengan mood swing yang sering dialami oleh kebanyakan orang. Perubahan suasana hati yang terjadi pada mood swing muncul karena faktor tertentu dan dapat segera diatasi. Namun, perubahan suasana hati pada bipolar muncul tanpa sebab serta akan berlarut-larut hingga mempengaruhi dan menghambat aktivitas sehari-hari.

Penggunaan informasi melalui internet untuk proses diagnosis masih banyak memunculkan pro dan kontra dari para ahli. Beberapa ahli medis pun masih skeptis akan kemudahan yang ditawarkan oleh internet. Pasalnya setiap orang menunjukkan tanda-tanda keluhan yang berbeda. Anamnesis terhadap keluhan tersebut perlu dilakukan secara sistematis karena penyakit berbeda dapat menunjukkan manifestasi sakit yang sama dan penyakit yang sama dapat menunjukkan manifestasi sakit yang berbeda. Terkadang tenaga kesehatan memerlukan pemeriksaan vital untuk menentukan diagnosis berdasarkan keluhan yang diderita sehingga masih diperlukan adanya pemeriksaan face-to-face. Hal ini menjadi masalah apabila masyarakat awam tidak menyikapi informasi kesehatan yang ada di internet dengan baik dan melakukan self diagnosis terhadap keluhan yang dialami serta berujung pada gangguan kesehatan mental.

Referensi : 

Arjadi, R., Nauta, M. H., Scholte, W. F., Hollon, S. D., Chowdhary, N., Suryani, A. O., Uiterwaal, C. S. P. M., & Bockting, C. L. H. (2018). Internet-based behavioural activation with lay counsellor support versus online minimal psychoeducation without support for treatment of depression: A randomised controlled trial in Indonesia. The Lancet Psychiatry, 5(9), 707--716. https://doi.org/10.1016/S2215-0366(18)30223-2

ITJEN KEMENDIKBUD. (2022). Apa Itu Kesehatan Mental?. Itjen.kemdikbud.go.id. https://itjen.kemdikbud.go.id/webnew/covid19/apa-itu-kesehatan-mental/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun