Mohon tunggu...
Dyan Saryani
Dyan Saryani Mohon Tunggu...

Mahasiswa tingkat akhir dengan kegalauan tingkat Zeus, penulis lepas selepas-lepasnya, blogger moody, pengajar (perusak bakal calon masa depan bangsa) dan lajang calon feminis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pernah Norak Karena Bule? Saya Juga

19 Agustus 2013   16:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:07 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aduh, kenapa sih harus bersikap norak ketika ada bule di dekat kita? Atau norak adalah kata yang terlalu kasar untuk mewakili bagaimana sikap kita yang selalu ingin berfoto dengan bule atau selalu ingin sok berbicara bahasa inggris atau bahasa apapun dengan si bule? Pernah mengalami hal serupa? saya juga.

Saya adalah seorang yang percaya bahwa selalu ada yang pertama kali untuk dialami. Saya ini norak, dulunya. Ketemu bule rasanya sudah ingin ngobrol. Apalagi bahasa inggris adalah favorit saya sejak SD. Tidak percaya Coba tanya teman SD saya.

Pengalaman ini memang sudah lama terjadi, tahun lalu tepatnya. Seorang teman baru saja pulang dari sebuah kegiatan internship di India. Tentu, dia sudah 'ahli' dalam menangani bule. Sedangkan saya, saya masih anak bawang. Cupu kalau boleh dibilang. Saya cuma bisa melihat bule di film-film atau berseliweran di jalan. Rasa norak itu ada, selalu ada. Anda mungkin pernah berucap 'wah, ada bule' ketika melihat bule di manapun Anda berada. Wajar, jangan minder, saya juga pernah, setiap orang juga pernah mengalami.

Katanya, kita memang terlalu mengagung-agungkan budaya barat. Bahkan, ada sebuah studi yang pernah saya pelajari di bangku kuliah, koreksi saya jika paham ilmu yang saya maksudkan adalah salah. Post kolonialisme atau semacamnya. Ini adalah sebuah efek di mana kita akhirnya percaya bahwa apapun yang berbau barat adalah hebat dan lebih tinggi kedudukannya. Karenanya, saya berpikir, ini lah yang melatar belakangi sikap norak kita.

Maklum, saya yang tidak pandai sejarah ini juga masih tahu bahwa negara Indonesia kita ini pernah dijajah begitu lamanya. Mungkin ini juga yang menjadi penyebab sifat norak kita ini. Perasaan pernah terjajah dan selalu beranggapan bahwa kita berada di posisi bawah. Mungkin juga ini yang membuat orang luar sana menganggap kita ramah dan suka senyum. Jika ramah sama dengan suka menunduk dan tersenyum, mungkin ini bisa dianalogikan dengan perasaan takut karena pernah terjajah. Ketika dimarahi oleh orang tua, Anda menunduk bukan? Mengerti poinnya? Semoga saja.

Pertama kali saya berkontak dekat langsung dengan seorang bule dari Jerman, saya norak, sangat norak. Saya juga punya minat sendiri tentang Jerman, saya pernah belajar bahasa mereka sejak saya SMA, bahkan saya mengambil mata kuliah Jerman 1 hingga 4 di fakultas saya. Menurut saya, bahasa mereka keren. (Lihat, saya memuja hasil budaya yang bukan berasal dari negara saya?) Saya bertingkah 'gatal' selalu ingin belajar dari si bule ini. Untunglah, sepertinya dia mengerti, saya mudah penasaran dan mungkin agak agresif, serta tentunya, norak.

Setelah 4 hari menemani si bule ini berkeliling kota, waktunya dia pergi melanjutkan perjalanannya. Kebetulan dia adalah seorang traveller. Dia sedang dalam misi berkeliling dunia. Coba cari seorang pria asal Jerman bernama Chris Wilpert. Dia pribadi yang menyenangkan dan mau mengerti sifat norak saya., untunglah. Setelah dia hengkang, saya kemudian berpikir, betapa noraknya sfat saya belakangan ini. Setelahnya saya berpikir, ini wajar atau hanya saya yang merasakannya? Lama berpikir, saya rasa ini adalah hal yang wajar.

Wajar untuk bersikap norak pada bule, selama norak yang Anda lakukan tidak merugikan orang lain. Norak saya hanya merugikan diri saya sendiri kalau saja saya tidak punya kontrol. Syukurlah, saya masih punya. Jangan takut norak, jangan pernah takut norak jika pada akhirnya akan ada pelajaran yang bisa Anda ambil. Hidup norak :)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun