Penulis : Dyan Agustin
Pendekatan konvensional terhadap pembangunan arsitektur semakin dipertanyakan di era urbanisasi yang pesat dan perubahan iklim yang semakin nyata. Selama ini, bangunan hanya dipertimbangkan sebagai struktur yang berfungsi untuk manusia. Akan tetapi saat ini pertimbangan ini mulai diambil dari perspektif ekologi yang lebih luas. Konsep bangunan sebagai tempat tumbuh bagi makhluk hidup bukanlah sekadar idealisme hijau tapi merupakan paradigma baru yang mempertimbangkan kehidupan secara keseluruhan yaitu manusia, flora, fauna, dan mikroorganisme dimana semuanya berkontribusi pada ekosistem yang saling berhubungan.
Menggeser Perspektif: Dari Struktur Mati ke Sistem Hidup
Bangunan dianggap sebagai objek mati secara tradisional; kumpulan beton, baja, dan kaca yang kokoh untuk melindungi dan memuaskan manusia. Meskipun demikian, kemajuan ilmu lingkungan dan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan membawa ide baru bahwa struktur dapat dan seharusnya menjadi bagian dari sistem hidup. Bangunan bukan hanya tempat tinggal atau tempat kerja, tetapi juga tempat di mana kehidupan non-manusia dapat berlangsung.
Konsep ini melihat arsitektur sebagai jembatan antara alam dan manusia. Dinding, atap, dan elemen bangunan lainnya tidak lagi harus menjadi penghalang terhadap alam. Sebaliknya, mereka dapat berfungsi sebagai tempat untuk menumbuhkan tanaman, menyediakan tempat bersarang bagi burung atau serangga, dan memungkinkan mikroorganisme tanah untuk hidup.
Arsitektur Hijau dan Biofilik
Arsitektur hijau dan arsitektur biofilik adalah dua pendekatan utama yang mendukung bangunan sebagai tempat tumbuh makhluk hidup. Arsitektur hijau berfokus pada efisiensi energi, pengurangan limbah, penggunaan bahan ramah lingkungan, dan integrasi ruang hijau. Ini termasuk membangun taman di atap, dinding hijau, dan sistem pengelolaan air hujan yang memungkinkan tumbuhan tumbuh di berbagai permukaan bangunan.
Namun, arsitektur biofilik berfokus pada hubungan psikologis dan emosional manusia-alam. Metode ini tidak hanya memasukkan elemen alami secara fisik ke dalam bangunan, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas, kesehatan mental, dan produktivitas dengan mengaitkan elemen kehidupan seperti air, cahaya alami, dan keberadaan tumbuhan dan hewan.
Salah satu bangunan yang mengintegrasikan bangunan sebagai ruang hidup bagi berbagai makhluk hidup adalah Seroomah Malang yang terletak di Jl Pinang Merah Kav 1 no 1 Lowokwaru Malang dan berdiri sejak tahun 2016. Lokasi Seroomah ini terletak di tengah kota malang yaitu disekitar jalan Soekarno Hatta.
Bangunan ini terdiri dari 3 lantai dengan pembagian fungsi lantai 1 untuk galeri , lantai 2 untuk guesthouse dan caf, lantai 3 untuk kos dan terdapat rooftop di bagian atas.