Hakikatnya setiap generasi terus berkembang dalam kurun waktu yang berbeda, dan setiap generasi selalu dihadapkan dengan tantangan yang berbeda-beda. Generasi Z dan Generasi Alpha, sebagai generasi true digital native, kerap berpacu pada kondisi dunia yang sering berubah, berpengaruh pada pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka.
Gen z adalah produk pertama yang lahir dengan keadaan transisi teknologi digital (1997-2009). Dimana dalam keseharian nya gen z memandang teknologi sebagai sumber utama solusi atas segala tindakan yang mereka lakukan Noordiono (2016). Baik dalam keseharian, metode pembelajaran nya, maupun ruang lingkup pekerjaan nya.
Dalam keseharian nya generasi z ini sudah terbiasa menggunakan teknologi. Bukan hanya untuk berkomunikasi, belanja makanan, jasa maupun barang secara online, melainkan juga dalam hal belajar. Generasi z juga mengakses via online untuk keperluan penyelesaian tugas-tugas sekolah.
Dalam lingkungan pekerjaan gen z juga memiliki perbedaan dengan generasi sebelumnya. Menurut Lancaster & Stillman (2002) dalam Putra (2016), generasi z memiliki kebiasaan kerja yang unik dibandingkan generasi sebelumnya, yaitu lebih percaya diri dalam menyelesaikan tugas, lebih menyukai tempat kerja yang terhubung, menyukai pekerjaan yang diselesaikan dari jarak jauh dan cenderung berpindah tempat kerja jika tidak sesuai.
Kecenderungan terhadap teknologi khususnya media sosial ini menjadikan gen z melupakan tentang indentitas aslinya dan lebih mengikuti standar yang ada di media sosial baik dalam berpenampilan, materi maupun cara hidup. Howard Gardner (1998: 25), tak jarang gen z menghadapi tantangan serta tuntutan yang tidak selaras dengan keinginan media sosial. Akibatnya banyak dikalangan gen z ini yang mengalami cyber bullying (perundungan dalam media maya atau online) berupa perundungan melalui pesan maupun foto dalam media sosial.
Generasi alpha (2010-2024) lahir dengan transisi lebih memahami dan lebih multitasking tentang teknologi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Nama “Generasi Alpha” diambil dari huruf pertama dalam alfabet Yunani yang menandakan dimulainya era baru setelah Generasi X, Y, dan Z. Nama ini dipilih untuk mencerminkan pergeseran besar dari generasi sebelumnya dan menandai awal dari sesuatu yang benar-benar baru (Fiandra, 2020).
Generasi alpha yang di rawat dan didik oleh generasi milenial menjadikan gem alpha tidak terlalu cenderung dalam bermedia sosial seperti Facebook, Twitter, maupun Instagram. Mereka cenderung menggunakan aplikasi game yang memiliki vitur dalam berkomunikasi.
Sedikit memiliki kesamaan dengan gen z gen alpha juga sudah terbiasa menggunakan teknologi dalam keseharian baik dalam hal berpenampilan, belanja, maupun dalam mengakses keperluan pembelajaran (Dewantari, 2024)
Dari kesamaan ini orang tua dan juga guru sangat berperan penting dalam pengawasan anak-anak terutama dalam bermedia sosial. Orang tua diharapkan dapat lebih bijak dalam memberikan tontonan serta memberikan pengajaran tentang situs yang boleh ataupun tidak boleh diakses oleh anaknya. Orang tua juga berperan dalam pengelolaan emosi anak, dengan memberikan pemahaman tentang pengelolaan emosi pada anak diharapkan dapat meminimalisir adanya pembulian. Tidak sedikit kasus-kasus yang melibatkan penyalahgunaan media sosial juga kurangnya perhatian serta pengawasan dari orang tua (Rodiah, 2019: 38).
Guru juga sangat berperan penting dalam pembelajaran baik di sekolah maupun pelatihan melalui daring. Diharapkan guru dapat memberikan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak juga dalam metode penyampaian agar anak-anak tidak bosan dan juga dapat menciptakan api cinta belajar (Rodiah, 2019: 38).
Lalu bagaimana dengan interaksi sosial dari kedua generasi ini?