Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kontroversi Sejarah G-30-S/PKI: Apa dan Siapa

23 September 2022   04:33 Diperbarui: 28 September 2022   01:58 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: minanews.net

Tidak ada balance, tidak ada pembanding. Yang bisa memberikan balance sebenarnya ada lima orang yaitu Bung Karno, Aidit, dokter Cina, Leimena dan Soebandrio. Tetapi setelah meletus G30S, semuanya dalam posisi lemah. 

Ketika diadili, Soebandrio tidak diadili atas dasar tuduhan dan dakwaan terlibat G-30-S/PKI, sehingga tidak relevan bila dia mengungkapkan kejadian yang sebenarnya. Semua buku yang menyajikan cerita sakitnya Bung Karno itu, tidak benar. Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya Masuk Angin, sehingga tidak masuk akal bila ia memerintahkan anak buahnya, Sjam, untuk menyiapkan suatu gerakan. Ini jika ditinjau dari logika: PKI ingin mendahului merebut kekuasaan sebelum sakitnya Bung Karno semakin parah dan kekuasaan akan direbut oleh AD. Logikanya, Aidit akan tenang-tenang saja, sebab bukankah Bung Karno sudah akrab dengan PKI? Mengapa PKI perlu menyiapkan gerakan di saat mereka disayangi oleh Presiden Soekarno yang masih segar bugar? 

Intinya, pada bulan Agustus 1965 kelompok bayangan Soeharto jelas nampak ingin secepatnya memukul PKI. Caranya, mereka melontarkan provokasi-provokasi seperti itu. Provokasi adalah cara perjuangan yang digunakan oleh para jenderal AD kanan untuk mendorong PKI mendahului memukul AD. Ini taktik untuk merebut legitimasi rakyat. Bila PKI memukul AD, maka PKI ibarat dijebak masuk ke ladang pembantaian (killing field). Sebab, AD seolah-olah dengan terpaksa membalas serangan PKI. Dan, serangan AD terhadap PKI ini malah didukung rakyat, sebab seolah-olah hanya sebuah tindakan membalas. 

Inilah taktik AD Kubu Soeharto untuk menggulung PKI. Ingat, PKI saat itu memiliki massa yang sangat besar, sehingga tidak dapat ditumpas begitu saja tanpa taktik yang canggih  (Soebandrio, 2001, Kesaksianku tentang G30S).

Isu Dewan Jenderal sebenarnya bersumber dari Angkatan Kelima. Angkatan Kelima bersumber dari rencana sumbangan persenjataan gratis dari RRT. Tiga hal ini berkaitan erat. Tawaran bantuan persenjataan gratis untuk sekitar 40 batalyon dari RRT diterima Bung Karno. Hanya, tawaran yang diterima itu, barangnya belum dikirim. Bung Karno lantas punya ide membentuk Angkatan Kelima. Namun, Bung Karno belum merinci bentuk Angkatan Kelima itu seperti apa. Ternyata Menpangad, Letjen Ahmad Yani tidak menyetujui ide mengenai Angkatan Kelima dimaksud. 

Para perwira AD lainnya mengikuti Yani, yakni tidak setuju pada ide Bung Karno tersebut. Empat Angkatan (AD, AU, AL dan Polisi) dinilai sudah cukup. Karena itulah berkembang isu mengenai adanya sekelompok perwira AD yang tidak puas terhadap Presiden yang terus bergulir, sehingga kelompok perwira yang tidak puas terhadap Presiden itu disebut "Dewan Jenderal". 

Perkembangan isu selanjutnya adalah bahwa Dewan Jenderal akan melakukan kup terhadap Presiden. Menjelang G-30-S/PKI meletus, Presiden memanggil Yani agar menghadap ke Istana. Yani rupanya merasa bahwa ia akan dimarahi oleh Bung Karno karena tidak menyetujui Angkatan Kelima. Yani malah sudah siap kursinya (Menpangad) akan diberikan kepada orang lain. Saat itu juga beredar isu kuat bahwa kedudukan Yani sebagai Menpangad akan digantikan oleh wakilnya, Mayjen Gatot Subroto. 

Presiden Soekarno memerintahkan agar Yani menghadap ke Istana pada 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB. Tetapi hanya beberapa jam sebelumnya, Yani diculik lalu dibunuh.

Yang paling serius menanggapi isu Dewan Jenderal itu adalah Letkol Untung Samsuri. Sebagai salah satu komandan Pasukan Kawal Istana - Cakra Birawa - ia memang harus tanggap terhadap segala kemungkinan yang membahayakan keselamatan Presiden. Untung gelisah, lantas, Untung punya rencana mendahului gerakan Dewan Jenderal dengan cara menangkap mereka. Rencana ini disampaikan Untung kepada Soeharto. 

Menanggapi rencana Untung tersebut, Soeharto mendukung, malah Untung dijanjikan akan diberi bantuan pasukan. Hal ini diceritakan oleh Untung kepada Soebandrio saat keduanya sama-sama ditahan di LP Cimahi, Bandung. 

"Saya menerima laporan mengenai isu Dewan Jenderal itu pertama kali dari wakil saya di BPI (Badan Pusat Intelijen), tetapi sama sekali tidak lengkap. Hanya dikatakan bahwa ada sekelompok jenderal AD yang disebut Dewan Jenderal yang akan melakukan kup terhadap Presiden. Segera setelah menerima laporan, langsung saya laporkan kepada Presiden. Saya lantas berusaha mencari tahu lebih dalam. Saya bertanya langsung kepada Letjen Ahmad Yani tentang hal itu. Jawab Yani ternyata enteng saja, memang ada, tetapi itu Dewan yang bertugas merancang kepangkatan di Angkatan Bersenjata dan bukan Dewan yang akan melakukan kudeta." Kata Soebandrio dalam bukunya, Kesaksianku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun