Konon setiap kita membutuhkan batu-batu loncatan sebelum benar-benar berdiri stabil di atas sebuah batu kokoh pilihan. Mungkin itu filosofi hidup sebagian besar orang yang pernah saya temui. Ada satu yang cukup menarik. Seorang kawan pernah berkata,
"Aku paham melamar pekerjaan untuk posisi apapun itu adalah batu loncatan. Tapi piye yo, aku ra iso nek waton milih (tapi gimana ya, aku gak bisa kalo harus memilih sembarangan)."
Ucapan 13 tahun lalu itu masih melekat di ingatan saya sampai hari ini. Ia mengucapkan itu dengan ekspresi wajah serius, di tengah hiruk pikuk suara kendaraan lalu lalang.
Tiba-tiba saja entah mengapa saat ia mengucapkan hal itu, kala itu saya teringat acara benteng takeshi. Dimana di salah satu babaknya ada episode melompati batu-batu yang ada di sungai. Beberapa batu-batu itu asli, dan beberapa yang lain adalah batu palsu yang sepertinya terbuat dari bahan yang sangat ringan sehingga dapat menyebabkan peserta terjatuh tercebur saat menginjaknya. Seketika itu pula saya menanggapi kalimat seriusnya tadi dengan kalimat singkat "iya ya, betul juga" sambil nyengir lebar, tanpa menjelaskan padanya bahwa sebenarnya kalimatnya tadi membuat saya jadi teringat benteng takeshi.
Itu adalah hari kami bersama-sama menjalani interview di sebuah kantor. Dan setelah hari itu kami bertemu sekali lagi untuk sebuah keperluan dan belum pernah bertemu lagi hingga hari ini.
Sebenarnya kalau bertemu dengannya lagi dan ia masih ingat dengan kata-katanya yang dulu, saya mungkin akan penasaran tentang batu-batu loncatan apa saja yang pernah dipilihnya.. barangkali kisahnya dapat memberi saya inspirasi dan semangat.
Kira-kira apakah ia mengingatnya? Dan apakah ia sudah memilih batu-batu loncatannya dengan tepat? Hmm.. entahlah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI