Mohon tunggu...
Dwi Wahyu Alfajar
Dwi Wahyu Alfajar Mohon Tunggu... Seorang Sarjana Pendidikan

Mari menulis

Selanjutnya

Tutup

Film

Kalah, Belajar, Bangkit: Dari Murid di Pedalaman ke The Winning Try Netflix

27 September 2025   18:04 Diperbarui: 27 September 2025   18:04 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada satu adegan latihan yang emosional di Episode 5, Ga-ram menatap timnya yang baru saja kalah telak lalu berteriak lantang:

"Kalian harus belajar kalah. Belajar kalah tanpa menyerah!"

Kalimat itu seperti menyinggung pengalaman Iken dan Tina. Mereka memang kalah di lomba karaoke. Iken gugur sebelum masuk enam besar, Tina hanya bertahan sebentar. Namun, mereka pulang dengan kepala tegak, membawa pengalaman yang lebih berharga daripada sekadar piala.

Saya teringat lagi sebuah momen reflektif dalam serial di Episode 7 ketika Ga-ram menjelaskan filosofi rugbi kepada muridnya di pinggir lapangan:

"Hal terpenting dalam rugbi bukanlah hasil akhirnya, ini tentang proses mendorong dan menantang diri sendiri."

Kalimat itu seperti menjawab pertanyaan para guru yang kadang gelisah: apakah cukup hanya memberi pengalaman meski murid kita tak membawa pulang juara? Jawabannya: ya, karena proses itulah yang membentuk karakter.

Foto Iken dan Tina Ikut Berfoto Bersama Salah Satu Juara (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Iken dan Tina Ikut Berfoto Bersama Salah Satu Juara (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ada pula adegan menyentuh di babak final (Episode 12) ketika seorang pemain, Do Hyeong-sik, mengalami cedera serius. Meskipun pelatih memintanya mundur, Hyung-sik menolak. Keberaniannya untuk terus bermain—melebihi batas fisiknya—tercermin dalam sebuah pertanyaan emosionalnya kepada Ga-ram:

"Apakah kamu akan menyerah jika kamu adalah aku?"

Dialog ini seolah menyuarakan suara hati banyak anak dari pinggiran. Mereka mungkin kecil di mata dunia, tapi tekad mereka untuk tidak menyerah membuat langkah jadi berarti. Saya membayangkan Tina berdiri di panggung kabupaten—gugup, tapi tetap bernyanyi dengan suara lantang.

Kini, Iken dan Tina melanjutkan pendidikan SMA di kecamatan. Keduanya aktif di ekstrakurikuler sekolah. Kekalahan di kabupaten dulu justru jadi titik awal perjalanan baru mereka. Sama seperti anak-anak SMA Hanyang: mereka mungkin sering kalah di lapangan, tapi dari situlah mereka belajar arti kebersamaan, ketekunan, dan percaya diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun