Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. Mengajar Matematika di SMKN 50 Jakarta - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bokis Berterima Kasih pada Virus

26 Juni 2021   13:06 Diperbarui: 26 Juni 2021   13:19 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: https://news.okezone.com/

Di berita televisi Bokis mengetahui bahwa rumah susun itu menampung ribuan penduduk yang terinfeksi penyakit menular, Dia melihat tempat tidur dan kamarnya sangat nyaman dihuni orang-orang yang sakit. Terlihat saat mereka menerima nasi box konsumsi makan jatah mereka, dan dari ngobrol-ngobrol Bokis dengan sesama pemulung Dia dengar jika selama dirawat di rumah susun itu penduduk tak dikenakan biaya sama sekali alias gratis.

Sementara Bokis selama ini selalu tinggal di rumah yang tak nyaman di desa, tidur di emperan toko atau kantor selama tiga tahun di ibukota, makan makanan sisa atau pemberian orang. Hasil memulung terjual dengan harga yang sangat murah walau jumlahnya membuat satu unit mobil bak penuh menjulang.

Bokis berniat ingin merasakan tinggal di rumah susun untuk bahan cerita saat nanti pulang ke kampung halaman. Dia menyiapkan dua stel pakaian dimasukkan dalam tas kecil yang dibenamkan ke dalam karung tempat menampung barang hasil pulung setiap hari.

Suatu hari Bokis melihat ada kermaian yang tak biasa dari kejauhan, tampak banyak warga bergerombol tak sedikit yang memakai pakaian seragam, tentara, polisi, dokter dan seragam lainnya. Ada tenda-tenda dan antrian orang, Dia letakkan karungnya di sudut depan rumah penduduk setelah mengambil tas kecil berisi dua stel pakaian.

Saat melewati tenda-tenda itu Bokis dihentikan petugas di diminta mengantri bersama orang-orang lainnya, ternyata sedang dilakukan pemeriksaan untuk penduduk ibukota yang melewati jalan itu. Bokis di tes, dan setelah menunggu lebih kurang dua jam hasilnya diketahui Bokis positif terinfeksi, lalu dia diminta ke tenda lainnya untuk pemeriksaan dokter, hasil pemeriksaan dokter Bokis sudah menampakkan gejala agak berat dan harus segera diisolasi di rumah susun.

Bokis tak menolak, dia bersama beberapa penduduk yang punya gejala serupa langsung dibawa ke rumah susun tempat isolasi, Dia ditempatkan di lantai 24.

Boris senang sekali mendapat kamar dengan satu tempat tidur, Dia tinggal sendiri. Kamar mandi adalah fasilitas pertama yang dinikmati Boris, sabun dan shampo sudah tersedia. Boris mandi berbalut kemewahan karena selama tiga tahun diibukota dia hanya mandi di pom bensin beberapa hari sekali, karena penjaga pom marah jika Dia setiap hari datang untuk mandi disana.

Setelah mandi dia ganti baju dan rebahan, tempat tidur paling mewah yang dia pernah rasakan sepanjang hidupnya, membuatnya terlelap hingga hari gelap dan saat bangun dia melihat ke jendela sebuah pemandangan luar biasa yang tak pernah dia lihat, cahaya lampu menyiram ibukota, Dia melihat tempatnya terlelap saat malam tiba, jalan-jalan yang bisa dilalui saat memulung.

Ketika dia keluar kamar ada nasi box di depan pintunya, dia santap makanan termewah dalam hidupnya. Malam itu Bokis merasa menjadi orang yang sangat beruntung bisa tidur di lantai 24 rumah susun, menjelang tidur pesawat telepon di kamarnya berdering dan ternyata itu dari dokter yang menanyakan kondisi badan Bokis saat itu,  kata dokter besok setelah sarapan Bokis harus ke lantai 2 untuk mengambil obat yang harus dihabiskan.

Pagi hari, saat penghuni rumah susun berolah raga, Boris berkeliling rumah susun mencari plastik, kertas, bekas minuman ringan dan apa saja yang bisa dijual kembali, menggunakan tas kecil yang dipakai untuk membawa pakaian dia melakukan itu pagi dan sore sebelum hari gelap, hasil pulungnya disusun rapih di dalam kamar Dia.

Seminggu berlalu, Bokis merasa hidup seperti di sorga, tak ada yang mencari apalagi mengunjungi dia karena selama tiga tahun di ibukota dia tinggal sendiri. Dokter tak pernah berjumpa dengan dia karena konsultasi dilakukan melalui telepon setiap malam menjelang tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun