Dalam peraturan dan kebijakan yang berlaku di negara kita Warga negara asing (WNA) tidak dapat memiliki hak milik atas tanah di Indonesia secara langsung. Namun, WNA hanya dapat memiliki hak atas tanah lainnya seperti:
- Hak Pakai: Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain.
- Hak Sewa: Hak untuk menyewa tanah dan bangunan tanpa adanya kepemilikan langsung.
- Hak Milik atas Satuan Rumah Susun: WNA dapat memiliki satuan rumah susun atau apartemen, tetapi haknya terbatas hanya pada unitnya, bukan tanah di bawahnya.
Landasan hukum kepemilikan hak atas tanah bagi WNA di Indonesia antara lain:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA): Pasal 21 ayat (1) menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja: Pasal 144 ayat (1) menjelaskan bahwa WNA dapat memiliki hak milik atas satuan rumah susun.
- Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah: Mengatur hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh WNA.
Dalam memiliki hak atas tanah di Indonesia, WNA harus memenuhi persyaratan tertentu dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.Â
Seorang warga negara asing (WNA) asal Jerman bernama Andrej Frey menguasai 34 Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan pertanian di Ubud, Bali. Frey menggunakan lahan tersebut untuk membangun akomodasi wisata, khususnya "Kampung Rusia" atau Parq Ubud, yang diduga tidak memiliki izin yang tepat.
Lahan yang dikuasai Frey seluas 1,8 hektare dan sebagian besar merupakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Akibatnya, 1,845 hektare lahan produktif di kawasan tersebut menjadi tidak produktif lagi.
Frey kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan menghadapi ancaman hukum yang serius. Kasus ini telah diselidiki sejak November 2024 dengan pemeriksaan 33 saksi dan tiga ahli .
Dalam menghadapi kasus WNA asal Jerman yang menguasai lahan pertanian di Bali, beberapa langkah yang dapat diambil adalah:
- Penertiban dan Pengamanan Lahan: Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum perlu melakukan penertiban dan pengamanan lahan yang dikuasai oleh WNA tersebut untuk mencegah terjadinya sengketa lahan yang lebih kompleks.
- Penyelidikan dan Pemeriksaan: Dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana WNA tersebut dapat menguasai lahan pertanian tersebut, apakah melalui proses yang sah atau tidak.
- Penerapan Sanksi Hukum: Jika terbukti bahwa WNA tersebut telah melakukan pelanggaran hukum, maka perlu diterapkan sanksi hukum yang sesuai, seperti pencabutan hak atas tanah atau hukuman pidana.
- Pengembalian Lahan ke Pemilik Asli: Jika lahan tersebut merupakan milik warga negara Indonesia, maka perlu dilakukan pengembalian lahan ke pemilik asli atau dikembalikan ke negara untuk dikelola demi kepentingan umum.