Desa Sarwodadi, yang terletak di Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah, merupakan sebuah wilayah dengan kekayaan sejarah dan potensi yang menarik. Dahulu, desa ini lebih dikenal luas dengan nama Desa Kaso, sebuah sebutan yang masih akrab di telinga masyarakat sekitar hingga kini.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Wahyu Widodo,S.Hut Kepala Desa Sarwodadi, terungkap bahwa nama desa ini memiliki sejarah yang unik. Sebelumnya, desa ini dikenal dengan nama Kaso, yang terdiri dari tiga wilayah, yaitu Kaso Wetan, Kaso Kulon, dan Bengkelung. Ketiga wilayah ini kemudian disatukan pada era Kepala Desa Mbah Karyo dan diganti namanya menjadi Sarwodadi. Terdapat pula cerita mengenai sebuah tempat bernama Sanggrahan. Nama ini diyakini berasal dari kata "ngaso" yang berarti tempat berkumpul atau beristirahat. Perubahan nama ini bukan tanpa alasan; "Sarwodadi" menyimpan harapan agar segala cita-cita dan keinginan warganya dapat terkabul.
Desa Sarwodadi memiliki warisan sejarah yang kental, salah satunya ditandai dengan keberadaan makam keramat yang menjadi daya tarik dan pusat perhatian masyarakat. Selain nilai historisnya, desa ini juga memelihara kebudayaan lokal yang kuat, tercermin melalui kesenian tradisional brendung yang terus dilestarikan. Tak hanya itu, Sarwodadi juga menunjukkan potensi ekonomi yang unggul dengan berkembangnya UMKM telur asin, menjadikan desa ini sebagai contoh perpaduan harmonis antara kekayaan masa lalu dan prospek masa depan.
Mengidentifikasi Nisan Makam Mbah Kramat JatiÂ
Desa Sarwodadi menyimpan sebuah keunikan budaya yang menarik salah satunya terdapat sebuah makam yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai "Candi". Istilah Candi di sini merujuk pada tempat untuk "nyandi", yaitu menyepi agar lebih fokus dalam mendekatkan diri kepada sang Pencipta untuk tujuan tertentu. Penamaan "Candi" ini justru menjadi daya tarik tersendiri, mengundang rasa penasaran akan sejarah dan makna di balik sebutan unik tersebut. Makam Mbah Kramat yang terletak di Desa Sarwodadi masih menjadi subjek ketidakpastian mengenai keasliannya karena minimnya sumber untuk memverifikasi kebenarannya.
Menurut Gelegar Prakoso sebagai narasumber di Desa Sarwodadi, yang melakukan identifikasi nisan makam Mbah Kramat Jati Sarwodadi, nisan tersebut kemungkinan besar merupakan nisan tradisional dari daerah pesisir utara Jawa atau Madura, yang berkembang antara abad ke-17 hingga abad ke-19. Bentuknya vertikal dan runcing, khas nisan pria dalam tradisi Islam Jawa. Ukirannya memadukan gaya geometris dan floral, menunjukkan akulturasi seni Islam lokal dengan unsur Hindu-Buddha yang diislamisasi, seperti motif roda "cakra" dan bunga. Motif segitiga melengkung juga melambangkan akulturasi dengan unsur lokal, kemungkinan mewakili gunungan atau kekuatan spiritual.
Nisan semacam ini biasanya digunakan untuk tokoh agama, bangsawan lokal, atau masyarakat berstatus tinggi. Ukiran "cakra" di bagian atas nisan bisa bermakna perlindungan atau kekuasaan spiritual. Penggunaan kayu cendana  sebagai bahan nisan mengindikasikan bahwa tokoh yang dimakamkan adalah seorang yang dihormati, karena cendana dikenal sebagai bahan mewah dan sakral yang hanya digunakan untuk raja, bangsawan tinggi, tokoh agama penting, atau pejabat penting kerajaan atau kesultanan.
Walaupun kebenaran di balik berbagai versi cerita tentang makam ini belum bisa dipastikan, masyarakat Sarwodadi tetap menyadari pentingnya menjaga dan merawatnya. Oleh karena itu, makam ini selalu dirawat dengan baik dan dibuka untuk kegiatan ziarah. Selain menjadi tempat berziarah, area di sekitar makam juga sering dimanfaatkan oleh warga sebagai tempat beristirahat di siang hari. Karena adanya pohon-pohon besar, suasana di sekitar makam menjadi rindang dan sejuk.
Kesenian Brendung: Kebudayaan Lokal
Salah satu warisan budaya yang penting di Indonesia adalah kesenian tradisional. Di Desa Sarwodadi, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, terdapat kesenian tradisional bernama Brendung.