Mohon tunggu...
dwina dolopo
dwina dolopo Mohon Tunggu... Guru

Move and Challenge Yourself

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

SEA Teacher: Ketika Sambal, Tawa, dan Budaya Menyatukan Kita

22 Juni 2025   05:49 Diperbarui: 22 Juni 2025   10:31 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama mahasiswa program Sea Teacher dari Filiphina /doc Pribadi


Program pertukaran pelajar SEA Teacher membuka mata kami bahwa persahabatan antarbangsa tidak selalu dimulai dari ruang seminar atau kelas-kelas formal. Kadang, ia tumbuh dari meja makan, sambal, dan obrolan kecil yang penuh kehangatan.


Beberapa waktu lalu, kami menerima dua mahasiswa dari Filipina yang menjalani program SEA Teacher di Malang. Mereka datang dengan ramah, tidak manja, dan sangat bersahabat. Bahkan sejak turun dari mobil Grab, senyum mereka seperti membawa energi positif ke rumah kami. Tak butuh waktu lama untuk merasa akrab---mereka ringan tangan, sopan, dan sangat menghargai setiap hal kecil yang kami sediakan.


Salah satu hal paling menarik dari mereka adalah ketertarikan mereka terhadap makanan Indonesia. Biasanya orang asing akan menghindari rasa pedas, tetapi salah satu tamu kami justru jatuh cinta dengan sambal hijau sejak suapan pertama nasi empal yang dibelikan oleh student buddy-nya. Sejak malam itu, dia selalu penasaran dengan aneka sambal, bahkan mencoba membuat sendiri.


Dari dapur kami, percakapan lintas budaya tumbuh alami. Kami belajar bahwa pare dalam bahasa Tagalog disebut paria, bunga turi mereka sebut turie, dan mereka juga menyukai sayur rebung, pucuk daun labu kuning, hingga daun pakis. Hal-hal yang kadang kita anggap biasa, bagi mereka adalah penemuan menarik yang layak diapresiasi.


Kami mengajak mereka menikmati alam Malang---ke Coban Talun, wisata air terjun di Batu. Dalam perjalanan kami banyak bercanda, dan satu momen lucu terjadi saat mereka berkata "saraf!" yang dalam bahasa Tagalog artinya enak, tapi dalam bahasa Indonesia bisa berarti "kamu gila!" Kami tertawa, lalu saling menjelaskan kata-kata yang memiliki arti berbeda di masing-masing bahasa. Dari situ, komunikasi kami semakin cair dan penuh tawa.


Di alun-alun Batu, mereka mencoba susu hangat dan seafood bakar. Bahkan saat pulang, mereka masih sanggup memasak menu khas Filipina: sup kol jagung daging, sambal mentah, dan pare rebus. Kami makan sambil bercanda, dan rasanya seperti makan malam keluarga.


Pagi berikutnya kami sarapan di warung kopi Serut, warung joglo yang dikelilingi sawah. Mereka sangat menyukai nasi jagung, urap-urap, ikan asin, serta mencoba es cincau dan es tape ketan. Meski wajah mereka seperti orang Indonesia, bahasa Inggris yang kami gunakan menarik perhatian pengunjung lain. Ketika tahu mereka mahasiswa SEA Teacher dari Filipina, semua tersenyum bangga.


Tiga hari bersama menjadi kenangan berharga. Kami bergantian memperkenalkan masakan khas, memperkaya perbendaharaan kata, dan menciptakan kedekatan yang membuat kami ingin saling mengunjungi di masa depan. Mereka bukan lagi tamu, tetapi bagian dari keluarga kami.
Di luar pengalaman pribadi, kegiatan inti mereka selama sebulan adalah mengajar di sekolah mitra, mengamati proses belajar, menyusun bahan ajar, berdiskusi dengan pakar pendidikan dari Universitas Negeri Malang, serta menghadiri seminar dan acara akademik lainnya.


Namun manfaat utama dari program ini jauh lebih luas:
  Kemampuan bahasa Inggris kami meningkat secara alami.
  Wawasan global kami bertambah.
  Kami belajar menghargai perbedaan dengan lebih dalam.


Program SEA Teacher memberi pengalaman nyata bahwa pendidikan lintas budaya bukan hanya soal pelajaran di kelas, tapi juga tentang sambal, tawa, dan percakapan sederhana yang menyentuh hati. Dan yang paling penting: kami mendapat saudara baru

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun