Mohon tunggu...
Dwi Lindah Permatasari
Dwi Lindah Permatasari Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Love writing and you

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kebaikan Tanpa Suara

8 Agustus 2022   10:46 Diperbarui: 8 Agustus 2022   10:52 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konsep memberi untuk sebuah kebaikan (sumber foto: freepik.com/rawpixel.com)

Kebaikan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan, perilaku, perbuatan dan kesadaran untuk menolong atau memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan.

Dalam berbagai agama/kepercayaan, perihal kebaikan dan atau kebajikan ini selalu menjadi nilai moral yang harus dijunjung tinggi bagi para penganutnya.

Sebagai manusia, kita harus menanamkan nilai kebaikan dalam diri dan menyalurkan kepada orang-orang di sekitar.

Aku melihat ada banyak wajah kebaikan di dalam kehidupan sosial. Sekecil apapun suatu kebaikan, kebaikan tetaplah kebaikan. Namun, selama ini aku kurang memahami bagaimana bentuk kebaikan itu sendiri.

Aku sering bertanya dalam anganku, kebaikan seperti apa yang sebenarnya harus dilakukan? Apakah kebaikan harus selalu menampakkan dirinya di kehidupan sosial? Atau bagaimana caranya agar kita disebut telah melakukan suatu kebaikan? Bagaimana jika kebaikan yang aku lakukan tidak ditanggapi dengan baik oleh orang lain?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu seringkali muncul dalam benakku, sampai pada akhirnya aku menemukan jawaban dari ibuku.

Ibuku adalah penderita asma yang berasal dari garis keturunan. Di usianya yang hampir menginjak usia pensiun, beliau harus rutin menjalani check up kesehatannya setiap bulan, bahkan bisa dua minggu sekali jika kondisinya menurun. Walau begitu, beliau tidak pernah absen menebarkan kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya. Beliau melakukannya dalam diam. Tidak banyak orang mengetahuinya. Termasuk anak-anaknya. Aku.

Ada satu dari banyak kebaikan yang ibuku yang berhasil kupahami. Mari kuceritakan dalam tulisan ini.

Sebagai anak perempuan pertama ibuku, aku selalu menyempatkan waktu untuk mengantar dan menemani ibuku check up ke rumah sakit. Jarak tempuh rumahku dan rumah sakit terbilang cukup jauh karena memakan waktu sekitar 30 menit.

Di sepanjang perjalanan, kita melewati jalanan yang cukup padat dengan kendaraan-kendaraan besar. Tidak jarang kita bertemu orang-orang baik yang membantu melancarkan lalu lintas di persimpangan jalan. Aku menganggapnya biasa, mungkin saja itu orang relawan yang secara sukarela membantu kelancaran lalu lintas.

Berbeda denganku, Ibu selalu menyiapkan uang recehan Rp2.000 untuk diberikan kepada orang-orang tersebut. Sebelumnya, aku tidak pernah menyadari hal ini karena posisiku sebagai yang nyetir motor jadi tidak bisa melihat apa yang dilakukan ibuku. Beliau hanya suka memintaku untuk memelankan laju motor ketika melewati relawan tersebut.

Setelah kuperhatikan lagi, ternyata ibu memberikan uang itu untuk relawan yang membantu kami menyebrang jalan.

Aku juga menemukan ada wajah bahagia ketika relawan tersebut menerima pemberian ibuku. Disini aku menyadari, mungkin menurutku uang Rp2.000 itu tidak seberapa. Namun untuk orang lain bisa saja uang tersebut menjadi sangat berarti.

Sampai suatu ketika, ibuku lupa tidak membawa cukup uang untuk bisa dibagikan sehingga ibuku bertanya padaku apakah aku bawa uang atau tidak. Dan kebetulan aku sedang tidak membawa uang cash. Kemudian ibuku berterus terang menjelaskan keinginannya, "Uangnya buat dikasihkan ke bapak-bapak yang suka bantu nyebrang jalan, Kak. Kasian mereka."

Selain mengantarkan ibuku untuk check up di rumah sakit, di lain hari terkadang aku juga harus mengambil obat di apotek rumah sakit tersebut. Aku sering mengeluh kepada ibuku ketika aku harus membayar uang parkir padahal aku memarkirkan motorku hanya sebentar saja dan si pemilik tempat parkir juga tidak membantuku untuk menyebrang jalan.

Menurutku, hal ini tidak sebanding dengan apa yang aku bayarkan. Dan ternyata tanggapan ibuku justru berbeda. Beliau berkata, "Kalau kamu tidak mendapatkan apa yang kamu harapkan, kamu bisa menganggapnya sebagai amal. Uang kecil yang kamu berikan tidak akan mengecilkan arti kebaikan."

Kejadian tersebut memberikan insight baru untukku. Aku jadi menyadari bahwa saat kita memberikan sesuatu, kita harus memberikannya secara ikhlas tanpa mengharap imbalan. Kebaikan kecil akan tetap berwujud kebaikan.

Ketika orang lain menginginkan balasan baik atas apa yang diberikan, kita punya pilihan untuk tidak menuntut balasan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun